Perkosa Santriwati, Pimpinan Ponpes di Kotaraja Divonis 17 Tahun Penjara

SELONG – Kasus pemerkosaan santriwati dengan terdakwa oknum pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di Kotaraja, Lalu Mujahdin Islam di Pengadilan Negeri Selong berakhir. Terdakwa divonis 17 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Vonis yang dijatuhkan hakim lebih ringan dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lotim yaitu 19 tahun dan denda Rp 3 miliar.

Angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Lotim masih cukup tinggi. Sebagian besar pelaku merupakan orang terdekat korban.” Di tahun 2023 kita telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak oleh Polres Lotim. Dari jumlah tersebut delapan perkara yang telah dilimpahkan ke kejaksaan untuk disidangkan ke Pengadilan Negeri Selong,” kata Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Lotim Ida Made Oka Wijaya kemarin.

Dari delapan perkara tersebut sebagian sudah divonis majelis hakim dan sebagian masih dalam proses persidangan. Salah satu kasus pelecehan seksual yang telah di vonis yaitu oknum pimpinan Ponpes di Kotaraja atas nama Lalu Mujahdin Islam. Dalam persidangan tersebut jaksa menuntut terpidana Lalu Mujahdin 19 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar. Tuntutan tersebut lebih ringan dari pada vonis majelis hakim yang memberikan hukuman pidana 17 tahun dengan denda Rp 1 miliar. Sementara perkara yang lain yang masih dalam proses persidangan yaitu kasus pelecehan seksual terhadap santri di Ponpes Sikur. Dalam perkara ini, terdakwa juga dituntut 19 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar.”Semua kita tuntut maksimal, biar memberikan efek jera,” tegas Oka.

Sementara itu, untuk pelaku pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang tua kandung, Oka mengaku juga memberikan tuntutan maksimal yaitu 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Tuntutan ini diberikan kepada terpidana Fathurramzi yang menyetubuhi anak kandungnya sendiri. Dari tuntutan ini, majelis hakim PN Selong memvonis terdakwa dengan 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Selain tuntutan maksimal, jaksa juga melakukan pencabutan hak asuh anak terhadap terpidana.”Ada cukup banyak perkara yang pelecehan anak yang kita tangani, dengan berbagai latar belakang pelaku, ada orang tua kandung dan tiri, tokoh agama, tokoh pendidik. Tetapi semuanya tetap kita tuntut hukuman maksimal dengan harapan orang lain akan berfikir dua atau tiga kali berbuat pelecehan seksual pada anak,” ungkapnya.

Terkait ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak ini, kata Oka berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, ancaman hukumannya bisa dihukum mati dan seumur hidup dan paling singkat 10 tahun penjara, dalam hal korbannya lebih dari saru orang, mengalami luka berat, gangguan jiwa, menularkan penyakit dan korban meninggal dunia. Selain hukuman penjara ada juga denda yaitu maksimal Rp 5 miliar, bisa bertambah apabila spesifikasinya orang tua wali, pengasuh anak, pendidik, dan aparat yang menangani kasus anak.”Dari semua perkara belum ada kita tuntut mati atau seumur hidup, karena belum memenuhi kualifikasi, tetapi kalo 20 tahun sudah ada terdakwa yang kita tuntut,” ungkapnya.

Hal yang sama juga untuk hukuman kebiri, pihaknya juga belum menerapkan hukuman tersebut untuk menuntut terdakwa, karena masih menunggu petunjuk teknis.”Meskipun sudah ada aturannya tapi kita belum pernah terapkan, karena belum ada petunjuk teknisnya,” tutupnya.(lie)

Komentar Anda