Nasib Belum Jelas, Puluhan Honorer NTB Datangi Kantor Gubernur

TENAGA HONORER: Tak kunjung diangkat menjadi ASN, puluhan tenaga pendidik (guru) yang tergabung tergabung dalam Aliansi Honor Nasional NTB mendatangi Kantor Gubernur NTB, meminta kejelasan nasib mereka. (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Puluhan tenaga honorer dari berbagai wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendatangi Kantor Gubernur NTB, Selasa kemarin (2/4). Puluhan guru honorer yang tergabung dalam Aliansi Honor Nasional NTB itu datang untuk menanyakan nasib mereka yang hingga tidak kunjung diangkat menjadi ASN.

Pemerintah Daerah, tepatnya Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTB dinilai tidak transparan dalam pengajuan formasi CASN kepada pemerintah pusat. Akibatnya kebutuhan-kebutuhan formasi jabatan yang ada di setiap instansi tidak semuanya bisa tercover. Salah satunya adalah formasi untuk tenaga tata usaha.

“Ternyata rugi juga akibat ulah BKD yang tidak mengajukan kebutuhan formasi tata usaha (Tendi). Padahal Tendi ini merupakan bagian dari tenaga teknis,” ungkap Ketua Aliansi Honor Nasional NTB, Sutomo saat ditemui di Kantor Gubernur NTB, kemarin.

Bung Tomo, sapaan pria asal Bima ini menyampaikan bahwa berdasarkan hasil rapat dengar pendapat yang sudah dilakukan bersama Komisi II DPR RI di Jakarta belum lama ini, serta mengacu pada Undang-undang No 20 tahun 2023 tentang penataan honorer ini dilaksanakan harus melalui proses verifikasi.

Selain itu, sesuai dengan instruksi Presiden bahwa pegawai honorer harus diselesaikan per 31 Desember 2024 medatang. Bahkan berdasarkan surat Kemenpan RB, Pemerintah Daerah diminta untuk mengajukan formasi kebutuhan ASN semaksimal mungkin. Termasuk formasi tenaga kependidikan (Tendik) yang menjadi prioritas Pemerintah Pusat di tahun 2024.

“Tapi ketika kembali ke daerah bukan lagi prioritas, kami jadi korban, nol persen (Formasi) yang diajukan. Kenapa seperti itu, karena ulah BKD yang tidak memaksimalkan pengajuan formasi. Begitu juga dengan Dikbud yang hanya berbicara guru, tidak pernah memperhatikan teman-teman Tendik,” terangnya.

Baca Juga :  Walhi Sebut Kereta Gantung Rinjani belum Ada Kajian

Sebagai contoh banyak guru yang baru satu dua tahun mengajar, sudah diberikan SK oleh Kepala Dinas Pendidikan NTB, karena alasan sudah ujian kompetensi guru (UKG), dan bukan karena berapa lama sudah mengabdi.

Padahal pemberian SK kepada guru erat kaitanya dengan berapa lama mereka mengabdi. “Maka dari itu kami mengatakan pak Kepala Dinas ini sudah melanggar aturan Undang-undang,” ujarnya.

Disisi lain, Pemerintah Daerah beralasan bahwa minimnya formasi yang diajukan ke Pusat, karena terkendala anggaran yang terbatas untuk menggaji pegawai. Diketahui bahwa Pemprov NTB hanya mengajukan sebanyak 500 formasi untuk rekutmen CASN tahun 2024.

BKD diminta oleh Pusat untuk mengajukan kebutuhan lewat aplikasi eformasi. Mengingat aplikasi ini merupakan hak akses BKD, maka pengajuan formasi perlu dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan sosialisasi kepada setiap Dinas dan Badan lingkup Pemprov.

“Informasi dari pusat penyelesaian honorer akan kembali ke daerah sesuai perintah Undang-undang untuk penataan. Tapi yang terjadi hari ini, kendala keuangan itu, kenapa formasi itu sedikit. Padahal Pemerintah Pusat sudah memberikan ruang sebanyak-banyaknya,” terangnya.

Dalam menyusun formasi yang akan diajukan ke Pusat, seharusnya Pemerintah Daerah melibatkan organisasi, pihak eksekutif dan legislatif untuk duduk bareng, guna mencari solusi bagaimana pemanfaatan APBD untuk pengangkatan pegawai ASN ini benar-benar objektif dan dapat menyelesaikan masalah.

“Jangan bilang tidak ada uang, seakan-akan seperti main judi. Kalau ditanya menang, kalah. Pembahasan keuangan ini ada prosedurnya, harus dibahas lewat dewan dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” ujarnya.

Kedatangannya ke Kantor Gubernur NTB ini sebagai langkah audiensi kepada para pemegang kebijakan di Pemerintah Daerah. Sebab, beberapa kali pihaknya mengaku sudah melayangkan surat ke DPRD NTB tapi sampai saat ini belum direspon oleh pihak legislatif.

Baca Juga :  Jelang WorldSBK, Penumpang Bandara Melonjak

Jika audiensi kali ini tidak berjalan baik, maka pihaknya mengancam akan kembali melakukan aksi dengan mendatangkan lebih banyak lagi tenaga honorer untuk menggeruduk Kantor Gubernur. “Dewan ini juga tidak bertanggung jawab terhadap permasalahan honorer,” sesalnya.

Terpisah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTB Muhammad Nasir menjawab dengan santai apa yang menjadi keluhan para honorer. Nasir mengaku sudah pernah memberikan penjelasan terkait persoalan ini dihadapan Komisi V DPRD NTB.

“Saat itu kan mereka tidak terima apa yang saya sampaikan. Kita tidak bisa menyampaikan sesuatu diluar kontek aturan. Kita tidak bisa mengikuti maunya mereka, bisa formasi harus angkat semua,” tegas Nasir.

Demikian Pemerintah Daerah juga tidak punya kewajiban untuk melibatkan organisasi tenaga honor dalam proses pengajuan formasi. Mengingat untuk pengajuan formasi ini sudah ada Kepala Dinas Dikbud NTB, Kepala Sekolah, KCD hingga pengawas.

“Apakah semua saya harus libatkan pegawai TU (Tata Usaha) sekolah, TU Kantor-kantor khususnya tenaga teknis. Kan tidak ada dalam aturannya itu. Kan ada melalui KCD, Kepala Sekolah, jadi apa hubungannya dengan mereka organisasi,” tandasnya.

Perlu dipahami, sambung Nasir, bahwa penerimaan pegawai ini bukan kewenangan Pemerintah Daerah. Dalam pengangkatan pegawai juga harus didasari pada kemampuan keuangan daerah. “Kalau tidak ada fiskal daerah, kita mau bayar dari mana. Nanti akan lebih fatal bagi kita, karena tidak ada gaji. Malah tambah ribut,” pungkas Nasir. (rat)

Komentar Anda