58 Ribu Ton Beras dari Jatim dan Thailand akan Masuk NTB

MATARAM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB melalui Perum Bulog berencana mendatangkan sebanyak 45 ribu ton beras dari Provinsi Jawa Timur, dan 13 ribu ton dari Thailand. Kedatangan beras move in ini dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dalam daerah yang semakin menipis, sekaligus merespon mahalnya harga beras di lapangan.

“Stok (beras) kita, khususnya di NTB untuk bantuan pangan dan SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan) memang membutuhkan beras yang cukup besar. Saat ini NTB masih memunggu produksi panen. Untuk itu kami berencana mendatangkan beras dari Jawa Timur jenis LN (Thailand dan Vietnam) yang jumlanya 45 ribu ton, dimana yang sudah masuk ke gudang sebanyak 4.700 ton,” ungkap Pimpinan Wilayah Perum Bulog NTB, Raden Guna Dharma, Senin (26/2).

Puluhan ribu beras SPHP dan program bantuan pangan (Bapang) yang didatangkan dari Jatim itu, kata Raden, sedang dalam perjalanan. Pengiriman beras dari Jatim ini melalui jalur darat, yakni di Pelabuhan Bima untuk Pulau Sumbawa, dan Pelabuhan Lembar untuk di Pulau Lombok. Diperkirakan beras move in itu akan tiba di NTB pada pekan pertama bulan Maret 2024. “Masih dalam perjalanan 23 ribu ton, dan sisanya kami masih meninggu perintah logistik dari Perum Bulog Pusat,” ujarnya.

Dari 45 ribu ton beras yang dikucurkan ke dalam daerah (NTB), alokasi untuk bantuan pangan sebanyak 6 ribu ton per harinya bagi masyarakat kurang mampu. Sedangkan untuk kebutuhan operasi pasar jumlanya tidak terbatas.

Tidak hanya itu, selain mendatangkan puluhan ribu ton beras dari Jawa Timur. Perum Bulog juga berencana untuk melakukan impor sebanyak 13 ribu ton beras dari Thailand dan Vietnam. Bahkan rencana impor beras dari negara asal ini kata Raden, sudah diketahui oleh Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi. Beras impor ini untuk memenuhi cadangan pangan daerah.

“Sudah saya laporkan (kepala daerah, red), kami sudah koordinasi dengan bea cukai dan karantina untuk persiapan menerima beras impor. Mereka juga sudah siap, dan tidak ada penolakan seperti dulu,” jelas Raden.

Pemerintah pusat memberikan tanggungjawab kepada Perum Bulog untuk melayani kebutuhan masyarakat, khususnya beras untuk penyaluran bantuan pangan dan operasi pasar. Dia mengimbau kepada masyarakat, agar jangan sampai panic buying menyikapi persoalan beras ini. Dia memastikan stok beras di Bulog cukup hingga 2-3 bulan kedepan.

“Yang kami prioritaskan itu untuk bantuan pangan, karena itu untuk masyarakat yang tidak mampu. Jumlah 45 ribu ton kalau dialokasikan tiga bulan kedepan, masih cukup untuk eperasi pasar sebanyak-banyaknya,” jelasnya.

Terpisah, Asisten II Setda NTB Fathul Gani mengatakan opsi mendatangkan beras dari luar daerah itu pasti dilakukan. Karena opsi tersebut salah satu alternatif yang bisa dilakukan saat stok beras dalam daerah kurang. “Itu mengambil beras kita yang dibawa keluar. Mau tidak mau kita harus lakukan opsi itu jika cadangan stok lokal kita minimal,” ujarnya.

Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB itu membantah jika NTB disebut darurat beras. Sebab, Pemerintah Kabupaten/Kota tidak ada yang mengklaim darurat beras didaerah masing-masing. Dia menyebut stok beras dalam daerah saat ini tinggal 6 ribu ton.

Diprediksi stok beras aman hingga lebaran nanti, mengingat Pemprov NTB kata Gani juga sudah mengamankan stok beras untuk jangka pendek. “Kita akui harga beras mahal, Rp 17 ribu sampai Rp 19 ribu per kilogram, dan untuk beras premium Rp 19 ribu hingga Rp 20 ribu per kilogram. Ini menjadi atensi,” jelasnya.

Adapun mengenai bantuan tak terduga (BTT) dari pemerintah, menurut Gani hanya bisa disalurkan ketika memang sangat diperlukan. Dalam hal ini perlu ada perhitungan yang cermat, seperti ketersediaan stok beras di Bulog, dan memastikan anggaran untuk OP (Operasi Pasar) di tiga OPD dan lainnya.

“Ketersediaan stok di Bulog aman dalam kurun waktu tertentu, dan target kita hingga puasa lebaran aman. Jadi BTT (bantuan tak terduga) tidak perlu dikeluarkan,” ujarnya. (rat)

Komentar Anda