MATARAM – Salah satu anggota panitia khusus (Pansus) III rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Retribusi Daerah DPRD Provinsi NTB, Lalu Darma Setiawan menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) lalai mengurus aset-aset daerah.
Banyak aset potensial yang tidak dimanfaatkan dengan baik, salah satunya lapangan Malomba di Ampenan, Mataram. Lapangan ini merupakan aset provinsi. Namun hingga saat ini, kepemilikannya malah tidak jelas. “Waktu kami rapat dengan Dispora, kok aset itu disebut milik TNI Angkatan Laut. Padahal jelas itu aset pemprov,” ungkap Darma Setiawan yang sangat mengenal sejarah tentang hal itu, Jumat kemarin (14/7).
Dikatakan, lapangan tersebut telah bersertifikat atas nama milik daerah. Terbukti sertifikat itu sampai saat ini berada di Badan Pengelola Keungan dan Aset daerah (BPKAD). Oleh karenanya, tidak ada siapapun dan pihak manapun yang berhak mengklaim. Lapangan Malomba bisa menghasilkan retribusi yang besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) apabila dikelola dengan baik. “Selama ini lapangan itu sering disewakan untuk kegiatan hiburan rona-rona. Tapi kok gak ada pemasukan untuk daerah, malah pihak lain yang dapat untung,” kata politisi Partai Golkar ini.
Darma Setiawan berani menjadi saksi atas masalah tersebut. Mengingat, sejak kecil dirinya sudah akrab dengan lapangan yang merupakan aset pemprov itu. “Dulu namanya ISLO, Ikatan Sepak Bola Lombok yang diketuai almarhum Sukaimi sekitar tahun 1959,” kenangnya.
Oleh karena itu, ia meminta kepada pemprov untuk segera mengambil alih aset tersebut dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Sudah saatnya, pemprov lebih memaksimalkan aset yang ada untuk peningkatan PAD.
Kepala BPKAD Provinsi NTB, H Supran saat dikonfirmasi membenarkan bahwa lapangan Malomba merupakan aset pemprov. Bahkan, sertifikat tanah itu hingga saat ini masih tersimpan rapi di BPKAD. “Itu memang aset milik pemprov. Kita punya kok sertifikatnya,” kata Supran.
Persoalannya, lanjut Supran, aset tersebut telah diberikan pemanfaatannya kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram. Mengingat, Kota Mataram tidak memiliki lapangan olahraga sehingga diberikan agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Ditegaskan, pemanfaatan tersebut bukanlah hibah. Namun hanya dimanfaatkan saja untuk kegiatan masyarakat. “Kalau saya tidak salah, itu dimulai tahun 2008 diberikan. Nanti saya cari dokumen lengkapnya, ada perjanjian juga kok dulu,” ucapnya.
Terkait dengan permintaan pansus agar diambil alih, Supran menilai belum bisa dilakukan begitu saja. Langkah pertama yang harus diambil, membuka kembali dokumen perjanjian. Setelah itu, barulah akan dikomunikasikan dengan Pemkot Mataram terlebih dahulu. (zwr)