Menangkal Hoax di Tengah Bencana Gempa Lombok

Menangkal Hoax di Tengah Bencana Gempa Lombok
Gempa bumi di Pulau Lombok tahun 2018 yang mengakibatkan banyak kerugian material maupun non material di tengah masyarakat.( Tony/Radar Lombok.co.id)

Bencana gempa bumi yang mengguncang Pulau Lombok tahun 2018 lalu, banyak menimpulkan kerugian material maupun non material. Gempa Lombok yang terjadi secara beruntun saat  itu telah  menimbulkan kepanikan dan trauma di masyarakat

Di tengah kepanikan warga  terdampak gempa, ternyata masih ada pihak  memanfaatkan isu  gempa dengan menyebar berita bohong atau  hoax. Sesungguhnya  hoax sangat berbahaya, bukan  benar atau salah berita itu tetapi percaya atau tidak terhadap pesan  yang disampaikan. Salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk menangkal hoax adalah melakukan literasi tentang kearifan lokal.

Seperti diketahui rentetan bencana gempa Lombok dimulai  pada 29 Juli 2018. Saat itu terjadi gempa dengan kekuatan 6,4 SR (Skala Richter) berpusat 47 Km di timur laut kota Mataram dengan kedalaman 24 Km. Ratusan rumah warga Sembalun yang ada di kaki Gunung Rinjani Kabupaten Lombok Timur luluh lantak dilanda gempa.

Belum selesai menangani bencana gempa Sembalun, warga masyarakat Pulau Seribu Masjid ini kembali menghadapi bencana gempa lebih dasyat. Pada  tanggal 5 Agustus 2018 tepatnya pukul 19:46 Wita, terjadi gempa berkekuatan 7 SR berpusat  18 Km barat laut Lombok Timur dengan kedalaman 32 Km.

Gempa yang terjadi pada malam hari itu membuat  masyarakat Pulau Lombok  panik dan berhamburan ke luar rumah.  Dampak yang dirasakan  dari goncangan tersebut, hampir 75 persen infrastruktur di Kabupaten Lombok Utara rusak dan ratusan warga meninggal.

Di kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Timur dan Lombok Tengah  sejumlah bangunan rusak dan ratusan warga dilarikan ke rumah sakit akibat terluka. Saat itu terlihat warga berlarian menuju tanah lapang untuk menghindari bangunan  runtuh.

Kepanikan makin menjadi ketika tersebar kabar dari mulut ke mulut bahwa akan terjadi tsunami. Kontan saja masyarakat yang tinggal di sekitar pantai berlarian menyelamatkan diri  mencari tempat yang lebih tinggi. Kemacetan terjadi di sepanjang jalan. Pemilik kendaraan saling berebutan  mencari tempat pengungsian yang dirasa lebih aman  jauh dari pantai. Rumah mereka ditinggal begitu saja  untuk mengungsi.

Rupanya isu akan terjadi tsunami juga dimanfaatkan  komplotan pencuri  untuk memancing warga ke luar dari pemukiman. Di saat pemukiman   kosong ditinggal warganya inilah kemudian para pencuri dengan leluasa mengambil harta milik warga.

Selanjutnya, selang empat hari setelah gempa kedua tepatnya tanggal 9 Agustus 2018, pukul 12.25 Wita, gempa dengan kekuatan 5,9 SR  kembali terjadi di posisi gempa pertama. Lagi-lagi gempa susulan terjadi pada tanggal 19 Agustus pada pukul 11:10 Wita  dengan kekuatan 6,3 SR di kedalaman 7 Km dengan pusat gempa masih di  sekitar Lombok Timur.

Badan Meterologi Klimatologi Geofisika (BMKG) mencatat gempa di Pulau Lombok dalam kurun waktu tanggal 5 Agustus  sampai 21 Agustus 2018 tercatat 1.005 kali.  Gempa susulan di Lombok itu  ada yang dirasakan langsung  maupun tidak  langsung oleh warga.

Sedangkan  Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut kerugian bencana  gempa Lombok mencapai sekitar Rp  12 triliun. Rincian jumlah kerugian    167.961 rumah rusak, 214 infrastruktur rusak, 1.154 gedung sekolah rusak dan 436 orang meninggal.

Untuk mempercepat penanganan korban gempa, semua stake holder mulai dari pemerintah, warga masyarakat, TNI Polri, LSM dan para relawan bergerak cepat bahu membahu memberikan bantuan sosial. Mereka siang malam turun lapangan membantu secara sukarela kepada masyarakat yang membutuhkan.

Ribuan kelompok masyarakat secara bergotong royong memberikan bantuan sosial. Salah satunya bantuan berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme  (BNPT) RI bekerjasama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTB. Bantuan diserahkan ke masyarakat korban bencana  gempa bumi  di Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan, Lombok Utara dan desa Sembalun di Lombok Timur.

Bantuan sosial  senilai Rp 100 juta itu dibagi rata, masing-masing kabupaten mendapatkan Rp 50 juta. Dana ini diberikan dalam bentuk barang berupa tandon air, tenda sekolah, terpal, selimut, beras, minyak goreng, telur, paket makanan tambahan, alat kelengkapan sekolah anak dan alat permainan anak-anak.

Sementara itu  di saat masyarakat NTB berjuang menghadapi  bencana gempa bumi, ada pihak tertentu  sengaja menyebar berita bohong untuk membuat kepanikan  melalui media sosial seperti  twitter, facebook dan whats app. Mereka sengaja  memperkeruh suasana dengan menyebar berita akan terjadi gempa susulan dalam skala yang lebih besar diikuti tsunami.

Isu tentang akan adanya gempa dahsyat  berkekuatan 7,5 SR pada hari Minggu 26 Agustus 2018, telah menghipnotis warga untuk tetap bertahan di pengungsian. Bahkan ada sebagian warga  eksodus keluar pulau Lombok. Banyak warga trauma karena kondisi rumahnya hancur, anggota keluarganya meninggal dan mereka harus rela tidur di tenda darurat di pengungsian.

Menghadapi berita hoax  tersebut, Kepala BMKG  Dwikorita Karnawati  mmelalui media massa mencoba menenangkan masyarakat. Ia menyatakan berita itu  menyesatkan  dan menimbulkan keresahan. Menurutnya tidak ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa memprediksi  besaran dan waktu gempa secara pasti.

Rupanya peristiwa gempa tahun 2018 masih menyisakan trauma. Setahun setelah peristiwa gempa di Pulau Lombok, isu akan terjadi lagi gempa besar di selatan Lombok  berhembus kembali. Pada tanggal 5 Juli 2019 muncul pernyataan BMKG yang diamini oleh pakar geologi dan kegempaan Prof Ron Haris dari Universitas Brigham Yaoung, Utah Amerika Serikat. Ron memprediksi potensi gempa  dengan kekuatan sampai 9 SR disertai tsunami akan terjadi di selatan Indonesia. Pernyataan itu diungkapkan pada seminar manajemen kebencanaan yang dilaksanakan di Universitas Nahdlatul ulama.

Informasi ini kemabali memicu keresahan warga.  Gubernur NTB Zulkifliemansyah kemudian langsung meminta masyarakat untuk tidak panik menyikapi pemberitan potensi gempa megathrust berkekuatan antara 8,5 SR sampai 9 SR  di selatan  pulau Lombok. Gubenur menganggap prediksi yang dikemukakan para ahli pada sebuah seminar kegempaan adalah suatu hal yang biasa dan belum tentu benar .

Berita bohong terkait soal pengiriman bantuan untuk korban gempa juga ramai dibicarakan melalui jejaring sosial FB. Saat itu muncul kabar miring pengiriman bantuan korban yang diklaim dari BNPB dan Presiden telah  dikirim melalui PT Pos Indonesia. Berita miring lainnya soal isu relawan Jokowi memberikan bantuan makanan ternak untuk para pengungsi. Ada juga hoax tentang bantuan bencana Lombok tidak merata.

Menghadapi kabar bohong yang beredar di tengah masyarakat, BNPB langsung memberikan klarifikasi. BNPB melalui situs resminya dan  cuitan akun twiter  pribadi Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di akun @ Sutopo_PN  mengatakan,  bantuan korban gempa bumi Lombok yang diklaim dari BNPB dan Presiden dikirim melalui PT Pos Indonesia adalah tidak benar.

Sutopo memberikan keterangan tertulis yang diunggah dalam situs resmi BNPB. Ia mengklarifikasi bahwa tidak benar bantuan BNPB dan BPBD dikirim melalui PT Pos Indonesia. Menurutnya, BNPB sejauh ini telah menyalurkan 75 ton bantuan logistik melalui pesawat kargo  untuk penanganan gempa.

Dijelaskan Sutopo, bantuan dari masyarakat, kementerian/lembaga, dikirim  melalui posko TNI dari gudang  logistik di pangan  Udara (Lanud) Halim Perdana Kusuma  di Jakarta dan Lanud Adi Sumarno Boyolali  disalurkan melalui  pesawat hercules. Semua bantuan dicatat dan disalurkan kepada masyarakat terdampak gempa Lombok.

BNPB juga mengatakan bahwa  PT Pos Indonesia telah menggelar program pos peduli korban bencana gempa bumi Lombok sejak 29 juli hingga 16 Agustus 2018. PT Pos Indonesia membantu pengiriman bantuan berupa barang dan donasi uang secara gratis dari wilayah Indonesia.

Terkait  isu makanan ternak dari relawan Jokowi yang ramai menjadi pembicaraan di jejaring FB,  Sutopo dalam cuitannya di akun twiter pribadinya menyanggah bahwa kabar tersebut hoax. Ia menulis bahwa  video yang diunggah di medsos tidak benar. Menurutnya pemerintah maupun relawan Jokowi tidak pernah memberikan bantuan  makanan ternak untuk dikonsumsi para pengungsi.

Begitu juga tentang sebuah video yang memperlihatkan  seseorang tengah  makan serabut kelapa,  Sutopo mencuitkan menyanggah ada pengungsi makan serabut kelapa karena belum mendapat bantuan  di dusun Lendang Batu Desa Kayangan Lombok Utara, karena bantuan logistik diterima rutin sejak 8 Agustus 2018.

Berita hoax juga sempat muncul di Lombok Timur. Seorang perempuan berinisial EW (37 th) ditangkap di Lombok Timur karena dugaan menyebarkan berita hoax terkait  gempa bumi di Pulau Sumbawa.  EW yang sehari-hari bekerja sebagai petani itu ditangkap  tim gabungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Disreskrimsus) Polda NTB dan  satuan Reserse Kriminal  Polres Lombok Timur  di kediamannya di dusun Beruk Desa Penendagandor , Kecamatan Labuhan Haji, Lotim pada  2 Oktober 2018.

Harus diakui bahwa berita hoax di media sosial yang tak kunjung reda karena banyak hal, salah satunya karena minimnya program literasi media digital ke masyarakat. Literasi media sosial sangat penting untuk memberikan kesadaran masyarakat tentang konten yang berpotensi melanggar hukum atau tidak.

Hal kedua yang tak menyurutkan penyebaran kontens hoax dan kebencian  di media sosial adalah ketidak jelasan penegakan hukum. Dalam beberapa kasus seringkali pelaku pencemaran nama baik dan ujaran kebencian tidak diproses hingga tuntas.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah konflik politik di level elite . Hal ini terjadi karena acapkali menular ke masyarakat. Apa yang dilakukan masyarakat sesungguhnya cerminan dari elite politik yang mereka contoh.

Untuk menangkal hoax, salah satu langkah strategis yang bisa dilakukan adalah menghidupkan kembali kekayaan budaya luhur melalui kearifan lokal seperti  kesenian. Kearifan lokal yang ada dalam masyarakat ini mengandung nilai-nilai luhur, kesantunan, dan karakteristik masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang toleran dalam keberagaman.

Pemerhati budaya Sasak, Drs H Lalu Anggawa Nuraksi mengatakan,  perjalan dan sejarah peradaban suku Sasak telah memiliki budaya dalam dunia seni vocal, instrument bahkan dalam seni tulis atau sastra. Menurutnya, seni akan menghasilkan  kehalusan perasaan yang dapat sebagai sarana atau media membangun akhlak, etika dan moral bangsa menjadi bangsa yang berkarakter dan berjatidiri.

Diantara warisan  seni vocal  itu adalah  tembang, bekayat, belakaq dan belawas. Seni vocal ini memberikan ajaran bahwa hidup harus menjaga keseimbangan hubungan antara tiga dimensi yaitu hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama  manusia dan alam sekitarnya.

Hal senada dikemukakan H Mustakim Biawan, seorang budayawan dan seniman asal Sumbawa. Ia meyakini seni menjadi media efektif  untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya mencegah  konten yang berpotensi melanggar hukum seperti penyebaran berita bohong. Salah satu langkah yang bisa dilakukan misalnya mendorong anak –anak muda  ikut mendalami kesenian seperti  seni drama, seni olah vocal  ataupun  seni lukis.

Menurutnya, generasi muda harus diberi kesibukan yang positif daripada menganggur yang ujung-ujungnya waktunya banyak dibuang dengan  main ponsel yang tidak ada gunanya. Bisa juga anggota masyarakat diajak melakukan literasi dengan membuat lukisan di kaos yang berisi ajakan menolak berita bohong ataupun ujaran kebencian.

Sementara itu antropolog dari Universitas Islam Negeri Mataram,  Dr  M Saleh Ending mengatakan  kearifan local dari pulau Sumbawa bisa dimanfaatkan  untuk membangun karakter bangsa.  Sebagai contoh yaitu  seni Lawas.  Lawas sebagai  puisi tradisional yang dilantunkan dalam bentuk cinta, sedih, kritik, nilai ajaran agama Islam dan sebagainya.

Tradisi lawas ini kemudian menjadi pertunjukan Sakeco yang memberikan nilai edukasi seperti pesan agama, nasihat, akhlak dan pendidikan. Pesan-pesan moral yang muncul seperti  gotong royong, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. (tn)

Komentar Anda