Melihat Tradisi Tiu, Warisan Nenek Moyang Warga Desa Jantuk

Jadi Magnet Wisata Baru, Rela Sewa Kuda hingga Jutaan Rupiah

Desa Jantuk
RAMAI: Warga Desa Jantuk Kecamatan Sukamulia Lombok Timur saat menyelenggarakan tradisi tiu di kampong mereka saat hari lebaran. (M HAERUDDIN/RADAR LOMBOK)

Desa Jantuk Kecamatan Sukamulia Lombok Timur merupakan desa yang memiliki tradisi unik saat hari lebaran. Warga setempat baik pria dan wanita sama-sama keluar ke jalan ditemani kuda tunggangan dan berjalan beriringan seperti pawai. Tradisi tersebut oleh warga setempat dinamakan tiu.


M HAERUDDIN-SELONG


RATUSAN kuda mulai berdatangan ke Desa Jantuk pada Rabu (5/6). Kuda-kuda itu sengaja disewa warga setempat untuk ditunggangi. Warga sudah mulai memadati jalan sekitar pukul 12.30 Wita untuk mempersiapkan berbagai kelengkapan berkuda mereka.

Salah seorang warga Jantuk Mukarrom menceritakan, tradisi menunggang kuda memang tradisi yang ditinggalkan nenek moyang mereka. Setiap warga Jantuk harus menunggangi kuda, bahkan dengan harus menyewa mencapi jutaan rupiah dari luar desa mereka. “Ratusan kuda ini sengaja disewa dengan harga yang bervariasi, karena ada yang mencapai Rp 2 juta. Tradisi ini diikuti tidak hanya kaum pria saja tapi ada juga ikut kaum wanita,” ungkap Mukarrom saat ditemui di lokasi kegiatan.

BACA JUGA: Mengenal Naja, Peserta Lomba Hafiz Indonesia Yang Hafal Alquran 30 Juz

Mukarrom menceritakan, tradisi itu mulai dilakukan pada hari lebaran sekitar pukul 16.00 atau setelah selesai salat Asar. Masyarakat menunggang kuda dan memacu kuda mereka di jalanan hingga sekitar pukul 17.30 Wita, atau sebelum maghrib. Setelah itu kuda mereka diistirahatkan untuk dilanjutkan pada dini harinya. “Setelah dilakukan pada sore hari, tradisi ini juga dilakukan pada pukul 03.30 sampai pukul 06.30 pagi. Baru setelah itu warga beristirahat,” terangnya.

Tradisi tiu ini konon dilakukan sebagai bentuk nilai-nilai perjuangan masyarakat dalam melawan para penjajah oleh moyang mereka. Memang masyarakat Jantuk yang merupakan keturunan Sumbawa sebelumnya banyak mengandalkan hidupnya dari beternak kuda. Sementara nama tiu konon merupakan nama bendungan yang berada di Sumbawa yang dijadikan warga untuk lokasi memandikan kuda mereka. “Teradisi tiu ini sudah ada dari jaman nenek moyang kita, sehingga warga Jantuk yang berada di luar juga kalau lebaran dia balik untuk mengikuti tradisi tiu ini. Para pemuda ini kadang patungan untuk menyewa kuda tunggangan, meskipun tidak jarang banyak juga yang memiliki kuda asli,” terangnya.

BACA JUGA: Menengok Prosesi Praja Sunatan di Desa Batujai

Bertahannya tradisi tiu atau menunggang kuda itu membuat desanya banyak dikunjungi wisatawan asing. Bahkan wisatwan asing rela untuk datang pada dini hari demi bisa menonton kegiatan tersebut. “Kuda yang ditunggangi juga tidak lengkap karena cukup dengan tali kekang kita pakai. Dan ini memang sudah menjadi kebiasaan warga setempat,” terangnya.

Sementara itu, Izah salah seorang warga Pancor yang menikah ke Desa Jantuk mengaku bahwa dengan adanya kegiatan tersebut, tidak jarang membuat keluarganya di Pancor sampai rela untuk menginap di kediamannya. Karena teradisi itu merupakan tradisi yang langka dan menjadi daya tarik tersendiri bagi warga luar. “Pokoknya seru, makanya kalau lebaran desa Jantuk selalu ramai dari warga setempat maupun warga luar daerah, termasuk turis,” tambahnya. (**)

Komentar Anda