874 Siswa NTB Menikah Selama Pandemi

RAPAT: Kabid PSMA Dikbud NTB, Drs Lalu Muhammad Hidlir, bersama jajaran saat rapat perdana membahas Raperda tentang pernikahan anak usia dini di Kantor DPRD NTB. (ABDI ZAELANI/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Atas (PSMA) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB, Drs Lalu Muhammad Hidlir, menyebutkan jumlah siswa dari jenjang SMA, SMK maupun SLB se-NTB yang menikah selama masa pandemi Covid-19, ada sebanyak 872 siswa.

Jumlah ini tentu sangat mengkhawatirkan, sehingga perlu dibentuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), untuk mencegah banyaknya perkawinan usia anak tersebut. “Kita juga telah membahas Raperda tentang pencegahan pernikahan dini bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB,” kata Hidlir, kepada sejumlah wartawan, kemarin.

Disampaikan, jumlah siswa NTB yang menikah di masa pandemi corona dari Maret 2020 itu terdiri dari jenjang SMA sebanyak 492 siswa, kemudian SMK sebanyak 375 siswa, dan SLB sebanyak 7 siswa, sehingga total berjumlah sebanyak 874 siswa.

Sementara Kepala Seksi (Kasi) Peserta Didik PSMA Dikbud NTB, Aryanti Dwiyani S.Pd., M.Pd menambahkan, rapat perdana itu dihadiri oleh Dinas Sosial, BKKBN, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, Kemenag NTB, serta DPRD NTB. “Kita sudah melakukan rapat perdana Raperda tentang pencegahan perkawinan dini tersebut. Alhamdulillah sudah ada drafnya,” ungkapnya.

Menurutnya, semua dinas tersebut, juga mempunyai masukan. Sebab, angka pernikahan dini ini merupakan masalah bersama, sehingga tidak bisa menjadi tugas satu instansi saja. “Tujuan Perda ini tidak lain untuk menekan pernikahan dini di NTB. Selanjutnya melindungi anak-anak dari permasalahan yang terdampak pada anak tersebut. Karena kalau mereka tidak siap secara reproduksi, ekonomi dan lainnya, maka akan banyak masalah ke depannya,” jelas Aryanti.

Dengan kondisi ini, sambungnya, maka Dikbud NTB sendiri mengusulkan menambah materi muatan lokal terkait dengan kesadaran kesehatan reproduksi pada kurikulum yang diajarkan ke siswa. Kesempatan itu, pihak Dikbud NTB juga memberikan apresiasi kepada para kepala sekolah yang mampu menekan angka pernikahan anak di sekolahnya masing-masing. “Kalau diberikan sanksi agaknya berat, karena ini adalah tanggungjawab bersama,” ulasnya.

Ketika ditanyakan apakah tidak mengundang para tokoh adat dalam penyusunan Raperda pernikahan dini itu, karena beberapa kejadian sudah sering terjadi. “Makanya ini kita membutuhkan masukan semua pihak, untuk penyempurnaan,” tandasnya. (adi)

Komentar Anda