Gubernur Komitmen Bayar Utang Sebelum Berakhir Masa Jabatan

Dr H. Zulkieflimansyah (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Gubernur Provinsi NTB, Dr H. Zulkieflimansyah memastikan komitmennya untuk membayar utang ratusan miliar kepada pihak ketiga atau rekanan (kontraktor), sebelum masa jabatannya berakhir pada September 2023 mendatang.

“Kita tidak ingin meninggalkan utang. Jadi kita prioritaskan lah (pembayarannya, red),” tegas Gubernur NTB, saat ditemui di Mataram, Selasa (11/7).

Termasuk soal rencana refocusing anggaran di APBD Perubahan 2023. Gubernur Zulkieflimansyah menegaskan akan melakukan penyesuaian belanja pokok-pokok pikiran (Pokir) anggota DPRD NTB, dan belanja direktif gubernur.

“Mungkin ada penyesuaian di Pokir (belanja pokok-pokok pikiran), dan juga mungkin ada usulan dari masyarakat yang dibahasakan dengan direktif gubernur,” terangnya.

Bahkan Pemprov NTB juga harus mengalokasikan anggaran Pilkada serentak 2024 pada APBD Perubahan 2023. Pemprov NTB tetap akan memprioritaskan pembayaran sisa utang jangka pendek tersebut.

“Kalau misalnya ada yang ditunda. Prioritaskan untuk menyelesaikan utang. Apalagi dengan beban pengalokasian anggaran ke Pilkada nanti. Saya akan panggil TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah),” jelasnya.

Sebelumnya Asisten III Setda Provinsi NTB, H. Wirawan mengatakan penyelesaian kewajiban jangka pendek Pemprov NTB, menjadi prioritas belanja dari Bendahara Umum Daerah. Prinsipnya anggaran yang berasal dari fiskal bebas akan diarahkan secepatnya untuk pembayaran kewajiban jangka pendek tersebut.

“Pemerintah Provinsi NTB terus berproses dalam penyelesaian kewajibannya, dan sejauh ini proggresnya meningkat secara signifikan. Beberapa kewajiban kepada pihak ketiga sudah dilunasi,” terangnya.

Sebagaimana yang tercantum dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Pemprov NTB memiliki kewajiban atau utang jangka pendek sebesar Rp 639,4 miliar kepada pihak ketiga atau kontraktor. Dan yang sudah dituntaskan pembayarannya baru sebesar 60,13 persen, atau sekitar Rp. 384, 49 miliar. Artinya sisa utang jangka pendek Pemprov NTB masih sebesar Rp 254,9 miliar.

“Jadi komitmen kita tahun ini akan ditunaikan semua kewajiban yang belum kami bayarkan kepada pihak ketiga,” tegasnya.

Adapun kewajiban jangka pendek sebesar Rp 639,40 miliar itu terdiri dari kewajiban kontraktual sebesar Rp 420,73 miliar dan kewajiban non kontraktual seperti belanja pegawai, belanja jasa, iuran BPJS, belanja operasional (listrik dan telepon), dan utang BLUD. Jadi total besaran utang non kontraktual ini sebesar Rp 219 Milyar. Sehingga sisa kewajiban jangka pendek sampai saat ini tinggal Rp 254, 9 miliar.

Baca Juga :  NTB-NTT Resmi Jadi Tuan Rumah PON 2028

“Kami tegaskan sekali lagi, kewajiban jangka pendek yang harus dituntaskan tahun ini adalah sebesar Rp 639,40 miliar. Sementara kewajiban jangka panjangnya sebesar Rp 736,79 miliar berupa utang kepada PT. SMI yang akan diangsur selama 8 tahun, dan mulai dicicil tahun 2023 ini,” tandasnya.

BPK juga sebelumnya menyoroti kebijakan Defisit Pemerintah Provinsi NTB TA 2022 yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan. Defisit yang ditetapkan dalam APBD-P TA 2022 senilai Rp 646,66 miliar atau sebesar 11,40% dari total anggaran pendapatan. Tapi dalam realisasinya, defisit TA 2022 senilai Rp 570,93 miliar atau sebesar 10,77% dari realisasi pendapatan. Sedangkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan ambang batas defisit sebesar 4,4%.

Karena itu, BPK mendorong Gubernur bersama DPRD Provinsi NTB agar menyehatkan postur APBD TA 2023 dengan memperhatikan batas maksimal defisit APBD berdasarkan kapasitas fiskal daerah. BPK juga mengingatkan jika penentuan belanja daerah harus memperhatikan skala prioritas, serta mengalokasikan anggaran pembayaran sisa utang jangka pendek (utang belanja) pada APBD-P TA 2023 yang belum dianggarkan pada APBD TA 2023.

Sedangkan Kepala Dinas PUPR Pemprov NTB, Muhammad Rum, mengungkapkan dari angka utang Dinas PUPR NTB yang sebesar Rp 162 miliar, sekitar 48 persen atau sebesar Rp 102 miliar sudah terbayarkan. Sementara sisanya yang sekitar 32 persen atau Rp 24 miliar, sedang diupayakan pembayarannya pada tahun 2023.

“Sisa utang sekitar Rp 24 miliar ini sudah kita ajukan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada BPKAD,” kata Rum, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IV DPRD NTB, di Kantor DPRD NTB, kemarin.

Menurutnya, pembayaran utang itu terkendala akibat defisit anggaran Pemprov NTB. Dimana kata dia, Dinas PUPR bertugas hanya mengerjakan fisik saja. Sementara untuk pembayaran ada di BPKAD.

Baca Juga :  Termahal Ketiga di Indonesia, Biaya Haji NTB Tembus Rp 58 Juta

Akibat defisit dan utang tersebut, lanjut Rum, proyek tahun 2023 di Dinas PUPR belum ada satu pun yang dieksekusi. Kecuali proyek jembatan di Bima dan Midang (Lombok Barat), dengan anggaran sekitar Rp 68,4 miliar, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2023 sedang proses tender.

“Proyek tahun 2023 belum ada yang jalan. Tapi kita arahkan teman-teman untuk bergerak sesuai amanat Peraturan Daerah (Perda). Kita akan minta para kontraktor menggunakan modal sendiri untuk mengerjakan proyek. Setelah selesai tinggal ajukan pembayaran,” ujarnya.

Lebih lanjut disampaikan, total anggaran yang diberikan ke Dinas PUPR NTB di APBD murni 2023, baik DBHCHT maupun DAK sebesar Rp 446 miliar, termasuk untuk pembayaran sisa utang tahun 2022. “Kalau sumber PAD sebesar Rp 215 miliar untuk Dinas PUPR. Tapi ini juga masih menunggu penyelesaian utang dulu,” jelasnya.

Pihaknya tidak berani janji terkait penyelesaian utang itu bisa diselesaikan tahun 2023 ini. Karena semua itu tergantung BPKAD selaku eksekutor keuangan. “Meskipun sudah dianggarkan tahun 2023 untuk pembayaran utang. Tapi kami tetap mengajukan SPM. Terealisasi atau tidaknya tergantung BPKAD,” jelas Rum.

Senada, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Pemprov NTB, Sadimin juga mengakui kalau pihaknya sama sekali belum mengeksekusi satu pun program di tahun anggaran 2023.

Pelaksanaan program di tahun anggaran 2023 akan dilaksanakan setelah utang-utang ada terbayarkan semua. “Kami lagi menunggu kepastian mana program yang dikerjakan, dan mana yang tidak,” jelasnya.

Diungkapkan, sisa utang Dinas Perkim tahun anggaran 2022 sebesar Rp 85 miliar. Pihaknya belum bisa memastikan kapan utang itu bisa dibayarkan. Walau begitu, pihaknya berharap sebelum pembahasan APBD perubahan 2023 ini utang itu sudah bisa dibayarkan. “Kita hanya mengajukan pembayaran. Sementara untuk eksekusi pembayaran ada di BKPAD,” lugasnya. (rat/yan)

Komentar Anda