Tersangka TPPO, Polda NTB Tangkap Penyanyi Lombok Jebolan KDI

MATARAM—Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB menangkap tiga pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tujuan Australia. Salah satu tersangka, yakni penyanyi mantan jebolan KDI (Kontes Dangdut Indonesia) 3, berinisial AS, dan dua tersangka perempuan lainnya berinisial MS dan HW.

“AS ini adalah salah satu finalis jebolan ajang pencarian bakat (KDI),” jelas Direktur Ditreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, kemarin.
AS merupakan warga Lombok Tengah, dan dalam kasus ini berperan sebagai penampung dan sponsor. Sedangkan dua rekannya selaku perekrut lapangan. AS terjerat TPPO dengan dua laporan berbeda ke Polda NTB.

“Dua perkara ini pelaku utama atau sponsor itu satu, tetapi ada dua kejadian dengan waktu berbeda dan korban juga berbeda, serta tempatnya juga berbeda. Perekrutnya juga berbeda,” katanya.

Laporan pertama bulan Maret 2024 dengan dua orang korban yang berasal dari Lotim dan Loteng. “Ada korban dua orang yang dijanjikan untuk bisa diberangkatkan ke Australia oleh perekrut,” katanya.

Kedua korban direkrut pelaku berinisial MS pada bulan Desember 2023. Korban telah menyetorkan uang sebesar Rp 140 juta hingga Rp 160 juta per orangnya. Tidak hanya meminta uang, MS juga meminta agar para korban membuat paspor sendiri.

“Jadi, syaratnya memiliki paspor dan menyetorkan uang. Setelah itu (tersangka MS) menyuruh (korban) berangkat ke Jakarta, menemui tersangka AS alias A,” sebutnya.
Korban sudah ditampung di Jakarta beberapa bulan, dan AS menjanjikan serta menawarkan segala macam cara untuk meyakinkan korban bahwa dirinya bisa memberangkat korban ke Australia. Bahkan AS menyebut dirinya memiliki koneksi atau kenalan di Kedutaan Australia.

“Sehingga korban percaya untuk bisa diberangkatkan ke Australia. Namun setelah ditampung di Jakarta, korban tak kunjung diberangkatkan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Dewan Desak Pemprov NTB Tetapkan Status Tanggap Darurat PMK

Dari aksi yang dilakukan AS dan MS, keduanya mendapatkan keuntungan hingga ratusan juta rupiah. “Dia (tersangka AS) sebagai sponsor yang menjanjikan bisa memberangkatkan ke Australia, dan mendapat keuntungan Rp 140 juta,” katanya.

Tidak hanya mengamankan pelaku, Kepolisian juga mengamankan barang bukti berupa 7 lembar penyerahan uang dari korban ke tersangka, 2 lembar foto copi surat perjanjian pengurusan proses ke negara lain.

Juga selembar booking tiket penerbangan dari Trip.com maskapai Virgin Australia, berangkat dari Bandara Denpasar-Bali tujuan Bandara Melbourne-Australia, serta 2 lembar visa pengunjung yang dikeluarkan Departemen Dalam Negeri Pemerintah Australia tanggal 18 Desember 2023.
Laporan kedua dengan dua korban yang berasal dari Lobar dan Loteng. Korban melapor ke Polda NTB 29 Maret 2024, dimana melalui serangkaian proses penyelidikan, tanggal 24 Mei lalu, pihak kepolisian meningkatkan penanganan laporan korban ke tahap penyidikan.

Setelah memproleh dua alat bukti, AS kembali ditetapkan sebagai tersangka bersama rekannya berinisial HW, selaku perekrut lapangan tertanggal 2 Mei 2024. “Kasus kedua, sama juga modusnya (dengan kasus laporan pertama), tapi dengan perekrut yang berbeda. Korban akan diberangkatkan ke Australia dengan waktu yang berbeda, dan besaran uangnya juga sebesar Rp 200 juta yang diambil (uang setoran korban),” cetusnya.

Laporan kedua ini, kepolisian turut mengamankan barang bukti berupa 11 lembar bukti penyerahan uang dari korban ke tersangka, 2 lembar surat perjanjian pengurusan proses ke Australia, satu lembar visa pengunjung yang dikeluarkan Departemen Dalam Negeri Pemerintah Australia tanggal 18 Desember 2023 atas nama UA.

Satu lembar tiket penerbangan tujuan Australia atas nama UA. “Ada juga satu lembar booking hotel Australia atas nama UA,” katanya.

Baca Juga :  Kejaksaan Kawal Proyek Senilai Rp 5,1 Triliun

Sementara Kasubdit Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Dit Reskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati mengatakan, dalam kasus tersebut fakta yang terungkap pada tahap penyidikan ialah, sudah ada proses perekrutan dengan membebankan biaya ke korban. Juga sudah ada proses perpindahan dan korban sudah ditampung di Jakarta.

“Bahkan sudah ada upaya memberangkatkan beberapa korban secara ilegal. Dan semua upaya pemberangkatan itu gagal, baik di Bandara Soekarno Hatta maupun di Ngurah Rai, Bali,” sebut Ni Made Pujawati.

Dengan fakta yang terungkap tersebut, tersangka disangkakan melanggar Pasal 10, Pasal 11 Jo Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). “Dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 600 juta,” katanya.

Tidak hanya itu, Kepolisian juga menjerat tersangka melanggar Pasal 81 Jo Pasal 69 UU No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.

“Karena ada upaya memberangkatkan CPMI secara ilegal,” ujarnya.
Sedangkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB, I Gede Putu Aryadi mengatakan saat ini sebanyak 87 negara penempatan yang ditetapkan sebagai negara penempatan PMI asal Indonesia, sesuai dengan SK Menteri Ketenaga Kerjaan RI tahun 2023. “Australia merupakan negara yang tidak termasuk negera penempatan,” katanya.

Ditegaskan, Australia tidak termasuk negara penempatan sesuai SK yang dikeluarkan menteri sebagai negara penempatan, baik sektor formal maupun informal. “Sehingga dilarang siapapun, baik perusahaan maupun perseorangan untuk menempatkan CPMI di Australia,” tegaas Aryadi. (sid)