Prof Tamsil Bantah Anaknya Suka Memaki Seperti Dituduhkan oleh Pembunuh

Prof Tamzil saat menjemput jenazah anaknya Wahyu Dian Silviani, S.Si., M.Env (34) di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo, Jumat (25/8/2023). (IST/RADAR SOLO)

MATARAM–Jenazah Wahyu Dian Silviani, S.Si., M.Env (34) sudah dimakamkan di Mataram pada Sabtu (26/8/2023).

Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo itu dibunuh dengan brutal di rumah temannya, yang berdekatan dengan rumahnya yang direnovasi di Gatak, Sukoharjo, Jawa Tengah pada Kamis (24/8/2023).

Pembunuhnya adalah Dwi Feriyanto (23) warga Desa Tempel, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, yang merupakan buruh bangunan di rumah Dian.

Dwi ditangkap di rumahnya pada Jumat (25/8/2023) dini hari. Kapolres Sukoharjo AKBP Sigit mengatakan
Dwi mengaku tega menghabisi nyawa Dian lantaran merasa sakit hati sering dikatain.

“Motifnya sakit hati, lalu membunuh korban dan juga mengambil HP dan uang korban,” ungkap Kapolres

Berdasarkan hasil autopsi pihak medis, terdapat luka lebam di paha kanan dan tidak ada kekerasan seksual. Lalu, ada luka tusuk di dada kanan, di atas payudara dan di atasnya. Selain itu, terdapat sayatan di samping ketiak kanan.

Lalu, lengan sebelah kiri bagian dalam terdapat luka terbuka, luka bacok dari pelipis sampai pipi kanan sekitar 10 cm, bibir kanan terdapat luka tusuk, luka terbuka hidung atas.

Pelipis kiri terdapat luka sayat, alis kanan ada sayatan, kepala kiri belakang ada bekas sayatan sekitar 5 sayatan. Serta kepala belakang sebelah kanan terdapat benjolan.

Dwi Feriyanto juga mengaku sakit hati kepada korban. “Senin lalu, dibodoh-bodohin, ditolol-tololin. Lalu habis kerja timbul niat membunuh,” katanya.

Dwi mengaku, menusuk korban satu kali dan menyabet korban tiga kali dengan pisau. Korban sempat mau merebut pisau, tapi gagal.

“Setelah meninggal, saya tutup pakai kasur,” katanya.

Sementara itu Prof. Dr. H. Moh. Hasil Tamsil, M.Si, Guru Besar Universitas Mataram membantah anaknya, Dian suka memaki. Ia tidak percaya anaknya memaki pelaku.

“Tidak mungkin anak saya akan memaki, mencaci. Itu bukan tipe anak saya. Anak saya santun pintar bergaul, menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan status,” jelas Guru Besar di Fakultas Peternakan Universitas Mataram ini.

Adapun terhadap langkah hukum selanjutnya, Prof Tamzil mengaku akan koordinasi dahulu dengan pakar hukum.

“Mau konsultasi dulu dengan pakar hukum,” pungkasnya usai pemakaman (adi)