Kuota Pupuk Subsidi NTB 2024 Dipangkas

TANAM PADI: Para petani di Desa Kuranji, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat, mulai menanam padi di awal musim tanam tahun 2024. (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Mengawali musim tanam tahun 2024, kabar kurang menggembirakan kembali menghampiri para petani di Provinsi NTB. Pasalnya, ditengah Presiden Joko Widodo menyetujui penambahan kuota pupuk subsidi, ternyata kuota pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah pusat ke NTB tahun 2024 ini justru dipangkas.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB, Muhammad Taufiek Hidayat mengatakan besaran kuota pupuk subsidi yang dipasok untuk NTB tahun 2024 menurun dibandingkan tahun sebelumnya (2023).

Tahun 2024, kuota pupuk urea sebesar 130.115 ton, atau turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 182.848 ton. Kemudian pupuk NPK yang semula sebanyak 106.052 ton, turun menjadi 89.182 ton, dan NPK formula khusus dari 1.121 ton menjadi 153 ton.

Namun dari sisi persentase usulan e-RDKK, kuota pupuk tahun 2024 meningkat sebesar 52,73 persen untuk urea, 29,44 persen NPK, dan 14,45 persen NPK formula khusus. Dimana tahun 2023 kuota pupuk urea sebesar 48,9 persen, NPK 30 persen dan NPK Formula Khusus 17 persen. “Tapi dari besaran kuota pupuknya menurun,” kata Taufiek kepada Radar Lombok, kemarin.

Baca Juga :  Dua Guru Besar Mendaftar Jadi Balon Rektor Unram

Tidak hanya itu, Pemerintah Pusat juga secara resmi mencabut subsidi pupuk bagi petani tembakau. Hal ini sangat disayangkan oleh Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) NTB, Sahmimudin. Karena pencaburtan subsidi pupuk itu dinilai merugikan petani tembakau, karena berpengaruh terhadap ongkos produksi yang semakin membengkak. “Kan lebih baik subsidi pupuk dicabut, tapi barangnya ada,” sesalnya.

Sahmimudin menilai pendistribusian pupuk melalui Simluhtan atau e-RDKK, hanya menguntungkan segelintir orang saja. Pasalnya, masih banyak permasalahan yang ditemukan di lapangan. Misalnya lahan yang sudah disewakan, tetapi jatah pupuknya tidak diberikan petani.

Kemudian ketika pupuk datang, petani justru tidak punya uang untuk membayar pupuk subsidi. Alhasil, pupuk ditebus pengecer, dan selanjutnya pihak pengecer menjual ke orang lain dengan harga lebih mahal.

Baca Juga :  Pemprov Didesak Atensi Kelangkaan Minyak Goreng

“Belum lagi adanya dugaan permainan ketua kelompok, juga aparat yang difungsikan untuk mengawasi. Siapa jamin tidak ikut bermain? Alasan klasik kalau pupuk tidak ada di bulan Desember, pasti ombak (cuaca) jadi alasan,” sindirnya.

Padahal sambung Sahmimudin, produksi tembakau di NTB, pulau Lombok khususnya, didominasi oleh tembakau Virginia, jenis tembakau yang dikeringkan dengan cara pengomprongan. Dimana jenis tembakau ini lebih efesiensi untuk satu oven, membutuhkan lahan luas tanam 1,3 hektar – 2 hektar sesuai dengan ukuran oven.

Sementara kenyataan di lapangan, rata-rata luas lahan petani di Lombok tidak sampai 2 hektar. Sehingga untuk memenuhi luas lahan tersebut, petani tembakau menyewa atau atau malah mengajukan jaminan di pegadaian. “Jadi kalau ada pengamat atau siapapun yang mengatakan petani tembakau di Lombok ini kaya, dan rata-rata punya sawah dua hektar, maka itu ngawur atau tidak pernah turun ke lapangan,” tandasnya. (rat)

Komentar Anda