Profesi menjual manisan ''Gula Gending''masih ditekuni segelintir orang. Ditengah perkembangan zaman yang kian maju, mereka setia dengan profesinya itu meski pembeli kian berkurang.
AHMAD YANI & HAERUDIN – MATARAM
Di salah satu hotel berbintang di Kota Mataram pada pergantian akhir tahun beberapa waktu lalu, disuguhkan atraksi sejumlah komunitas untuk menghibur para tamu. Salah satu komunitas tampil adalah komunitas dari pedagang Gula Gending. Dengan mengenakan pakaian adat Sasak, mereka tampil menghibur tamu hotel.
Gula Gending begitu populer di era tahun 1980-an sampai 1990-an. Belakangan, pedagang manisan ini sudah jarang dijumpai. Gula Gending sejenis gulali atau manisan yang dijual dalam wadah yang sekaligus berfungsi sebagai gendang yang dimainkan untuk menarik calon pembeli. Ada dua unsur sekaligus yang tertuang dalam gula gending ini, yakni unsur kesenian dalam wadah gendang dan juga unsur kuliner dalam gulali atau manisannya.
Di beberapa tempat, gending yang dimainkan malah dianggap juga sebagai sebuah kesenian. Dalam acara tertentu kadang para penjual tersebut akan diundang untuk memeriahkan sebuah acara, tentu saja yang dipertontonkan hanyalah keahlian memainkan gendang. " Gula Gending ada di Lombok saja" kata Ahmad Nasri, 37 tahun salah satu anggota komunitas Gula Gending tersebut, kepada Radar Lombok.
[postingan number=3 tag=”boks”]
Tujuan dari Gula Gending tersebut untuk menarik perhatian pelanggan, terutama anak – anak. Sehingga mereka yang mendengarkan suara dari wadah yang terbuat dari kaleng ini tertarik untuk membeli manisan yang dijual. Manisan Gula Gending ditawarkan pun dalam berbagai varian warna seperti putih, merah jingga, dan kuning.
Wadah Gula Gending ini sejenis perkusi dan memiliki bentuk setengah lingkaran. Wadah ini terbuat dari seng dengan 6 kantong kotak di sisinya, dan 2 lubang tempat menaruh manisan Gula Gending yang akan dijual. Pedagang harus menggendong wadah sembari memukulnya sehingga menimbulkan irama yang enak didengar. Alunan musik Gula Gending juga bisa dikombinasikan dengan berbagai lirik lagu. Misalnya, lagu-lagu Sasak, dangdut dan lainnya.
Sementara manisan yang dijual dibuat dari adonan tepung terigu, gula, dan air yang digoreng dalam minyak panas. Cara membuat Gula Gending tergolong mudah, adonan harus selalu diaduk selama setengah jam. Selanjutnya, ketika adonan matang langsung diangkat dan diletakkan di atas lempengan aluminium. Adonan lalu ditarik-tarik kemudian ditaburkan tepung, hingga menjadi serabut. Untuk lebih tampak menarik adonan dicampur pewarna roti. “Pembuatan adonan jajanan Gula Gending ini mudah tinggal kemauan dan ketekunan saja,” ucap pria asal Kembang Kerang Kecamatan Aikmel Lombok Timur tersebut.
Menurut Suhardi, 82 tahun Gula Gending sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Jadi ini sudah turun temurun. Banyak orang menggantungkan kehidupan dari penjualan Gula Gending tersebut. Mereka pun memiliki komunitas sendiri. Mereka sering diminta tampil oleh Pemprov NTB dan pemkab/kota di NTB dalam suatu acara untuk menghibur para tamu undangan. Mereka juga sering tampil di luar daerah." Gula Gending ini hanya ada di Pulau Lombok. Kalau pun ada diluar, itu adalah orang Lombok juga pemainnya" tukasnya.
Kendati, profesi penjual Gula Gending yang ditekuni tersebut penghasilannya tidak seberapa namun terpenting bagi Suhardi, bagaimana menjaga dan mempertahankan profesi yang sudah turun temurun ini. "Profesi ini diwariskan oleh buyut saya," imbuhnya.
Ia berkeliling jualan dari pukul 08.00 Wita hingga 17.00 Wita. Tidak hanya di Lombok Timur, dia juga berjualan sampai Lombok Utara. Seharian berjualan, hanya mendapatkan untung sebesar Rp 50 ribu." Alhamdulilah, mampu memenuhi kebutuhan keluarga," terangnya
Amaq Mashur, 72 tahun dari Desa Kembang Kerang Kecamatan Aikmel masih berkeliling berjualan Gula Gending. ”Saya sudah 20 tahun menjual Gula Gending,” tuturnya ditemui saat berjualan di depan Mapolres Mataram, Kamis kemarin (5/1).
Amaq Mashur menjelajah berbagai daerah di Indonesia untuk berjualan. Dia pernah mengaku berjualan ke Samarinda, Kalimantan Timur dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan. '' Banyak daerah lain juga saya kunjungi untuk berjualan,'' tuturnya.
Di Mataram, Amaq Mashur tinggal di rumah kontrakan. Sehari-hari dia berkeliling berjualan di tempat-tempat keramaian. Sekali sebulan, dia pulang kampung membawa hasil berjualan.
Berjualan Gula Gending bagi Amaq Mashur, tidak semata-mata mencari untung.Namun kebahagiaan dan kenyamanaan masyarakat yang mendengarkan irama gendangnya itulah yang dicari dan menjadi semangat kendati usianya sudah tua.
Ida yang ditemukan tengah membeli Gula Gending milik Amaq Mashur tersebut menuturkan, dirinya sangat senang ketika ada pedagang Gula Gending. Dia menyukai Gula Gending sejak kecil.“Saya dari dulu senang gula giniian (Gula Gending) bahkan dari kecil. Kalau dulu banyak yang menjualnya tapi sekarang sangat jarang kita temukan. Ini saja baru saya temukan makanya langsung beli,” ungkapnya.(*)