MA Batalkan Vonis Bebas Direktur CV Kerta Agung

Terdakwa Korupsi Asrama Haji Lombok

MATARAM — Direktur CV Kerta Agung, Dyah Estu Kurniawati terpaksa harus gigit jari. Pasalnya, majelis hakim tingkat kasasi pada Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU), dan membatalkan vonis bebas yang dijatuhi majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram.

Berdasarkan petikan putusan yang diterima koran ini, majelis hakim MA yang membatalkan vonis bebas Direktur CV Kerta Agung dalam kasus korupsi dana rehabilitasi dan pemeliharaan gedung Unit Pelaksana Teknis (UPT) Asrama Haji Embarkasi Lombok, tahun anggaran 2019 itu diketuai Dr. Sinintha Yuliansih Sibarani, dengan hakim ad hoc Tipikor MA Yohanes Priyana.

MA Batalkan Vonis Putusan kasasi Dyah tercatat dengan nomor 2483 K/Pid.Sus/2023. “Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa
Dyah Estu Kurniawati terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” vonis Dr. Sinintha Yuliansih Sibarani. Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp 300 juta. Dengan ketentuan apabila idana denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan. “Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” katanya.

Dalam amar putusan, majelis hakim mengembalikan barang bukti dikembalikan ke penuntut umum untuk dikembangkan ke tersangka lain, yang kini berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO). “Dikembalikan ke penuntut umum untuk dipergunakan dalam perkara lain atas nama Wisnu Selamet Basuki,” sebutnya. Humas PN Mataram Kelik Trimargo membenarkan terdakwa yang dijatuhi idana penjara 4 tahun ditingkat kasasi. Putusan hakim itu pun telah diterima.

Baca Juga :  Organda Sesalkan Kisruh Angkutan Online dan Konvensional

“Baru petikan putusannya saja kami terima, kalau berkas lengkapnya belum,” katanya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram yang diketuai Mukhlassuddin menyatakan terdakwa tidak terbukti dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider penuntut umum.

“Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan bersalah melakukan  tindak pidana korupsi,” kata Mukhlassuddin membacakan amar putusan, Kamis (29/12/2022) lalu. Dengan dinyatakan tidak terbukti bersalah, majelis hakim memerintahkan  jaksa penuntut membebaskan terdakwa dari segala tuntutan dan meminta kepada jaksa penuntut umum untuk memulihkan harkat dan martabat terdakwa sebagai warga negara. Hakim menjatuhkan vonis demikian dengan melihat fakta-fakta persidangan. Hakim tidak menemukan adanya fakta yang menyatakan terdakwa memperkaya diri atau orang lain,

atau melakukan suatu korporasi sesuai dakwaan primer. Yaitu Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.Begitu juga dengan penyalahgunaan kewenangan yang diatur dalam dakwaan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Dalam kasus ini, tiga orang yang terseret. Selain Dyah, ada nama mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok Abdurrazak Al Fakhir, dan Wisnu Selamet Basuki (DPO). Terdakwa Abdurrazak membuat persetujuan dengan saksi Wisnu
dalam pencairan uang muka proyek sebesar 30 persen atau senilai Rp791 juta dari total anggaran. Uang muka tersebut ditransfer langsung ke rekening pribadi saksi Wisnu tanpa melalui rekening CV Kerta Agung.

Baca Juga :  Hasil Konsultasi, Rektor tak Penuhi Syarat Jadi Pj Gubernur

Terdakwa Dyah sebagai direktur perusahaan pelaksana proyek dari CV Kerta Agung dinyatakan bersama Wishnu Selamat Basuki dan Abdurrazak Al Fakhir sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam munculnya kerugian negara tersebut. Wishnu dalam perkara ini berperan sebagai pihak yang melaksanakan proyek dari penunjukkan langsung Direktur CV Kerta Agung. Meskipun sudah menjadi tersangka, namun Wishnu kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kejaksaan. Untuk diketahui, dalam kasus yang menjerat tiga orang ini nilai kerugian negara yang keluar sebesar Rp2,65 miliar. Kerugian negara ini keluar setelah dilakukan perhitungan oleh BPKP Provinsi NTB.

Nilai ini muncul dari kelebihan pembayaran atas kurangnya volume pekerjaan. Rinciannya, rehabilitasi gedung di UPT asrama haji sebesar Rp 1,17 miliar, rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta, rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta, rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta, rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi gedung PIH sebesar Rp28,6 juta. Untuk Abdurrazak, sudah dijatuhi vonis oleh majelis hakim selama 8 tahun penjara dan pidana denda Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.

Terdakwa juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp.791 juta paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, jika tidak membayar maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun. (sid)

Komentar Anda