Kasus PMK di NTB Tembus 60.607, Mati 77 Ekor

BUTUH VAKSIN : Peternak di Sekarbela Kota Mataram berharap bantuan obat -obatan dan vaksin untuk penanganan ternak sapinya yang terkenda PMK. (RATNA / RADAR LOMBOK)

MATARAM – Penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang ternak sapi di Pulau Lombok semakin membeludak. Jumlah ternak yang terjangkit virus PMK makin bertambah setiap harinya. Kondisi ini diperparah dengan minimnya jatah vaksin yang diterima NTB. Pasalnya, jumlah ternak yang terjangkit PMK per 6 Juli 2022 sudah mencapai 60.607 kasus .

“Sebagai catatan PMK bisa selesai dengan dua teknis. Pertama potong paksa dan kedua adalah penyuntikan vaksin. Namun pemotongan paksa pada semua ternak tidak mungkin bisa dilakukan. Maka yang bisa kita lakukan untuk menyelesaikan virus ini adalah vaksin,” kata Kepala Bidang Penyuluhan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (P3HP) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) NTB Rahmadin, Kamis (7/7).

Rahmadin menepis tudingan ahli Peternakan dan DPRD NTB perihal Disnakeswan NTB lepas tangan dalam pengendalian PMK. Mengingat penanganan PMK di Pulau Lombok sudah melibatkan semua kalangan, mulai dari pembentukan gugus tugas, keterlibatan BNPB, serta kepolisian dan TNI dalam penanganan PMK. Hanya saja keterbatasan pasokan vaksin menjadi kendala utama dalam menekan penyebaran virus PMK.

Baca Juga :  Mantan Gubernur Beri Kesaksian di Sidang Kasus ITE Atas Tudingan Perselingkuhan, Dr Zul : Kenal Istrinya Saja Tidak

Di sisi lain, kondisi kesiapan keuangan daerah untuk memproleh vaksin dari Prancis belum memadai. Sementara vaksin dalam negeri belum sepenuhnya jadi. Begitu juga anggaran BTT yang rencananya dialokasikan sebanyak Rp 500 juta, hingga kini belum juga dicairkan Pemprov NTB.

“Sekarang yang perlu dikaji adalah pola penyebaran virus. Di mana setiap tempat sudah ada virusnya. Bahkan radius 20 km ternak bisa terkena virus PMK. Dari sisi kaca mata teknis solusinya pengendalian virus PMK adalah vaksin. Sementara dana BTT Rp 500 juta belum diterima,” terangnya.

Ia menegaskan bukan hanya NTB saja, seluruh daerah yang terjangkit virus PMK di Indonesia kekurangan vaksin. Bahkan sebagai daerah dengan posisi kedua angka kasus PMK tertinggi di Indonesia, jatah vaksin NTB hanya 5 ribu dosis. Artinya jumlah vaksin tersebut tidak sebanding dengan jumlah ternak berpotensi terjangkit PMK yang mencapai 950.551 ekor.

Baca Juga :  Mundur dari PDIP, Lalu Budi Suryata Dinilai Kufur Nikmat

Pada tahap pertama NTB mendapat kuota vaksin sebanyak 2.400 dosis.  Hampir  98 persen dari kuota itu sudah disuntikkan pada ternak. Selanjutnya kuota vaksin tahap kedua sudah datang 2.600 dosis. namun jumlah tersebut masih sangat kurang dibanndingkan perkembangan kasus PMK. Sementara untuk obat-obatan bukan menghilangkan virus namun meminimalisir kasus.

“Belum bisa memenuhi kebutuhan vaksin. Masih jauh sekali seperti Covid-19, harus melakukan vaksin sebanyak 3 kali. Kalau sudah 100 persen divaksin baru virusnya bisa hilang. Hilangnya pun tidak gampang, butuh 10 hingga 15 tahun agar virus ini hilang,” katanya

Rahmadin mengimbau agar mendekati perayaan hari raya Idul Adha, seyogyanya hewan yang dikurban masyarakat sudah memiliki sertifikat kesehatan. Hal tersebut penting agar menjamin kesehatan ternak yang akan dikorbankan.

“Virus ini meski penyebarannya tinggi, namun tingkat penyembuhannnya juga tinggi. Kalau cepat dilaporkan cepat diambil tindakan dan cepat sembuhnya. Jadi setiap lapak-lapak ada dokter hewan,” tandasnya. (cr-rat)

Komentar Anda