Ratusan Ribu Hektar Hutan NTB Rusak

Ratusan Ribu Hektare Hutan NTB Rusak
MENJAGA HUTAN : Pemprov NTB masih belum bisa menjaga hutan dari praktek ilegal logging dan perambahan. (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAMKerusakan hutan masih menjadi momok menakutkan di wilayah Provinsi NTB.  Meski Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, telah mengamanahkan kewenangan sektor kehutanan dari kabupaten/kota ke provinsi.

Tapi, kerusakan hutan masih saja terus terjadi hingga sekarang ini. Data terakhir Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB menyebutkan, terdapat ribuan hektare hutan telah rusak dalam 1 tahun terakhir. “Kerusakan hutan memang masih terjadi, tapi gak terlalu banyak sih seperti sebelum-sebelumnya,” ucap Kepala Dinas LHK Provinsi NTB, Madani Mukarom kepada Radar Lombok, Rabu kemarin (21/3).

Adanya peralihan kewenangan, diharapkan untuk lebih bisa menjaga hutan dari illegal logging (pembalakan liar) dan juga perambahan. Hal itulah yang masih belum efektif bisa dilaksanakan dengan baik oleh Pemprov NTB. Terbukti, kerusakan hutan masih saja terus terjadi. Meskipun begitu, Dinas LHK tidak ingin disudutkan. Luas kerusakan hutan setelah dipegang provinsi, sudah bisa ditekan cukup signifikan. “Sepanjang tahun 2017 itu memang ribuan hektare hutan rusak, ada sekitar 2300 hektare. Tapi kalau dibandingkan dengan tahun 2016 ke belakang, itu setiap tahun lebih dari 20 ribu hektare kerusakan hutan,” kata Mukarom.

Wilayah yang paling banyak terjadi kerusakan hutan terjadi di pulau Sumbawa. Kemudian setelah itu di Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah. “Kita sudah lakukan upaya reboisasi, tapi kan hasilnya gak bisa kita lihat langsung. Ada sekitar 6.300 hektare kita mampu lakukan reboisasi setelah dipegang pemprov,” sebutnya.

Baca Juga :  DPRD Lotim Temui Penggarap Hutan Sambelia

Menurut Mukarom, peralihan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi sangat berdampak positif. Masuknya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) mampu menahan dan mengurangi praktik ilegal logging dan perambahan. Langkah Pemprov NTB untuk terus menjaga kondisi hutan yaitu mengoptimalkan koordinasi dengan aparat kepolisian dan TNI. Termasuk melibatkan seluruh aparat pemerintah terbawah seperti desa dan kecamatan. “Kita sudah punya Perda DAS (Daerah Aliran Sungai). Tapi kan untuk eksekusinya tergantung anggaran,” ujar Mukarom.

Perda tentang DAS sejak beberapa waktu lalu telah disahkan DPRD Provinsi NTB. Perda tersebut sangat penting keberadaannya sebagai payung hukum dalam mencegah dan mengendalikan kerusakan hutan. ” Perda itu masih terus disosialisasikan ke masyarakat,” katanya.

Hutan di wilayah NTB seluas 1.071.722,83 hektare, kondisi yang rusak hingga saat ini mencapai 580.000 hektare lebih. Itu artinya, lebih dari separuh hutan di NTB telah rusak. Angka tersebut bahkan meningkat apabila dibandingkan dengan kerusakan hutan tahun 2015 yang hanya 578.645 hektare. Hutan yang rusak dan sudah pada tingkat sangat kritis sekitar 23.218,61 hektaer, tingkat kritis 154.358,31 hektare dan agak kritis 401.069,05 hektare.

Baca Juga :  Kejaksaan Terima Draf Kerugian Negara

Hutan yang rusak di Kabupaten Bima sebanyak 161.256,53 hektare. Selanjutnya di Sumbawa 148.655,09 hektare, Lombok Tengah 65.620 hektare, Lombok Timur 47.423,33 hektare, Lombok Utara 44.364,02 hektare, Dompu 36.793,06 hektare, Sumbawa Barat 34.061,61 hektare, Lombok Barat 32.865,45 hektare, Kota Bima 6.643,71 hektare dan terakhir Kota Mataram 963,17 hektare.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi NTB, Murdani menilai, pemprov masih lalai dalam menjaga wilayahnya. Kerusakan hutan masih saja terjadi, dan hal itulah yang menjadi salah satu penyebab seringnya terjadi bencana di NTB. Walhi NTB telah menyampaikan ke pemprov sejak tahun 1998 tentang keruskan hutan. Namun, pemprov tidak segera melakukan antisipasi secara serius. Hutan-hutan yang masih dalam kondisi baik terus dijarah. “Para mafia dan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab masih leluasa mengambil keuntungan dari hutan NTB. Telah banyak wilayah yang dulunya hutan kini telah berubah menjadi ladang,” sebutnya.

Menurut Murdani, sampai saat ini belum ada implementasi serius dari bawahan gubernur untuk menjaga hutan. “Jangan sampai hutan makin habis baru bersikap dan melakukan penindakan. Ilegal logging dimana-mana, terus baru gagalkan satu praktik ilegal logging saja sudah bangga dan diumumkan. Marilah kita bekerja serius,” ajaknya. (zwr)

Komentar Anda