Ormas dan Mahasiswa Tetap Menolak Omnibus Law

OMNIBUS LAW : Pemprov NTB saat mengadakan curat pertemuan curah pendapat pembahasan UU Omnibus Law di Gedung Graha Bhakti Praja, Kantor Gubernur NTB, Rabu (15/10). (Faisal Haris/radarlombok.co.id)
OMNIBUS LAW : Pemprov NTB saat mengadakan curat pertemuan curah pendapat pembahasan UU Omnibus Law di Gedung Graha Bhakti Praja, Kantor Gubernur NTB, Rabu (15/10). (Faisal Haris/radarlombok.co.id)

MATARAM–Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB tetap bersikukuh melanjutkan pembahasan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law meski ada penolakan dari banyak kalangan di NTB.

Perwakilan sejumlah Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan mahasiswa kembali menegaskan penolakannya atas Omni bus Law ini. Suara penolakan itu disampaikan pada saat Pemprov NTB mengadakan pertemuan curah pendapat Undang- Undang (UU) Cipta Kerja di Gedung Graha Bhakti Praja, Kantor Gubernur NTB, Rabu (15/10). Hadir dari perwakilan ormas, tokoh masyarakat, tokoh agama, serikat pekerja dan perwakilan mahasiswa di Mataram. Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah sempat hadir meski tidak sampai selesai.

Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) NTB Drs Falahuddin, S Ag,M.Ag mengatakan, sejak bulan Januari sampai Maret 2020 lalu, dekan fakultas hukum Universitas Muhammadiyah sudah melakukan kajian secara akademik terhadap UU Cipta Kerja ini. Hasilnya UU Cipta Kerja melalui proses yang cacat. “Intinya proses legislasi yang dilakukan pemerintah bersama DPR dianggap oleh Muhammadiyah tidak transparan, tidak akuntabel. Intinya cacat secara proses,”jelasnya saat menyampaikan pendapatnya di hadapan perseta pertemuan.

Oleh sebab itu, sambungnya, berdasarkan kajian akademik yang dilakukan Muhammadiyah, maka dengan tegas menolak untuk dilakukan pembahasan dan pengesahan Omnibus Law ini. “Karena itu kemudian dari kajian akademik Muhammadiyah itu menegaskan bahwa UU ini harus ditolak,”tegasnya seraya disambut meriah oleh peserta yang sepakat menolak.

Begitu juga dengan NU yang disampaikan oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Nusa Tenggara Barat (NTB) Prof Masnun, mengatakan pihaknya tetap sesuai arahan dari PB NU. “Pertama kita memberikan masyarakat catatan-catatannya. Yang kedua memang ada permasalahan metodologi substansi dan paradigma yang harus dikaji secara mendalam dalam UU ini (Omnibus Law),”katanya.

Mengingat rancangan UU Cipta Kerja sudah disahkan menjadi undang-undang, maka harus ada judicial review. “Ya karena ini sudah menjadi UU, maka harus ada jihad konstitusi melalui judicial review,”katanya.

Oleh sebab itu, tegasnya, agar semua pihak harus mengedepankan kesantunan, kearifan, jangan anarkis. Begitu pula pemerintah dan aparat keamana jangan reaktif apalagi refresif. “Bahwa ini semua adalah demi kemaslahatan kita. Tidak ada niatan lain kecuali untuk kemaslahatan bangsa kita,”ujarnya.

Begitu juga dengan Ormas lainnya. Bahkan suara penolakan terus disuarakan para mahasiswa agar Pemrov NTB segera bersikap melakukan menolah UU Cipta Kerja ini. “Sampai dengan hari ini saya sendiri belum mendengarkan secara resmi sikap dari Bapak Gubernur NTB atas kesepakatan bersama dengan Aliansi Rakyat NTB Menggugat pada tanggal 13 Oktober 2020. Itu sudah ditanda tangani,”kata Ketua BEM Unram, Irwan selaku perwakilan dari Aliansi Rakyat NTB Menggugat.

Menurut Irwan, agenda curah pendapat yang diadakan Pemprov NTB, kurang mengakomodir apa yang menjadi pandangan mahasiswa dan berbagai kalangan. Padahal harapannya ada sikap bersama yang akan disampaikan setelah pertemuan ini. Sebab hampir keseluruhan menolak Omnibus Law ini.Irwan juga menyinggung sikap gubernur yang meninggalkan acara sebelum selesai. “Termasuk keluarnya Bapak Gubernur NTB ketika agenda berlangsung. Akan tetapi kalau memang Pemerintah Provinsi NTB serius menanggapi aspirasinya mahasiswa dan rakyatnya, maka seharusnya agenda yang lain (gubernur) itu dikosongkan. Mari kita sama-sama bahas UU ini,”sesal Irwan.

Irwan pun dengan tegas kembali mengatakan sikap mahasiswa tetap menolak Omnibus Law ini. “Saya kira jelas sikap kami. Mahasiswa dan rakyat akan tetap turun sampai benar-benar ( Omnibus Law) ini dibatalkan. Sebab jelas, di pertemuan itu saja hampir semua elemen menolak Omnibus Law,”tegasnya.

Irwan juga tidak sepakat dengan wacana yang akan dilakukan Pemprov NTB untuk melakukan pembahasan. Hal ini dianggap sebagai upaya untuk meredam reaksi masyarakat dan mahasiswa agar tidak turun lagi. “Jadi apalagi yang perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah Provinsi NTB?. Saya kira itu hanya meredam gerakan saja,”ujarnya.

Penolakan dari kalangan mahasiswa tidak kali ini saja. Bahkan sejak awal Omnibus Law mulai dirancang dan masih dalam bentuk rancangan undang-undang sampai pada pembahasannya sudah ditolak. Bahkan di tengah penolakan yang begitu besar dan masif, kata Irwan mereka dikelabuai oleh pemerintah maupun DPR yang secara diam-diam-diam mengesahkan Omnibus Law ini. Padahal partisipasi merupakan aspek penting dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, apalagi yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. “Jadi wajar kami sebagai mahasiswa mempertanyakan apa motif di balik ini semua,”kata Irwan.

Sebelumnya, Gubernur NTB, Zulkieflimansyah mengungkapkan, curah pendapat ini digelar untuk mendapatkan kejernihan pikiran terkait UU Cipta Kerja ini. Dengan mengundang berbagai elemen masyarakat beserta pakar hukum diharapkan semua pihak mendapatkan kajian yang lebih baik. “Karena itu kita mengumpulkan lebih banyak tokoh agar unjuk rasa kita bukan lagi emosional tapi dengan kajian yg lebih baik. Mudah-mudahan pendapat kita ada bobotnya berdasarkan kejernihan pikiran,” jelas gubernur yang didampingi langsung oleh Sekretaris Daerah NTB, Lalu Gita Ariadi, dan dimoderatori oleh Asisten II Setda NTB, H. Ridwan Syah.

Curah pendapat ini juga digelar untuk memenuhi janji gubernur sebelumnya, saat menerima tuntutan massa aksi dan berjanji akan berdiskusi serta menjembatani aspirasi semua elemen. Aspirasi yang sudah disampaikan akan disatukan dan akan dikirim langsung ke pemerintah pusat. “Karena kita sudah berjanji sama teman-teman untuk sikapi dengan lebih baik supaya jangan secara emosional. Karena Kita ingin ada orang yang betul-betul mendalami seperti masukan tadi kan bagus,”ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, gubernur mangatakan, disahkannya UU Cipta Kerja ini merupakan salah satu ikhtiar pemerintah Indonesia untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat dengan mempermudah investor masuk ke Indonesia, namun dibarengi dengan perlindungan terhadap pekerja yang ketat. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo menyederhanakan peraturan menjadi Omnibus Law agar urusan perizinan usaha tak lagi berbelit-belit dan rawan korupsi hingga pungli. Oleh karena itu masyarakat diminta untuk mengambil sikap dengan kepala jernih. “Pemerintah sangat terbuka dengan masukan masyarakat. Jadi setiap aspirasi masyarakat akan dipertimbangkan untuk membuat pemerintah menjadi lebih baik lagi,” katanya.

Namun ketika ditanya terkait dengan naskah undang-undang yang telah disahkan, gubernur menyadari kalau pemprov juga belum membaca dan melihat lebih utuhnya. “Di tempat-tempat yang lain mungkin juga sama.Dan saya tanyak Bu Wagub, Pak Asisten, semua OPD hampir semuanya tidak pernah membaca yang utuh,”katanya.

Tetapi menurutnya, masalah undang-undang tersebut, pihaknya menyerahkan agar dibahas terlebih dahulu oleh para ahlinya baru bisa mangambil sebuah kesimpulan. “Jadi bukan kita yang tidak punya keahlian di bidang itu yang mengambil kesimpulan,”tegasnya.

Dia pun berharap, dengan lebih banyak ahli hukum dan stakeholder yang mewakili masyarakat, maka banyak yang memberikan pendangan. Maka itu akan lebih baik dalam mengambil sebuah kesimpulan. “Ya kita liat aja nanti, kan masih banyak yang belum,”tutupnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB HL Gita Ariadi, juga berharap melalui curah pendapat ini, maka pemahaman masyarakat NTB terkait UU Cipta Kerja menjadi lebih baik lagi. Ia juga menegaskan, banyak kabar hoax terkait UU Cipta Kerja yang beredar. Sehingga masyarakat diminta untuk berhati-hati agar tidak mudah tersulut emosi. “Ada banyak hoax terkait UU Cipta Kerja seperti isu pesangon dan cuti yang dihilangkan. Itu tidak benar. Banyak kabar yang tidak benar sehingga kita harus mengkaji ini bersama-sama,”ucapnya.
Diakhir acara, Sekda lalu membagi tugas semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB, untuk menindaklanjuti forum curhat pendapat ini. Apa yang telah disampaikan peserta bisa diakomodir dengan baik ketika nanti pemprov menyampaikan kesimpulan sikap kepada pemerintah pusat. “Seperti yang disampaikan Kabid Hukum Polda NTB, UU Cipta Kerja terbagi menjadi 11 klaster. Dari 11 klaster yang ada nanti kita akan bedah. Maka kami akan membagi OPD manjadi lima rumpun (kelompok),”ucapnya seraya membagikan rumpun kelompok yang nanti akan melakukan kajian terhadap Omnibus Law ini.(sal)

Komentar Anda