Dua Terdakwa Korupsi KUR Rp 29,6 Miliar Dituntut 14 Tahun

TUNTUTAN: Kedua terdakwa (Amirudin memakai baju bercorak dan Lalu Irham memakai kemeja putih polos), duduk di kursi pesakitan ruang sidang PN Tipikor Mataram (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Perkara korupsi kredit usaha rakyat (KUR) petani di Lotim dan Loteng tahun 2020-2021 dengan terdakwa Amiruddin dan Lalu Irham Rafiuddin Anum, masuk babak pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum.

Pembacaan tuntutan kepada kedua terdakwa yang berlangsung Kamis (22/6) malam ini, dibacakan secara terpisah. Keduanya dijatuhi tuntutan pidana penjara tinggi oleh jaksa penuntut.

Tuntutan pertama dibacakan kepada terdakwa Amiruddin. Terhadap mantan Kepala Cabang BNI Mataram tersebut, jaksa penuntut yang diwakili Fajar Alamsyah Malo menjatuhi tuntutan dengan pidana penjara selama 14 tahun.

“Meminta majelis hakim agar menjatuhkan pidana kepada terdakwa Amiruddin dengan pidana penjara selama 14 tahun,” ujar Fajar saat membacakan tuntutan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Mataram, yang diketuai I Ketut Somanasa.

Selain itu, terdakwa dibebankan pidana denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Fajar turut menuntut terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 7,9 juta. “Apabila tidak dibayar paling lama satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang. Jika tidak menutupi uang pengganti, maka diganti pidana penjara selama 3 bulan,” katanya.

Uang pengganti kerugian negara yang dibebankan kepada terdakwa Amiruddin, sisa dari uang pada debitur yang masih berada di rekening.

Sementara untuk terdakwa Lalu Irham Rafiudin Anum, tuntutan pidana penjara yang dijatuhi jaksa penuntut sama dengan terdakwa Amirudin. Yaitu pidana penjara selama 14 tahun. Begitu juga dengan pidana denda, yaitu sebesar Rp 500 juta subsider 4 bukan kurungan. “Membebankan terdakwa membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan,” sebutnya.

Baca Juga :  KASN Nyatakan Pj Gubernur tak Langgar Netralitas ASN

Namun untuk uang pengganti kerugian negara, jaksa penuntut membebankan Bendahara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB itu sebesar Rp 27,7 miliar. “Dengan ketentuan apabila tidak membayar uang pengganti dalam satu bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika tidak menutupi uang pengganti, maka diganti pidana penjara selama 7 tahun,” tegasnya.

Terdakwa dibebankan mengganti kerugian negara Rp 27,7 miliar dinilai dari kredit yang dicairkan sebesar Rp 29,6 miliar. Dari keseluruhan anggaran yang dicairkan, terdakwa telah membayarkan klaim asuransi sebanyak 60 debitur dengan nilai Rp 1,4 miliar; pelunasan 14 debitur Rp 476 juta; dan dana yang masih pada rekening debitur Rp 7,9 juta. “Sehingga terdakwa dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 27,7 miliar,” ungkap dia.

Kedua terdakwa dituntut demikian berdasarkan dakwaan primer. Yaitu Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menyatakan terdakwa (Amirudin dan Lalu Irham) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi,” tandasnya.

Baca Juga :  Lagi, Hutan Rinjani Terbakar

Diketahui, proyek penyaluran KUR ini kali pertama muncul dari adanya kerja sama antara PT BNI Cabang Mataram dengan PT SMA. Jumlah petani yang terdaftar sebagai penerima sebanyak 789 orang.

Dari adanya kesepakatan tersebut, PT SMA pada September 2020, menunjuk CV ABB milik terdakwa Lalu Irham untuk menyalurkan dana KUR kepada petani. Sayangnya KUR tidak tersalur dengan semestinya sehingga menimbulkan kerugian negara Rp29,6 miliar sesuai hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

Sebelumnya, Amirudin mengaku mendapat desakan dari orang pusat soal penandatanganan kerja sama dengan PT SMA selaku off taker. Orang yang membawa PT SMA ialah Indah Megahwati, selaku Direktur Pembiayaan Pertanian pada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian RI. Amirudiin mengaku sempat menolak.

Dengan menolak permintaan Indah, Amiruddin kemudian mendapatkan telepon dari BNI Pusat. Bahwa orang pusat mendapatkan komplain dari Indah.

Selain mendapat telepon dari orang pusat, Amiruddin juga mendapat telepon dari kantor wilayah. Dan kantor wilayah menanyakan perihal perjanjian kerja sama (PKS) dengan perusahaan anak Kepala Staf Kepresidanan, Moeldoko itu.

Tidak berselang lama, kantor wilayah kembali menelepon dirinya dan menanyakan soal PKS sudah siap atau tidak. Amiruddin mengaku, penandatanganan PKS tidak dilakukan di satu tempat. Melainkan penandatanganan dilakukan melalui zoom. (cr-sid)

Komentar Anda