Ketimpangan Ekonomi NTB Masih Lebar

Badan Pusat Statistik (BPS)

MATARAM–Ketimpangan pendapatan dan pengeluaran penduduk di Provinsi NTB masuk dalam kategori menengah. Artinya, ketimpangan pendapatan antara penduduk miskin dengan yang kaya masih terdapat jurang cukup lebar. Terlebih lagi ketimpangan pendapatan lebih melebar di perkotaan dibandingkan dengan pedesaan.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Endang Tri Wahyuningsih mengatakan, ketimpangan pendapatan ’gini ratio’ di Provinsi NTB pada September 2016 terjadi penurunan dan masuk dalam kategori menengah.

[postingan number=3 tag=”BPS”]

”Ketimpangan ekonomi di NTB masuk kelas menengah dari 34 Provinsi se-Indonesia. Ini perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah dalam menjaga jarak tidak terlalu jauh ketimpangan ekonomi penduduk,” kata Endang Tri Wahyuningsih, Rabu kemarin (1/2).

BPS mencatat ketimpangan ekonomi ’gini ratio’ Provinsi NTB masuk di kategori menengah sebesar 0,365. Sementara itu Provinsi Bangka Belitung sebagai daerah yang memiliki ketimpangan ekonomi terendah sebesar 0,288, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah dengan ketimpangan ekonomi tertinggi sebesar 0,425.

Baca Juga :  Forum G20 Wadahi Pengembangan UMKM

Menurut Endang, idealnya untuk menjaga ketimpangan ekonomi antara si kaya dan yang miskin tidak terlalu melebar jauh paling tidak berada di angka 0,2 atau dibawah 0,3. Hal tersebut sangat penting agar jarak ketimpangan ekonomi penduduk kaya dan miskin tidak terpaut jauh yang justru berdampak terhadap jumlah penduduk miskin yang semakin tinggi dan kesenjangan ekonomi yang bisa berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat.

”Pemerintah daerah perlu berupaya keras untuk menurunkan rasio ketimpangan pendapatan ’gini ratio’ penduduk di NTB, sehingga kemiskinan bisa berkurang,” kata Endang.

Untuk menurunkan ketimpangan ’gini ratio’ atau ketimpangan ekonomi, Endang menyarankan, pemerintah daerah NTB melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah memperluas peluang kerja bagi masyarakat, memperbanyak program kerja padat karya, serta menumbuhkan industri mikro dan usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM). Dengan demikian, semakin banyak penduduk yang bekerja dan mendapatkan penghasilan, maka akan berdampak mempengaruhi perbaikan ketimpangan ekonomi.

Baca Juga :  Ibu Negara Iriana Jokowi Kagumi Kain Tenun Pringgasela

Lebih lanjut Endang mengatakan, meningkatnya jumlah dan persentase penduduk yang bekerja dengan status berusaha sendiri atau dibantu pekerja tidak dibayar yang merupakan kelompok terbesar pada kelas menengah, sebagai dampak dari lebih kondusifnya pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), bahwa terjadi peningkatan jumlah pekerja yang berusaha sendiri atau dibantu pekerja tidak dibayar. Begitu juga dengan untuk lapangan usaha  industri pengolahan, konstruksi, perdagangan, dan angkutan peningkatannya jauh lebih tinggi. (luk)

Komentar Anda