Penangkapan Menteri KKP Tak Ganggu Ekspor Benih Lobster Asal NTB

BUDIDAYA LOBSTER : Penangkapan Menteri KKP Edy Prabowo terkait ekspor benih lobster, diharapkan menjadi angin segar bagi aktivitas budidaya lobster. (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK )

MATARAM–Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo bersama jajarannya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu dini hari (25/11).

Penangkapan tersebut terkait dengan izin ekspor benih lobster. Provinsi NTB sendiri merupakan salah satu daerah penghasil lobster terbaik di Indonesia. Ribuan nelayan menggantungkan hidup dari aktivitas penangkapan lobster. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTB, Yusron Hadi memastikan penangkapan Menteri KKP tidak akan mengganggu kegiatan ekspor benih lobster. “Ekspor jalan terus. Beda dia, gak ada hubungannya dengan penangkapan menteri,” ucap Yusron kepada Radar Lombok, Rabu (25/11).

Menurut Yusron, berbagai izin ekspor benih lobster memang diurus di Jakarta. Artinya, ditangani langsung oleh Kementerian KKP. Sementara daerah, hanya mengeluarkan Surat Keterangan Asal Benih (SKAB). Meskipun banyak izin yang diurus di Kementerian, namun dipastikan kegiatan ekspor tidak terganggu oleh proses hukum Edy Prabowo di KPK. “Karena ekspor lobster itu kan urusan bisnis. Jauh berbeda urusannya,” kata Yusron.

Begitu pula dengan kegiatan-kegiatan DKP Provinsi NTB. Semuanya tidak akan terganggu oleh penangkapan menteri Edy. “Program-program DKP NTB juga tidak akan terganggu,” tegasnya.
Lalu sudah berapa jumlah benih lobster yang telah diekspor dari Provinsi NTB tahun ini? Terutama sejak kran ekspor dibuka. Ternyata, Yusron tidak mengetahui data tentang hal tersebut. Pada dasarnya, Pemprov NTB menerima laporan dari kabupaten/kota. Mengingat, Pemprov juga memiliki tanggung jawab dalam aktivitas lobster. “Saya belum dapat data ekspor. Nanti saya cek di Kabid seperti apa laporannya,” ujar Yusron.

Harapan sama disampaikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Lombok Tengah, M Kamrin, penangkapan Menteri Edhy Prabowo tidak berdampak kepada regulasi saat ini yang sudah memperbolehkan para nelayan untuk menangkap bibit lobster. Ada lebih dari 2 ribu nelayan di Lombok Tengah yang menggantungkan hidupnya di benih lobster ini. Jangan sampai dengan adanya permasalahan yang ada saat ini berimbas pada dicabutnya kembali aturan untuk para nelayan untuk bisa menangkap bibit lobster yang selama ini banyak dirasakan manfaatnya bagi para nelayan.
Para nelayan yang sudah terdaftar atau terverifikasi ada sekitar 2 ribu orang dan ini masih banyak lagi. Sehingga pihaknya berharap agar tidak ada pengaruh dari penangkapan ini. Karena kebijakan Peraturan Menteri (Permen) yang mencabut soal larangan dan diperbolehkan untuk penangkapan sangat berdampak baik bagi para nelayan. “Sekarang ini besar manfaatnya bagi para nelayan dan bisa memberi nilai tambah dan itu sangat ditunggu-tunggu sejak lama oleh nelayan. Makanya kita berharap dengan adanya permasalahan ini tidak ada dampaknya, karena masyarakat sudah menikmati dan merasakan kaitan dengan diperbolehkannya penangkapan,” ungkapnya.

Pihaknya menegaskan selama ini para nelayan sudah bisa menghasilkan uang dengan diperbolehkannya menangkap benih lobster. Dengan adanya situasi yang terjadi saat ini tentu agar jangan terjadi perubahan terhadap kebijakan yang ada. “Kalau dengan ditangkapnya pak menteri dan membuat terjadinya perubahan kebijakan. Maka akan menimbulkan masalah baru lagi bagi nelayan kita,”terangnya.

Kamrin menegaskan, sejauh ini memang pihaknya belum mengetahui secara pasti adanya permainan dalam urusan izin penangkapan benih lobster ini. Terlebih perusahaan yang diberikan izin ini memang lebih banyak yang langsung berurusan dengan pemerintah pusat. “Kalau kita di daerah hanya menerbitkan surat keterangan asal benih kepada nelayan. Agar nelayan ini bisa menjual benihnya. Jadi kita tidak pernah bersentuhan dengan yang namanya eksportir ini,”tegasnya.

Lebih jauh disampaikan, semua yang selain izin keterangan asal benih ini merupakan ranah pemerintah pusat. Termasuk perusahaan yang dikeluarkan oleh kementerian juga oleh pemda tidak pernah ikut terlibat. Karena dinas di daerah lebih fokus dalam mengakomodir para nelayan agar berbagai hasil tangkapannya bisa dijual. “Yang sudah teregistrasi dari pusat dan Pemprov NTB sekitar 2126 lebih khusus di Lombok Tengah. Tapi ini masih banyak karena hampir semua masyarakat pesisir kalau berbicara benih ini, karena memang menjadi primadona. Mereka dapat 10 ekor saja dengan dijual Rp 5 ribu/ekor mereka dapat untung besar dan hanya mengangkat pocong saja itu,”tegasnya.(zwr/met)

Komentar Anda