Terakhir Diperbaiki 1977, Pemprov Ngotot Renovasi Kantor Gubernur

Pemerhati Anggaran: Rehab Sebaiknya Bertahap

KANTOR GUBERNUR NTB: Tampak bangunan kantor Gubernur NTB yang tidak pernahi diperbaiki sejak tahun 1977, dan hendak direnovasi oleh Pj Gubernur NTB agar representatif. (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB tetap pada keinginannya untuk melakukan renovasi kantor Gubernur NTB, dengan anggaran sebesar Rp 40 miliar, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024.

Penjabat (Pj) Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi memastikan rencana Pemprov untuk merenovasi Kantor Gubernur tidak akan menggaggu proses sisa pembayaran utang Pemprov kepada rekanan. “Diatas semua komitmen adalah penyehatan anggaran. Itu komitmen utama. Silahkan dikomunikasikan jika memungkinkan jalan. Tapi kalau tidak, ya (tidak renovasi, red),” ungkapMiq Gita, sapaan akran Pj Gubernur NTB saat ditemui usai menghadiri Sidang Paripurna di Gedung DPRD NTB, Senin (20/11).

Disampaikan, rencana Pemprov merenovasi Kantor Gubernur karena melihat NTB ke depan banyak menjadi tuan rumah berbagai event, mulai dari gelaran nasional hingga internasional. Dia ingin Pemprov dapat menyediakan ruang yang lebih refresentatif kepada para tamu yang datang ke NTB. “Kita sudah sampaikan 2028 kita menjadi tuan rumah PON. Kemudian 2024 tuan rumah banyak event MICE,” ujarnya.

Sementara kondisi saat ini sudah banyak organisasi masyarakat yang menyelenggarakan event di Gedung Kantor Gubernur. Dari event itu, ada yang bisa difasilitasi Pemprov, namun tidak sedikit juga yang belum bisa difasilitasi oleh Pemprov.

Bahkan Gedung Sangkareang sekarang ini banyak diperuntukkan untuk kegiatan dinas, namun tidak cukup ruang. Sedangkan Gedung Graha yang lebih representatif justru memiliki kapasitas terlalu besar. Melihat ruang-ruang medium di Kantor Gubernur yang masih sangat kurang, maka muncul keinginan Pj Gubernur untuk menyediakan ruang yang lebih representatif untuk semua kegiatan.

“Karena kita mulai banyak dikunjungi tamu-tamu, baik sekala Nasional maupun Internasional. Sehingga membutuhkan tempat meeting yang representatif,” jelasnya.

Alasan lainnya Kantor Gubernur juga sudah cukup lama tidak diperbaiki, yakni sekitar tahun 1977 silam. Termasuk kondisi instalasi listrik yang juga sudah tidak memadai. Sebelumnya instalasi listrik hanya untuk penerangan. Tapi kemudian sekarang makin berkembang untuk berbagai kebutuhan lainnya. Seperti untuk AC, komputer, charger, bahkan tidak satupun kegiatan yang luput dari elektrik.

Baca Juga :  Tiga Kapolres di NTB Diganti

“Kita khawatir sebelum hal-hal buruk terjadi. Saya memang penekanannya pada jangan sampai gedung tua, terus kurang perawatan dan kurang perhatian kita, yang berpotensi terjadi musibah kebakaran dan lainnya,” ujar Miq Gita.

Apakah nilai Rp 40 milliar itu sudah cukup untuk merevitalisasi Kantor Gubernur NTB? Miq Gita terkesan enggan menanggapi, karena sifatnya terlalu teknis. “Intinya saya minta ruang yang representatif. Saya tidak ingin menyebut jumlah dan sebagainya,” tandasnya.

Sementara itu, kalangan DPRD Provinsi NTB sendiri telah menolak secara tegas rencana rehab kantor Gubernur NTB dengan alokasi anggaran sebesar Rp 40 miliar tersebut. seperti Anggota Badan Anggaran (Banggar) yang juga Ketua Komisi V DPRD Provinsi NTB, Lalu Hadrian Irfani, menilai renovasi Kantor Gubernur belum urgen untuk dilakukan, terlebih kondisi keuangan daerah yang relatif berat. “Jangan sampai ini justru memunculkan beban utang baru,” tegasnya.

Seharusnya Pj Gubernur NTB lebih fokus dalam upaya melakukan penyehatan terhadap kondisi APBD, dan bukan justru berpikir hal yang lain-lain. “Kalau keuangan daerah stabil, kesejahteraan rakyat meningkat, dan tidak ada beban utang, silakan,” ujar Ketua DPW PKB NTB ini.

Terpisah, pemerhati anggaran, Hendriadi mengatakan jika Pemprov NTB tetap berkeinginan melalukan renovasi kantor Gubernur NTB, maka sebaiknya dilakukan secara bertahap. Pasalnya, alokasi anggaran sebesar Rp 40 miliar untuk rehab kantor Gubernur dinilai sangat besar, ditengah kondisi keuangan daerah yang relatif sulit.

“Kalau pun tetap mau rehab kantor Gubernur, sebaiknya dilakukan bertahap, sehingga anggarannya tidak terlalu besar,” kata mantan Direktur Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB, kepada Radar Lombok, kemarin.

Baca Juga :  PPK Proyek Kolam Labuh Labuhan Haji Dituntut 8 Tahun

Diakui, keberadaan kantor sebagai salah satu instrumen penunjang dalam meningkatkan kinerja dari birokrasi. Namun itu juga harus disesuaikan dengan kondisi kemampuan keuangan daerah. Jika memang kondisi keuangan daerah relatif berat, maka sebaiknya tidak perlu dilakukan rehab kantor Gubernur sekaligus dengan alokasi anggaran yang mencapai Rp 40 miliar.

Disisi lain, dengan alasan keuangan daerah sulit, Pemprov justru tidak maksimal memberikan dukungan anggaran bagi pelaksanaan kontestasi di Pilkada serentak 2024. Selain itu, Pemprov juga menghentikan anggaran bagi beasiswa keluar negeri.

“Kita sayangkan kebijakan anggaran seperti ini. Anggaran Pilkada tidak maksimal, dan beasiswa disetop. Tapi anggaran dialihkan untuk rehab kantor Gubernur,” tandasnya.

Sedangkan Peneliti Pusat Studi dan Kebijakan Publik (Pusdek) UIN Mataram, Dr Agus mengatakan, sebaiknya Pj Gubernur fokus dengan tugas dan tanggung jawab utama yang dibebankan oleh pemerintah pusat, yakni mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 dan Pilkada serentak 2024.

Pj Gubernur hanya menjabat selama satu tahun, dan per tiga bulan di evaluasi. Sebab itu, Pj Gubernur sebaiknya tidak memikirkan hal yang diluar tugas dan tanggung jawabnya tersebut. “Biarlah nanti rehab kantor Gubernur itu menjadi urusan Gubernur hasil Pilkada,” imbuhnya.

Bagaimanapun kata dia, alokasi anggaran Rp 40 miliar untuk rehab kantor Gubernur dipastikan akan menyedot pos anggaran lainnya. Sehingga pos untuk anggaran kesejahteraan masyarakat tidak maksimal. “Fokus saja Pj Gubernur dengan tugas utamanya,” tandasnya.

Kesempatan itu, Agus juga menyatakan setuju dengan disetopnya anggaran beasiswa ke luar negeri. Pasalnya, kewenangan untuk pendidikan perguruan tinggi menjadi domain pemerintah pusat. Sedangkan domain dari Pemprov adalah pendidikan SMA dan SMK. “Kondisi pendidikan SMA dan SMK di NTB masih cukup memprihatinkan,” pungkasnya. (rat/yan)

Komentar Anda