ASN RSUP Terduga Teroris Masih Terima Gaji

Muhammad Nasir (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Satu dari tiga terduga teroris asal Desa Rumak, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, yang ditangkap oleh Tim Densus 88 Antiteror sampai saat ini belum dipecat dari Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTB, Muhammad Nasir mengungkapkan pria berinisial R yang diduga berafiliasi dengan jaringan teroris itu masih berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) di RSUP NTB. Bahkan yang bersangkutan juga masih mendapatkan hak gaji secara penuh dari RSUP tempat ia bekerja.

“Status pegawainya masih pegawai (ASN,red) penuh. Belum diberhentikan,”Ungkap Kepala BKD NTB Muhammad Nasir saat ditemui di Mataram, Rabu (15/11).

Nasir menjelaskan alasan R belum bisa diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai pegawai ASN di RSUP, karena sampai saat ini belum ada surat perintah penahanan secara resmi dari kepolisian yang diperoleh BKD NTB.

“Mau ambil tindakan untuk diberhentikan dasarnya apa, kan seperti teman-teman yang ditahan pasti mendapat surat perintah penahanan. Tapi pada kasus ini kita sama sekali belum mendapat surat perintah penahanan terhadap satu ASN terduga teroris itu dari pihak kepolisian,” ungkap Nasir.

Disampaikan Nasir, ketika ASN terjerat hukum kama mereka dapat diberhentikan sementara, dengan syarat harus ada surat perintah penahanan dari pihak kepolisian. Sebagai contoh saat kejaksaan menahan ASN lingkup Provinsi, maka surat perintah penahanan dari kejaksaan itu dapat dijadikan sebagai acuan untuk memberhentikan sementara mereka dari jabatanya sebagai ASN.

Baca Juga :  Usulan Sultan Salahuddin Bima Jadi Pahlawan Nasional Butuh Langkah Politis

“Jika ditahan oleh polisi maka surat penahanan dari polisi. Sementara pada kasus ini surat penahanan tidak ada,” katanya.

Karena dasar pemberhentian sementara ASN terduga teroris sampai saat ini belum diterima BKD NTB. Sementara tidak boleh ada kekosongan hukum mengingat kasus ini juga sudah terlalu lama. Pun BKD NTB juga tidak ingin ada pihak yang keberatan karena R diberikan gaji, padahal sudah tidak bekerja lagi.

Maka pihaknya melakukan koordinasi dengan Deputi Bidang Pengawasan BKN terkait apa yang menjadi intervensi Pemprov terhadap status ASN terduga teroris tersebut. Pasalnya permasalahan hukum yang melibatkan ASN terjaring teroris ini merupakan kali pertama terjadi di NTB.

“Tapi di BKN bilang masih rapatkan dengan tim. Kalau Densus memastikan paling cepat tiga bulan. Sementara di kasus yang lain baru seminggu sudah ada keluar SK pemberhentian sementara. Sehingga ini yang menjadi persoalan agak pelik,” tutur Nasir.

“Dia (Densus 88, red) hanya konsultasi dan berdiskusi dengan kita. Tetapi kita masih menunggu jawaban dari BKN dan Kemenpan RB,” tambahnya.

Baca Juga :  Tak Dilibatkan LSMC 2023, karena Astindo Bukan Mitra Dispar

Sementara pihak Direktur Utama RSUP NTB, kata Nasir juga sudah bersurat ke BKD NTB untuk menindaklanjuti status kepegawaian dari bawahannya itu. Yang dijawab, begitu ada surat perintah penahanan secara resmi dari pihak kepolisian, maka segera terbit SK pembebasan atau pemberhentian sementara R sebagai ASN.

Sesuai aturan, ASN yang ditahan karena tersangkut kasus maka akan mendapatkan SK pemberhentian sementara. Begitu juga dengan gaji yang menjadi haknya akan dipotong sebesar 50 persen.

Nasir berasumsi kenapa Densus 88 belum menyerahkan surat perintah penahanan, karena masih ada orang lain yang sedang diawasi. “Kemungkinan masih ada yang diincar, itu asusmsi kita. Entah dia PNS atau masyarakat umum yang sedang dalam pengawasan,” duganya.

Sementara Dirut RSUP NTB, Lalu Herman Mahaputra yang coba diminta tanggapan mengenai informasi bawahannya yang terlibat teroris, namun masih menerima gaji. Hingga berita ini diturunkan belum juga merespon.

Upaya konfirmasi juga dilakukan kepada Humas RSUP NTB, Solikin. Setali tiga uang, Solikin juga enggan memberikan komentar terhadap perseoalan tersebut. “Langsung saja telepon Dirut (Lalu Herman, red),” singkatnya. (rat)

Komentar Anda