SOLO–Polres Sukoharjo berhasil membekuk pelaku pembunuhan Wahyu Dian Silviani (34) Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo.
Pelaku yakni Dwi Feriyanto (23) warga Desa Tempel, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah.
Dwi ditangkap di rumahnya pada Jumat (25/8/2023) dini hari. Penangkapan ini kurang dari 12 jam setelah pembunuhan dilakukan pada Kamis (24/8/2023).
Kapolres Sukoharjo AKBP Sigit mengatakan, pelaku adalah buruh bangunan yang bekerja merenovasi rumah korban.
Dwi mengaku tega menghabisi nyawa Dian lantaran merasa sakit hati sering dikatain.
“Motifnya sakit hati, lalu membunuh korban dan juga mengambil HP dan uang korban,” ungkap Kapolres
Berdasarkan hasil autopsi pihak medis, terdapat luka lebam di paha kanan dan tidak ada kekerasan seksual. Lalu, ada luka tusuk di dada kanan, di atas payudara dan di atasnya. Selain itu, terdapat sayatan di samping ketiak kanan.
Lalu, lengan sebelah kiri bagian dalam terdapat luka terbuka, luka bacok dari pelipis sampai pipi kanan sekitar 10 cm, bibir kanan terdapat luka tusuk, luka terbuka hidung atas.
Pelipis kiri terdapat luka sayat, alis kanan ada sayatan, kepala kiri belakang ada bekas sayatan sekitar 5 sayatan. Serta kepala belakang sebelah kanan terdapat benjolan.
Korban dibunuh di ruang tengah di rumah temannya (rumah kosong milik tetangga yang jadi tempat tinggal sementara korban).
“Jadi bukan di rumah korban. Karena rumah korban sedang direnovasi,” kata Sigit.
Sementara itu, Dwi Feriyanto mengaku sakit hati kepada korban.
“Senin lalu, dibodoh-bodohin, ditolol-tololin. Lalu habis kerja timbul niat membunuh,” katanya.
Dwi mengaku, menusuk korban satu kali dan menyabet korban tiga kali dengan pisau. Korban sempat mau merebut pisau, tapi gagal.
“Setelah meninggal, saya tutup pakai kasur,” katanya.
Diketahui, jenazah Dian sudah dijemput oleh ayahnya Muhammad Hasil Tamzil pada Jumat (25/8/2023). Dian akan dimakamkan di Mataram
Pria yang juga Guru Besar Universitas Mataram ini mengaku, Dian adalah sosok totalitas dan berdedikasi. Tidak neko-neko, tidak menyusahkan orang tua.
“Kami di keluarga ikhas. Karena semua sudah menjadi iradah Allah. Kita hanya menjalani skenario,” ujad Tamzil dengan tangisnya. (radarsolo/RL)