DPRD KLU Desak Bupati Segera Batalkan Mutasi 103 Pejabat

Artadi (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

TANJUNG – Sikap Bupati KLU Djohan Sjamsu yang belum mau membatalkan SK mutasi 103 pejabat disayangkan oleh DPRD. Padahal sudah jelas-jelas melanggar ketentuan UU 10 Tahun 2016 tetang Pilkada yakni larangan mutasi enam bulan sebelum penetapan pasangan calon (paslon) kepala daerah, kecuali mendapatkan rekomendasi dari Mendagri.

Diketahui, penetapan paslon Pilkada KLU pada 22 September 2024. Enam bulan sebelumnya berarti 21 Maret 2024. Artinya batas mutasi bisa dilakukan yakni 21 Maret 2024. Sementara Bupati KLU melakukan mutasi pada 22 Maret 2024.

Mendagri sendiri sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 100.2.1.3/1575/SJ terkait larangan mutase itu. Menindaklanjuti SE tersebut, Pemda Dompu dan Lombok Tengah yang terlanjur mutasi pada 21 Maret 2024, akhirnya membatalkan mutasi yang sudah dilakukan. Beda halnya dengan Bupati Djohan Sjamsu yang sejauh ini tetap pada pendirian tidak membatalkan mutasi.

Terkait hal tersebut, Ketua DPRD KLU Artadi menegaskan bahwa dari awal pihaknya sudah sampaikan kepada Sekda KLU Anding Duwi Cahyadi, bahwa beberapa kabupaten kota sudah membatalkan mutasi yang dilakukan. “Sebaiknya KLU juga bisa melakukan hal sama, tidak mesti harus nunggu surat dari Mendagri lagi,” jelasnya, Kamis (4/4)

Jangan sampai hal ini menjadi batu sandungan bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah yang mau ikut pilkada, karena sanksinya jelas yakni berpotensi dicoretnya kepala daerah dari pencalonan Pilkada. “Jangan karena pak bupati tidak maju kembali jadi alasan. Ingat bupati dan wakil bupati itu satu paket. Kita sudah tahu wakil bupati mau maju. Jangan-jangan ini jebakan bagi wakil bupati sehingga tidak bisa maju pilkada besok,” ungkapnya.

Untuk itu, DPRD tegas Artadi mendorong agar mutasi yang melanggar aturan itu dibatalkan agar tidak terjadi polemik. “Kami tetap mendorong bupati untuk segera membatalkan itu,” pungkasnya.

Sementara itu Anggota Fraksi Gerindra DPRD KLU Hakamah mengatakan bahwa mutasi yang dilakukan Bupati itu cacat hukum. Jika tidak dibatalkan maka pihaknya mengancam akan memboikot sidang dengan Pemda KLU sekaligus mengambil langkah interpelasi bahkan angket.

“Sudah cacat hukum gak mau membatalkan, itu kita akan boikot rapat dewan. Bila perlu kami menggunakan hak interplasi atau angket nanti,” ancamnya.

Dalam waktu dekat ini pihaknya berencana memanggil Sekda KLU, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Tri Dharma Sudiana dan Kabag Hukum Setda KLU Raden Gabadi untuk menanyakan langsung kaitan persoalan ini.

Jika SK tetap tidak mau dibatalkan, pihaknya akan meminta kepada Ketua DPRD KLU Artadi untuk memboikot sidang dewan sampai Bupati menyetujui. “Karena kalau ini tidak disetujui, dampaknya nanti Wakil Bupati tidak bisa ikut di Pilkada yang akan datang. Karena diketahui bupati dan wakil bupati itu merupakan jabatan kolektif,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala BKPSDM KLU Tri Dharma Sudiana menyampaikan bahwa pihaknya sempat konsultasi terkait UU 10 Tahun 2016. Itu masih multitafsir. “Itu banyak menafsirkan bahwa tanggal 22 itu masih dibolehkan. Makanya itu kita konsultasikan ke Kemendagri,” ujarnya.

Pihaknya juga belum membatalkan SK mutasi karena Bupati Djohan sudah menjabat selama dua periode. Jadi yang bersangkutan tidak maju lagi pada Pilkada mendatang.

“Jadi beda perlakuannya antara bupati yang akan maju pilkada dengan yang tidak. Berdasarkan informasi yang kita dapat, bagi bupati yang tidak mencalonkan diri pada pilkada nanti ada pilihan yang diberikan. Itu sedang kita konsultasikan. Jadi, kalaupun misalnya ada pembatalan tetapi ada pelantikan ulang,” imbuhnya.

Nah saat ini pihaknya menunggu surat edaran terbaru dari Mendagri. Sebelum ada itu pihaknya tidak ingin buru-buru membatalkan mutasi yang sudah dilakukan, terlebih saat ini banyak yang sudah memulai kegiatan. “Kita tidak ingin ujuk-ujuk membatalkan. Tentu ada mekanismenya yang harus dilalui dulu. Jangan kita terlalu latah begitu melihat daerah lain membatalkan kemudian kita membatalkan,” pungkasnya.

Terkait kekhawatiran Gerindra bahwa dengan tidak dibatalkannya SK mutasi tersebut bakal berimbas kepada pencalonan wakil bupati di Pilkada, ia berkeyakinan bahwa itu tidak ada imbasnya. Oleh sebab itu keinginan DPRD mau memboikot sidang dengan pemda jika tidak segera membatalkan SK mutasi, dianggap berlebihan. “Makanya itu kita serahkan ke pak bupati dan pak sekda. Kalau DPRD boikot kira-kira dampaknya apa,” tutupnya. (der)

Komentar Anda