2017, Ekspor Produk Non Tambang di NTB Anjlok

Ilustrasi Ekspor
Ilustrasi

MATARAM–Komoditi produk ekspor NTB sejak tahun 2015 hingga 2017 tidak ada perkembangan, bahkan semakin menurun. Justru ekspor luar negeri dari NTB, hampir 100 persen masih mengandalkan sub sektor pertambangan konsentrat produksi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).

“Kontribusi ekspor luar negeri produk non tambang di NTB itu hanya 0,11 persen, dari total nilai ekspor di tahun 2017. Kotribusi ekspor pertambangan konsentrat itu mencapai 99,98 persen,” kata Kepala Bidang PLN Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Hj Baiq Hudayani, Rabu kemarin (10/1).

Baca Juga :  Ekspor Produk NTB Masih Lewat Luar Daerah

Hudayani mengakui jika realisasi nilai ekspor produk non tambang masih sangat minim, bahkan kecenderungannya menurun. Jika tahun 2016 lalu realisasi ekspor sektor non tambang dari NTB sekitar 0,71 persen, maka tahun 2017 justru menurun menjadi 0,11 persen.

Tidak hanya terjadi penurunan, lanjut dia, produk sektor non tambang yang masuk dalam barang ekspor dari NTB juga tidak ada perkembangan, hanya itu-itu saja. Padahal, potensi produk non tambang asal Provinsi NTB itu sangat besar. Berbagai kerajinan anyaman, hasil pertanian, perikanan dan kelautan serta lainnya.  Hanya, saja yang masih mendominasi ekspor produk non tambang, masih didominasi bibit indukan udang faname, ikan hias, kerajinan buah kering dan mutiara.

“Hanya saja untuk mutiara ini kita di NTB masih ekspor dalam bentuk barang gelondongan. Mestinya yang di ekspor itu yang sudah diolah jadi bahan kerajinan, sehingga memiliki nilai tambah,” ujarnya.

Sementara Kepala Seksi Ekspor Luar Negeri, Bidang PLN Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Rahmat Wira Putra, menyebut pelaku usaha yang langsung melakukan ekspor ke luar negeri dari Provinsi NTB masih sedikit. Hal tersebut dapat dilihat dari masih sedikitnya pengusaha yang mengajukan Surat Keterangan Asal (SKA) sebagai syarat mengirim barang ke luar negeri atau menjadi eksportir. “Selama tahun 2017 itu kami hanya mengeluarkan 98 SKA. Artinya, sedikitnya SKA yang keluar, berarti ekspor luar negeri juga sedikit,” jelasnya.

Dikatakan, jika melihat potensi produk ekspor NTB untuk sektor non tambang cukup tinggi. Sebut saja, kopi, kelapa, dan berbagai produk pertanian serta perkebunan dan perikanan kelautan. Bahkan dalam data ekspor luar negeri NTB, pada tahun 2017 salah satu produk ekspor NTB tidak lagi ada, seperti kelapa. Padahal, nilai ekspor kelapa setiap tahunnya cukup tinggi.

Lanjut Wira, dalam melakukan ekspor luar negeri, pelaku usaha asal NTB juga masih mengalami berbagai kendala, salah satunya adalah minimnya jejaring ataupun pembeli di luar negeri. Akibatnya, pelaku usaha asal NTB untuk ekspor, harus melalui pengusaha pihak ketiga asal luar NTB, baik itu dari Bali, Surabaya ataupun Jakarta. “Masih banyak juga pelaku usaha mengirim barang itu dari pihak ketiga. Sehingga ekspor produk NTB tidak tercatat di dalam daerah,” terangnya.

Sedangkan Ketua Asosiasi Pengusaha Eksportir Indonesia (Apek) NTB, H. Anhar Tohri mengatakan, realisasi ekspor produk unggulan berupa kerajinan tangan asal Provinsi NTB kian hari tidak ada perkembangan yang membanggakan.  Bahkan realiasi ekspor luar negeri asal NTB untuk produk non tambang semakin menurun dibawah angka 1 persen.

Menurut Tohri jumlah pelaku usaha yang melakukan ekspor tidak ada penambahan dan orangnya itu-itu saja. Begitu juga dengan pelaku industri, kecil dan menengah (IKM) yang memproduksi juga tidak ada penambahan.

“Pemerintah daerah dalam hal ini SKPD teknis terkait terkesan hanya melatih orang yang itu-itu saja. Kita meminta SKPD untuk serius memberikan pelatihan dan penampingan bagi IKM,” kata Tohri.

Padahal, lanjut Anhar, semestinya yang mendapatkan pelatihan khususnya tentang ekspor itu adalah pelaku IKM yang sudah menghasilkan produk. Tapi pelaku IKM tersebut memiliki produk yang belum memenuhi standar, dan karena itu perlu diberikan pelatihan, pendampingan agar produk IKM tersebut bisa memenuhi standar mutu dan kualitas ekspor. “Bukan sebaliknya, yang ikut pelatihan ekspor itu calon IKM dan belum memiliki produk. Pelatihan itu sama saja artinya bohong,” tegas Tohri.

Baca Juga :  Selly Sesalkan Pengusaha Ekspor Gunakan SKA Luar NTB

Tohri berharap SKPD teknis terkait yang berkaitan langsung dalam pelatihan dan pendampingan bagi pelaku IKM/UMKM untuk betul-betul melatih orang yang betul-betul pelaku usaha. Sehingga pelatihan itu tidak terkesan hanya sebatas proyek saja. “Sebaiknya SKPD juga memberi kesempatan kepada pelaku UMKM/IKM yang lain untuk ikut pameran, sehingga ada regenerasi. Karena produk mereka juda tidak kalah kualitasnya dengan yang lain,” ucapnya. (luk)

Komentar Anda