Larangan Sepeda Listrik di Tiga Gili, Pemerintah Jangan Abu-abu

RAPAT: Wabup Lombok Utara, Danny Karter Febrianto melakukan rapat membahas persoalan sepeda listrik di Gili Trawangan, bertempat di ruang kerjanya, Selasa (5/3) lalu. (IST/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Pelaku usaha pariwisata meminta ketegasan pemerintah terkait penerapan kebijakan penggunaan sepeda listrik di kawasan Gili Tramena (Trawangan, Meno, Air). Hal ini menyusul terjadinya aksi sweeping sepeda listrik yang dilakukan warga di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara (KLU), belum lama ini.

“Ketegasan pemerintah ya atau tidak (terhadap keberadaan sepeda listrik di Gili Trawangan, red), jangan abu-abu. Nanti ditunggu masyarakat bertindak baru ada (sikap, red), kan tidak boleh terjadi seperti ini,” kata Ketua Gili Hotel Association (GHA), Lalu Kusnawan, Rabu kemarin (6/3).

Kusnawan menilai adanya pro kontra terkait keberadaan sepeda listrik ini, karena terdapat celah dalam kebijakan-kebijakan tersebut. Dampaknya ada pihak yang merasa dirugikan ketika propertinya kemudian diambil paksa atau disita.

“Kalau secara hukum saya melihat ini keliru (sweeping) yang dilakukan oleh teman-teman. Karena mereka bukan petugas yang berwenang untuk melakukan pengambilan paksa atau razia,” ujar Kusnawan.

Disisi lain, pihaknya juga tidak bisa menyalahkan warga Gili Trawangan yang menyita ratusan sepeda listrik yang diklaim tak berizin tersebut. Sebab, pemerintah juga seolah-olah membiarkan keberadaan sepeda listrik itu beroperasi di Gili Trawangan.

“Jadi saya tidak bisa salahkan (masyarakat Gili Trawangan, red). Yang terjadi sekarang ada laporan yang masuk dari yang punya sepeda (listrik) karena dianggap perampasan, masuk ke privat property mereka, dan seolah-olah anarkis,” terangnya.

“Maksud saya, ketika sudah memutuskan melakukan sebuah program itu harus di follow up sampai muaranya, dan jangan diawalnya saja,” tambah Kusnawan.

Akibatnya, masyarakat mulai gerah dengan aturan tersebut. Tidak sedikit pelaku usaha pariwisata merasa saling tersaingi, mengingat dari sisi bisnis keberadaan sepeda listrik ini juga dinilai kurang baik. Maka dari itu, perlu kehadiran pemerintah dalam menyikapi persoalan ini.

Baca Juga :  Formasi PPPK 2023, NTB Dapat 12.948 Formasi

“Sebenarnya perlu kehadiran pemerintah ya atau tidak, terapkan mana aturan yang sebenarnya. Tentunya awik-awik itu juga tidak boleh melebihi atau berbenturan dengan aturan-aturan Perda diatasnya. Awil-awik sebagai turunan,” jelasnya.

Yang patut disayangkan, kejadian ini terjadi di Gili Trawangan yang merupakan salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. “Jangan sampai karena ada keterlambatan dan kekeliruan dalam penanganan, justru berdampak pada ketidaknyamanan tamu yang datang berwisata,” ujar Kusnawan.

Pemerintah tegas Kusnawan, harus turun langsung ke masyarakat untuk mensosialisasikan hal-hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh warga di Gili Trawangan, terkait kebijakan kendaraan listrik ini. Sebab, ada beberapa kendaraan yang dianggap wajar untuk beroperasi di Gili Trawangan, misalnya untuk mendukung pelayanan publik seperti kesehatan dan kebersihan lingkungan.

Sebaliknya kendaraan listrik ini tidak digunakan untuk kepentingan bisnis. Adapun jika pemakaian kendaraan listrik ini untuk kepentingan bisnis, maka patut dipertanyakan keseriusan pemerintah dalam menerapkan Perda tersebut.

“Misalnya untuk keperluan medis, bagi saya (kendaraan listrik, red) tetap perlu. Kalau berbicara pure tidak boleh kendaraan bermesin, kan ada motor sampah. Jadi ada pengecualiannya untuk kebersihan atau sampah. Menurut saya, kalau digunakan untuk kepolisian, klinik, Puskesmas, silahkan,” urainya.

Terpisah, Kepala UPTD Gili Trawangan Dinas Pariwisata NTB, Mawardi Khairi, menimpali bahwa persoalan mengenai larangan penggunaan sepeda listrik ini bukan ranah Pemprov NTB, tetapi merupakan kebijakan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU). Pihak Pemkab (KLU) sendiri melalui Dinas Perhubungan KLU, sudah melakukan razia terhadap keberadaan kendaraan listrik di Gili Trawangan.

Baca Juga :  KSU Rinjani Siap Ladeni Laporan Pemprov

“Kalau dalam hal ini tentu Dinas Perhubungan KLU, karena itu terkait perhubungan. Dimana izin-izinnya semua di perhubungan. Karena tidak menjadi kewenangan kami, sehingga juga tidak bisa memediasi kedua pihak ini. Karena bukan kami yang mengambil keputusan, melainkan Pemkab KLU terhadap Perda yang sudah diterbitkan atas larangan sepeda listrik,” tegasnya.

Menurutnya, aksi sweeping oleh warga dan para kusir Cidomo ini berdampak pada citra buruk destinasi wisata di Gili Trawangan. Maka dari itu, Pemerintah KLU diminta segera menyikapi persoalan warga Gili Trawangan tersebut.

Pada saat aksi sweeping oleh warga Gili Trawangan, Mawardi mengaku ada di lokasi kejadian. Saat itu warga melakukan aksi protes terhadap masih adanya sepeda listrik yang beroperasi di kawasan tersebut, padahal sebelumnya sudah ada larangan dan razia terhadap penggunaan sepeda listrik di Gili Trawangan, sehingga menyulut kemarahan masyarakat setempat.

“Karena kami tidak bisa langsung masuk ke permasalahan di kabupaten. Awalnya dulu yang melakukan razia Dishub, tapi karena tidak kunjung melakukan tindakan, makanya masyarakat mengambil tindakan hukum sendiri. Di Perdanya dibatasi, dan tidak boleh sepeda listriknya. Alasannya karena mengurangi tradisi dan keaslian yang ada di Gili Trawangan,” jelasnya.

Sementara Kepala Dinas Pariwisata NTB, Jamaluddin Malady yang diminta tanggapan soal upaya Pemprov untuk melakukan mediasi kepada pengusaha dan Pemkab KLU, sebagai buntut sweeping sepeda listrik di Gili Trawangan, hingga berita ini diturunkan tidak kunjung memberikan pernyataan. (rat)

Komentar Anda