Produksi Padi Melimpah, Beras Mahal Picu Inflasi Daerah

JUMPA PERS: Kepala BPS NTB, Wahyudin dan jajaran ketika menggelar jumpa pers terkait inflasi daerah, Jumat (1/3). (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, mencatat inflasi year on year (y-on-y) NTB pada Februari 2024 sebesar 3,00 persen. Demikian terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 102,74 pada Februari 2023, menjadi 105,82 pada Februari 2024.

“Pada Februari 2024, seluruh wilayah IHK di NTB yang berjumlah 3 kabupaten/kota mengalami inflasi y-on-y 3,00 persen,” ungkap Kepala BPS NTB, Wahyudin, Jumat (1/3).

Disampaikan Wahyudin, inflasi y-on-y tertinggi terjadi di Kabupaten Sumbawa sebesar 3,49 persen, dengan IHK sebesar 106,25, dan terendah terjadi di Kota Bima sebesar 2,39 persen, dengan IHK sebesar 105,16. Wahyudin melihat perkembangan harga berbagai komoditas pada Februari 2024 secara umum menunjukkan adanya kenaikan.

Adapun komoditas yang dominan memberikan andil atau sumbangan inflasi y-on-y NTB. Terbesar adalah komoditas beras sebanyak 1,02 persen, lalu tomat sebesar 0,26 persen, Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebesar 0,18 persen, cabai merah sebesar 0,16 persen, daging ayam ras sebesar 0,10 persen, bawang putih sebesar 0,08 persen, gula pasir sebesar 0,08 persen.

Selanjutnya jeruk dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) masing-masing sebesar 0,07 persen, telur ayam ras sebesar 0,08 persen, ikan teri dan Sigaret Putih Mesin (SPM) masing-masing sebesar 0,04 persen, pisang dan anggur masing-masing sebesar 0,03 persen,makanan ringan/snack, ikan layang/ikan benggol, minyak goreng, tahu mentah, tempe dan kue basah masing-masing sebesar 0,02 persen.

“Sedangkan komoditas yang dominan memberikan andil/sumbangan deflasi y-on-y, yaitu ikan tongkol/ikan ambuambu sebesar 0,07 persen, bayam dan bawang merah masing-masing sebesar 0,04 persen, tongkol diawetkan dan sawi hijau masing-masing sebesar 0,03 persen; ikan kembung, ikan pencaran dan cabai rawit masing-masing sebesar 0,02 persen; mie kering instant, rampela hati ayam, ikan tenggiri, asam, kacang panjang, dan kunyit masing-masing sebesar 0,01 persen,” katanya.

Beras menjadi komoditi penyumbang inflasi ditengah produksi padi dalam daerah tinggi. Tercatat produksi padi di NTB sepanjang Januari hingga Desember 2023 mencapai sekitar 1,54 juta ton GKG, atau mengalami kenaikan sebanyak 85,59 ribu ton GKG sekitar 5,89 persen dibandingkan 2022 yang sebesar 1,45 juta ton GKG.

Jika produksi padi ini dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, maka produksi padi NTB sepanjang Januari hingga Desember 2023 setara dengan 876,27 ribu ton beras, atau mengalami kenaikan sebesar 48,75 ribu ton (5,89 persen) dibandingkan 2022 yang sebesar 827,52 ribu ton.

Beberapa kabupaten/kota dengan potensi produksi padi (GKG) tertinggi pada Januari hingga April 2024 adalah Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa. Sementara itu, tiga kabupaten/kota dengan potensi produksi padi terendah pada periode yang sama yaitu Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram, dan Kota Bima.

Sementara itu kebutuhan beras dalam daerah dalam satu tahun berkisar diangka 500 ribu ton. Pada Januari 2024, produksi beras diperkirakan sebanyak 18,23 ribu ton beras, dan potensi produksi beras sepanjang Februari hingga April 2024 ialah sebesar 324,66 ribu ton.

“Dengan demikian, potensi produksi beras pada Subround Januari−April 2024 diperkirakan mencapai 342,89 ribu ton beras atau mengalami penurunan sebesar 156,25 ribu ton (31,30 persen) dibandingkan dengan produksi beras pada Januari−April 2023 yang sebesar 499,13 ribu ton beras,” terangnya.

Bersamaan dengan itu, Pejabat Gubernur NTB, H. Lalu Gita Ariadi menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) se-Provinsi NTB di Kantor Perwakilan Bank Indonesia NTB. Acara high level meeting  tersebut dalam rangka merumuskan langkah-langkah strategis terkait dengan tugas sebagai tim pengendali inflasi di daerah.

Salah satunya mengendalikan harga komoditi beras yang menjadi pendongkrak inflasi daerah. Kesempatan itu Pj Gubernur meminta OPD supaya memperbanyak lokasi operasi pasar, dengan tujuan agar tidak terjadi penumpukan oleh masyarakat. Serta memberikan harga yang murah dengan kualitas sama bahkan lebih bagus sesuai program Stabilisasi Pasokan Dan Harga Pangan (SPHP) Pemerintah.

“Kondisi pangan secara nasional menghiasi media massa, terjadi kelangkaan pasca pemilu sehingga memicu terjadinya panic buying oleh masyarakat,” ujarnya.

Pj Gubernur juga meminta kepada media untuk memberitakan juga berita yang positif, sehingga masyarakat tenang. Seperti berita tentang stok beras tersedia, serta memberitakan tentang beberapa daerah di NTB sudah mulai panen walaupun bukan panen raya. “Itu diberitakan, untuk memunculkan issue positif jurnalism, sehingga masyarakat tenang dan tidak terjadi panic buying,” jelasnya.

Kepala Biro Ekonomi NTB Wirajaya Kususma membenarkan bahwa Pj Gubernur Lalu Gita Ariadi menghimbau agar terus dilakukan upaya stabilisasi harga bapok khususnya beras melalui Operasi Pasar, GPM dan Bazar pangan murah OPD dan stake holder terkait.

Gubernur kata dia juga memastikan supaya tidak ada aksi penimbunan bapok oleh oknum tertentu untuk mengambil keuntungan. “Pastikan agar stok pangan khususnya beras tersedia di pasar pasar dan ritel modern. Kabupate/Kota agar perkuat kerja sama antar daerah utk menjamin ketersedian stok pangan. Terapkan strategi 4 K utk pengendalian inflasi,” ujarnya. (rat)

Komentar Anda