MATARAM — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi NTB telah memetakan kerawanan di tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu tahun 2024 di 10 Kabupaten/Kota di NTB. Dimana sebanyak 1.539 TPS berpotensi rawan, dan dapat mengganggu atau menghambat proses kegiatan pemungutan dan penghitungan suara pada tanggal 14 Februari 2024.
Hal itu disampaikan Komisioner Bawaslu NTB, Hasan Basri, dalam jumpa pers, di Mataram, Senin kemarin (12/2).
Penetuan kerawanan tersebut dilakukan dengan merujuk pada 7 variabel dan 22 indikator. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari, dari tanggal 3 sampai dengan 8 Februari 2024.
Variabel dan indikator TPS rawan itu adalah sebagai berikut, yakni pertama, penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, DPK, dan KPPS di luar domisili); kedua, keamanan (riwayat kekerasan dan atau intimidasi); kKetiga, kampanye (politik uang dan atau ujaran kebencian di sekitar TPS); keempat, netralitas (penyelenggara, ASN, TNI-Polri, Kepala Desa dan atau Perangkat Desa).
Selanjutnya kelima, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan atau kelebihan, tertukar, dan atau keterlambatan); keenam, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/perusahaan, dekat dengan posko/ rumah tim kampanye peserta Pemilu, dan atau lokasi khusus). Berikutnya ketujuh, jaringan listrik dan internet.
Penyusunan data TPS rawan merujuk pada surat edaran Bawaslu RI Nomor 4 tahun 2024 tentang identifikasi TPS Rawan Pada Pemilu Tahun 2024. Adapun hasil identifikasi dan penyusunan TPS Rawan di Provinsi NTB, yaitu 5 Indikator TPS Rawan Yang Paling Banyak Terjadi.
Pertama, 5.655 TPS terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat; kedua, 3.630 TPS yang terdapat Pemilih Tambahan (DPTb); ketiga, 1.138 TPS yang terdapat KPPS merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas; keempat, 560 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS; dan keenam, 521 TPS yang berada di dekat posko/rumah tim kampanye peserta Pemilu.
Sedangkan 17 Indikator TPS Rawan Yang Banyak Terjadi, yakni pertama, 458 TPS yang terdapat potensi Daftar Pemilih Khusus (DPK); kedua 296 TPS terdapat praktik pemberian uang atau barang pada masa tenang; ketiga 192 TPS memiliki riwayat kekerasan di TPS; keempat 165 TPS dekat dengan lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih; dan kelima 158 TPS di wilayah rawan bencana.
Selanjutnya keenam, 146 TPS memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara Pemilu; ketujuh 117 TPS sulit dijangkau; kedelapan 75 TPS terdapat kendala aliran listrik dilokasi TPS; kesembilan 67 TPS terdapat praktik menghina atau menghasut antar pemilih terkait isu SARA; dan kesepuluh, 63 TPS memiliki riwayat kerusakan logistik atau kelengkapan pemungutan suara.
Berikutnya, kesebelas, 60 TPS memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian di TPS maksimal H-1 saat pemilihan; keduabelas, 54 TPS terdapat potensi TNI, Polri, Kepala Desa dan atau Perangkat Desa melakukan tindakan atau kegiatan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu; ketigabelas, 52 TPS memiliki riwayat Petugas KPPS berkampanye untuk peserta pemilu; keempatbelas, 35 TPS memiliki riwayat kasus tertukarnya surat suara pada saat pemilu atau pemilihan; dan kelimabelas, 33 TPS memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan bahkan tidak tersedia logistik pada saat pemilu dan pemilihan; keenambelas, 32 TPS dekat wilayah kerja pertambangan/pabrik, dan ketujuhbelas, 34 TPS di lokasi khusus. “Atas kondisi itu, Provinsi NTB oleh Bawaslu RI dinilai tidak rawan tinggi, dan tidak rawan sedang,” ungkapnya.
Lebih lanjut disampaikan, hasil pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu NTB, KPU, peserta Pemilu, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau, media dan seluruh masyarakat untuk memitigasi agar pemungutan dan penghitungan suara berjalan lancar tanpa gangguan dan hambatan.
Terhadap data TPS rawan tersebut, Bawaslu NTB melakukan strategi pencegahan dengan melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, membuat imbauan ke jajaran KPU, peserta Pemilu, Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan) dan pihak terkait lainnya, kolaborasi dengan pemantau Pemilu dan pengawas partisipatif.
“Karena itu, kami menyediakan Posko dan call center pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat,” tandasnya. (yan)