Mengolah Sampah Organik dengan Budidaya Maggot Menjadi Kampung Hijau

Ketua Bank Sampah Al Haqiqi Masiani (47) menunjukkan proses pengolahan sampah organik dengan budidaya maggot di Dusun Reak Satu, Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Rabu (25/10/2023).

PRAYA – Sampah rumah tangga masih menjadi persoalan di tengah masyarakat, karena minimnya pengetahuan tentang pengelolaan sampah menjadi ‘produk berharga’, baik itu untuk pakan ternak, pakan ikan maupun pupuk organik. Berangkat dari rasa kegelisahan terhadap keberadaan sampah rumah tangga yang dibuang sembarangan dan menimbulkan bau busuk oleh warga, mendorong para ibu-ibu rumah tangga kelompok pengajian yasinan di Dusun Reak Satu Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah berinisiatif membentuk komunitas untuk mengolah sampah rumah tangga menjadi pupuk organik dan pakan ternak.

Salah seorang ibu rumah tangga, Masiani (47) menginisiasi pengolahan sampah rumah tangga dengan mengajak para perempuan yang ada di Dusun Reak Satu Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah membentuk Komunitas Masyarakat Peduli Sampah (KMPS) untuk mengolah sampah menjadi pupuk organik secara tradisional pada Februari 2019 berbekal ilmu yang didapatkan ketika mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok Tengah. Masiani kemudian mengajak para ibu-ibu rumah tangga di Dusun Reak Satu untuk mengolah sampah rumah tangga menjadi pupuk organik secara sederhana dengan sistem Takakura (metode pengolahan sampah dengan permentasi, agar sampah tidak berbau). Berawal dari KMPS inilah Masiani bersama 20 orang anggotanya membentuk Bank Sampah Al Haqiqi, yang kemudian dilirik oleh PT Pertamina Patra Niaga untuk diberikan pembinaan dan pendampingan, serta berkolaborasi menangani persoalan sampah menjadi produk bernilai ekonomi bagi masyarakat selaku anggota Bank Sampah.

Ketua Bank Sampah Al Haqiqi, Masiani menuturkan, pada awalnya pengolahan sampah dilakukan secara sederhana, yakni dengan sistem Takakura. Dalam perjalanannya, pengolahan sampah dengan sistem Takakura dinilai tidak efektif dan efesien. Pasalnya, selain membutuhkan tenaga ekstra dalam proses pemotongan, penyampuran, hingga permentasi sampah, membutuhkan waktu yang cukup lama. Sementara, seluruh anggota Bank Sampah merupakan para perempuan, yang kesulitan dari sisi tenaga. Belum lagi, dalam proses pengolahan membutuhkan bahan baku sampah rumah tangga yang cukup banyak, sementara hasil panen jauh lebih sedikit. Misalkan, sampah yang terkumpul sebanyak 600 kilogram (kg) kemudian diolah dengan proses permentasi, maka pupuk organik yang dihasilkan hanya sekitar 60 kilogram. Belum lagi prosesnya butuh waktu lama sampai empat bulan baru panen.

Dengan berbagai kondisi tersebut, Masiani mencoba mencari tahu cara pengolahan sampah yang efektif, efisien, serta menghasilkan ekonomi yang lebih baik. Ia kemudian magang belajar membuat pakan ternak dan pupuk organik dengan cara budidaya maggot. Berbekal hasil pelatihan itu, Masiani kemudian mengajak anggota Bank Sampah beralih menggunakan pengolahan sampah dari sistem Takakura menjadi budidaya maggot.

Setelah mendapatkan hasil bagus, dan dari sisi ekonomi lebih menjanjikan, Masiani kemudian mencoba peruntungan dengan mengajukan proposal kepada DPPU BIL Pertamina Patra Niaga. Alhasil, proposal yang diusulkan Bank Sampah Al Haqiqi mendapat respon. Selanjutnya Pertamina memberikan pelatihan, pendampingan hingga dukungan sarana dan prasana pendukung produksi budidaya maggot menjadi pakan ternak, pakan ikan dan pupuk organik.

Lebih lanjut Yani menjelaskan, bahwa mekanisme pengumpulan sampah dilakukan dengan cara anggota mendatangi setiap rumah untuk mengambil sampah yang sudah dipilah oleh masyarakat. Bank Sampah, membagikan kantong kresek plastik ke setiap rumah warga di Dusun Reak 1 untuk dijadikan tempat menaruh sampah dengan ketentuan harus dipilah, antara sampah organik dan an organik. Untuk pembayaran sampah yang sudah terkumpul oleh warga itu dijadikan sebagai tabungan dan dibagikan setiap jelang lebaran Idul Fitri, yang juga dijadikan sebagai THR (tunjangan hari raya).

“Pembayaran sampah itu kita jadikan tabungan mereka dan dibagikan setiap menjelang lebaran Idul Fitri,” tuturnya.

Menurut Masiani, awal mulanya membentuk kelompok pengolahan sampah dengan mengajak ibu-ibu rumah tangga di Dusun Reak Satu Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah berawal dari keprihatinannya melihat masyarakat membuang sampah sembarangan, baik itu di sungai, halaman rumah, kebun, hingga tanah kosong yang ada di belakang rumah mereka. Akibatnya, sampah – sampah rumah tangga itu mengeluarkan bau busuk. Dan parahnya lagi, ketika musim hujan, terjadi banjir di sungai, sampah –sampah yang dibuang sembarangan tersebut naik meluap hingga ke pekarangan halaman rumah menyebabkan kotor dan jorok.

“Dari sanalah saya berpikir bersama ibu-ibu yang lain, bagaimana cara mengelola sampah, agar tidak lagi membuang sampah sembarangan. Selain diolah menjadi produk bernilai ekonomi, sampah yang berbau busuk itu juga bisa memberikan tambahan uang dalam bentuk tabungan kepada ibu-ibu rumah tangga,” ujarnya.

Kini, hasil perjuangan Masiani bersama anggota Bank Sampah Al Haqiqi sudah berjumlah 60 orang itu, mendapatkan berkah. Produk pakan ternak, pakan ikan dan pupuk organik maggot yang dihasilkannya diminati oleh para peternak ayam, ikan. Bahkan, produksinya tidak mencukupi untuk memenuhi tingginya permintaan pasar, khususnya pakan ternak dan pakan ikan maggot.

Bank Sampah Al Haqiqi dalam perminggunya bisa menghasilkan 150 kg maggot fresh (pakan ternak maggot) atau sekitar 600 kg maggot fresh. Sementara itu, untuk bekas maggot (Kasgot) atau pupuk organik maggot, perbulannya bisa menghasilkan 500 kg. Harga jual juga lebih murah jika dibandingkan dengan pakan ternak pabrikan kimia yang dijual di toko Rp 15 ribu per kg. Sementara untuk harga jual pakan ternak maggot fresh hanya Rp 7 ribu per kg.

“Untuk pemasaran, sampai kami kewalahan menerima pesanan. Kami bahkan kekurangan sampah organik untuk diolah menjadi pakan ternak organik maggot dan pupuk organik maggot. Adapun pembeli, ada yang langsung datang ke gudang dan ada pula COD,” ujarnya.

Keberhasilan Bank Sampah Al Haqiqi mengolah sampah rumah tangga menjadi pupuk dan pakan ternak, pakan ikan organik maggot, diakui Yani sapaan akrab perempuan kelahiran 1977 ini juga tidak terlepas dari peran aktif, serta dukungan dari PT Pertamina Patra Niaga. Yani menyebut PT Pertamina Patra Niaga, tidak hanya memberikan pendampingan dalam bentuk pelatihan dan peningkatan kompetensi SDM, tapi juga membantu peralatan mesin dan lainnya untuk keberlangsungan pengolahan sampah rumah tangga dengan sistem budidaya maggot.

“Alhamdulillah, kami sangat terbantu dengan kehadiran PT Pertamina Patra Niaga yang telah memberikan dukungan berupa pendampingan, alat produksi dan bangunan, serta sarana prasarana lainnya untuk keberlanjutan pengolahan sampah rumah tangga dengan budidaya maggot,” ungkap Yani.

Baca Juga :  Pertamina Pastikan Penyaluran Energi Tetap Aman Pasca Gempa di Dompu

Yani menyebut hasil penjualan pakan ternak, pakan ikan dan pupuk organik maggot digunakan untuk memperluas usaha, seperti beternak ayam kampung dan itik, serta menanam pohon pisang. Saat ini sudah ada ratusan ayam kampung dipelihara, dan diikhtiarkan akan terus bisa berkembang.

“Kami akan membangun usaha peternakan ayam untuk kemandirian ekonomi anggota Bank Sampah Al Haqiqi,” katanya.

Maggot sendiri merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia Illucens yang biasa disebut ‘belatung’ yang awalnya berasal dari telur dan bermetamorfosis menjadi lalat dewasa. Tubuh maggot berwarna hitam dan sekilas mirip dengan tawon. Maggot memiliki kemampuan untuk mengolah bahan organik menjadi sumber pakan yang bernilai tinggi. Limbah organik, seperti sisa makanan, limbah pertanian, dan kotoran hewan dapat dicerna dan dimakan oleh maggotMaggot membantu untuk mengurai sampah organik. Maggot juga memiliki kandungan nutrisi tinggi, seperti asam amino, protein, asam lemak dan mineral yang dapat dijadikan solusi bahan pakan alternatif bagi ternak dan juga bisa dijadikan pupuk organik untuk berbagai jenis tanaman.

Yani mengatakan, Pertamina mulai masuk memberikan pendampingan dan pembinaan untuk mengolah sampah rumah tangga menjadi pakan ternak dan pupuk organik pada pertengahan tahun 2021, melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Yani menyebut jika Pertamina memberikan dukungan penuh kepada Bank Sampah Al Haqiqi dalam mengolah sampah rumah tangga menjadi pakan ternak dan pupuk organik dengan sistem budidaya maggot. Sejumlah dukungan yang diberikan Pertamina adalah bantuan pembangunan gedung produksi, bantuan air bersih, mesin pencacah sampah organik. Tak hanya itu, Pertamina secara konsisten juga memberikan pelatihan dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) anggota Bank Sampah Al Haqiqi.

“Kami sangat bersyukur Pertamina memberikan banyak dukungan dalam program mengolah sampah rumah tangga menjadi pakan ternak, pakan ikan dan pupuk organik melalui budidaya maggot ini,” ungkapnya.

Ketua Asosiasi Maggoters NTB Salikin menyebut jika komposisi sampah yang ada di Provinsi NTB adalah hampir 40 persen merupakan sisa makanan dari rumah tangga. Di mana sampah sisa makanan rumah tangga ini adalah pakan terbaik bagi maggot. Pengolahan sampah rumah tangga melalui budidaya maggot ini menjadi salah satu solusi penanganan sampah yang hingga sekarang masih menjadi persoalan.

“Penanganan sampah rumah tangga ini sangat efektif dengan maggot. Karena maggot ini memiliki kelebihan, mulai dari pengolahan sampah yang lebih cepat, efektif, efisien dan sangat bagus untuk pakan ternak, pakan ikan dan juga untuk pupuk organik,” terangya.

Salikin menjelaskan sejumlah keunggulan pengolahan sampah rumah tangga dengan sistem budidaya maggot. Pertama maggot memiliki sumber protein berkualitas tinggi daripada sumber pakan tradisional lainnya. Kedua, maggot dapat digunakan untuk mengolah limbah pertanian, limbah makanan, bahkan kotoran hewan menjadi nutrisi yang bernilai. Dengan demikian maggot ini membantu mengurangi jumlah pembuangan limbah organik. Ketiga adalah ketersediaannya dan biaya murah, di mana maggot relatif mudah dan murah dibudidayakan. Pengembangan maggot dapat menggunakan bahan organik yang tersedia di sekitar peternakan, sehingga mengurangi ketergantungan pada pakan konvensional yang mahal. Maggot dapat menjadi sumber pakan alternatif bagi ternak dengan penggunaan yang tepat dan perawatan yang baik, dapat menjadi solusi inovatif terhadap kebutuhan nutrisi hewan ternak dan pupuk organik secara berkelanjutan.

“Pengolahan sampah dengan maggot ini memberikan alternatif ekonomis dan praktis bagi peternak dan petani dalam menyediakan pakan dan pupuk organik yang cukup,” ujarnya.

Kepala Desa Tanak Awu Lalu Wisnu Wardana menyatakan mendukung penuh program pengolahan sampah yang dilakukan oleh Bank Sampah Al Haqiqi. Persoalan sampah ini menjadi perhatian serius pihaknya, dalam menjadikan Desa Tanak Awu tetap bersih, asri dan sehat. Terlebih lagi, Desa Tanak Awu berdekatan langsung dengan Bandara Internasional Lombok dan juga menjadi jalur utama menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika yang menjadi tempat perhelatan event internasional MotoGP, di Sirkuit Mandalika Lombok.

“Kami sangat bersyukur Bank Sampah Al Haqiqi dan diberikan pendampingan oleh PT Pertamina Patra Niaga untuk mengolah sampah menjadi pakan ternak dan pupuk organik. Ini salah satu solusi mengurangi persoalan sampah yang cukup berat,” ungkap Lalu Wisnu Wardana.

Dia juga menginginkan agar pengelolaan sampah organik berbasis budidaya maggot bisa diperluas di seluruh dusun yang ada di Desa Tanak Awu, sehingga persoalan sampah rumah tangga ini bisa teratasi. Dengan demikian kedepannya lingkungan di Desa Tanak Awu bisa bersih dari sampah, dan tentunya menggerakan perekonomian masyarakat dari pengolahan sampah rumah tangga menjadi pakan ternak dan pupuk organik maggot.

“Pastinya desa sangat mendukung pengolahan sampah menjadi pakan ternak dan pupuk organik. Ini salah satu solusi mengurangi persoalan sampah yang selama dibuang sembarangan oleh warga kami di Desa Tanak Awu. Kita ingin program Bank Sampah Al Haqiqi semakin diperluas dan kami di desa siap mendukung dan membantu,” ucapnya.

Lalu Wisnu mengakui jika persoalan sampah ini membutuhkan waktu dan proses menyadarkan masyarakat agar tidak membuang sampah sembarang. Begitu juga mengarahkan masyarakat untuk ikut terlibat dalam pengolahan sampah seperti yang dilakukan Bank Sampah Al Haqiqi didukung oleh PT Pertamina. Tidak henti-hentinya, dirinya juga tetap mensosialisasikan dan mengajak masyarakat untuk mengolah sampah menjadi produk yang bernilai ekonomi, seperti menjadi pakan ternak, pakan ikan dan pupuk organik.

“Program PT Pertamina ini sangat bagus dalam pengolahan sampah oleh Bank Sampah Al Haqiqi. Desa juga selalu memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan masalah sampah ini. Seperti sosialisasi melalui ceramah tentang sampah di setiap pengajian dan berdosa orang yang membuang sampah sembarangan,” terangnya.

Area Manager Comm Rel & CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Ahad Rahedi mengatakan program Kampung Hijau Bank Sampah Al Haqiqi di Dusun Reak Satu, Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut merupakan wujud dukungan Pertamina kepada Pemerintah Provinsi NTB, khususnya Kabupaten Lombok Tengah dalam upaya penanganan sampah.

Baca Juga :  Pertamina Dukung Pengembangan Kerajinan Kain Tenun dari Sampah Plastik

“Bank Sampah Al Haqiqi merupakan program Kampung Hijau Pertamina DPPU BIL yang sudah masuk tahun ketiga pembinaan bersama Pertamina pada tahun 2023 ini,” sebut Ahad Rahedi.

Dijelaskannya, bahwa pelaksanaan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina sejalan dengan penerapan Environment, Social & Governance (ESG) dan Sustainability Development Goals (SDGs) dengan semangat energizing community. Pelaksanaan program kampung hijau Bank Sampah Al Haqiqi juga sesuai dengan arahan Kementerian Badan Usaha Milik Negeri (BUMN) untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan tentang penanganan perubahan iklim, kehidupan sehat dan sejahtera, serta pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.

“Diharapkan nantinya secara berkelanjutan, TJSL dalam program Bank Sampah Al Haqiqi mengolah sampah rumah tangga menjadi pakan ternak, pakan ikan dan pupuk organik ini mampu meningkatkan kualitas hidup dan lingkungan bagi masyarakat sekitar,” harapnya.

Dijelaksan Ahad Rahedi, Bank Sampah Al Haqiqi, merupakan program Kampung Hijau Pertamina DPPU BIL yang sudah masuk tahun ketiga pembinaan bersama Pertamina pada tahun 2023. Adapun total dana yang dikeluarkan untuk menjalakan program Bank Sampah Al Haqiqi pada 2022 mencapai Rp 140 juta dan senilai Rp 400 juta untuk program Pertamina Hijau di Area DPPU BIL. Sementara itu, untuk keseluruhan dana yang sudah disalurkan untuk program Pertamina Hijau bidang pelestarian lingkungan wilayah kerja PT Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus mencapai Rp3,7 miliar pada 2022.

“Pertamina Hijau merupakan salah satu pilar program TJSL Pertamina yang memiliki konsentrasi pada bidang pelestarian lingkungan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB Julmansyah mengatakan Pemerintah Provinsi NTB terus memperbanyak jumlah organisasi/lembaga kemasyarakatan untuk peduli dalam mengolah sampah menjadi produk yang bernilai ekonomi. Melalui program Zero Waste, Pemprov NTB bersama Pemerintah Kabupaten/Kota menangani sampah, baik itu sampah plastik maupun organik yang berasal dari sisa makanan rumah tangga.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB, bahwa proyeksi timbunan sampah per hari di NTB diperkirakan mencapai 2.600 ton. Dari jumlah itu yang sudah dikelola baru sekitar 55 persen atau sekitar 1.488 ton. Sampah yang sudah bisa tertangani sekitar 1.488 ton per hari itu tentu saja, yang bisa dikumpulkan oleh masyarakat melalui angkutan kendaraan sampah milik pemerintah daerah dan dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)) yang ada di kabupaten/kota di NTB.

Dikatakan Julmansyah, penanganan sampah, baik itu organi maupun an organik masih menjadi tantangan Pemprov NTB dan juga kabupaten/kota. Pasalnya, kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, serta melakukan pemilahan sampah plasti, limbah B3 dan juga sampah limbah rumah tangga masih membutuhkan perjuangan. Karena itu, kolaborasi pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat serta perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta untuk bersama-sama menangani persoalan sampah ini sangat diperlukan.

“Peran semua pihak berkolaborasi menangani persoalan sampah ini sangat kita butuhkan, menuju NTB bebas sampah dan demi keberlangsungan kehidupan di masa yang akan datang,” kata Julmansyah.

Dalam penanganan sampah, lanjut Julmansyah, pemerintah daerah bersama pemerintha pusat telah membangun Tempat Pembuangan Akhir Regional (TPAR), Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) dan RDF di setiap kabupaten/kota. Namun, dalam penanganan sampah itu tentunya lebih diarahkan bagaimana mengolah sampah, baik itu plastik maupun limbah rumah tangga (organik, red) bisa dikelola menjadi produk yang bernilai ekonomi bagi masyarakat.

Untuk sampah an organik, seperti sampah plastik, DLHK NTB mengajak dan melatih masyarakat membentuk Bank Sampah dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bisa mengolahnya menjadi berbagai produk kerajinan. Begitu juga dengan sampah limbah B3, DLHK NTB juga menggandeng investor membangun pabrik pengolahan limbah B3 di wilayah Sekotong, Lombok Barat.

Selanjutnya, untuk sampah rumah tangga, didominasi limbah sisa makanan masyarakat diarahkan untuk mengolahnya menjadi pakan ternak, pupuk organik. Julmansyah menyebut untuk pengolahan sampah rumah tangga, DLHK NTB bersama DLH kabupaten/kota, serta perusahaan BUMN dan swasta membentuk bank sampah, yang bermitra langsung dengan masyarakat dalam mengelola sampah.

“Kami terus mendorong semakin banyak lembaga masyarakat ikut terlibat penanganan sampah, sehingga NTB betul-betul menuju Zero Waste,” harapnya.

Di Kabupaten Lombok Tengah, sebut Julmansyah, volume sampah yang dihasilkan ada sekitar 360 ton per harinya yang dibuang di TPA. Dari jumlah itu, masih banyak juga sampah rumah tangga yang belum bisa dijangkau oleh armada kendaraan dari pemerintah. Pemkab Lombok Tengah juga memfasilitasi setiap kelurahan dan desa dengan armada roda tiga yang mengangkut sampah ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara), dan selanjutnya diangkut oleh truk armada DLH ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Julmansyah mengapresiasi sejumlah bank sampah yang tergabung dalam Asosiasi Maggoters NTB memberikan andil besar dalam pengolahan sampah rumah tangga menjadi pakan ternak, pakan ikan dan pupuk organik dengan budidaya maggot. Berdasarkan basis data jumlah maggoters, dipekirakran sekitar 6,5 ton per hari sampah organik yang diolah menjadi pupuk orgbaik, termasuk juga salah satu produknya berupa maggot yang menjadi pakan ternak dan pakan ikan.

Ia berharap semakin banyak BUMN dan pihak swasta yang ikut terlibat dalam pengolahan sampah melalui budidaya maggot dengan memberikan pendampingan kepada masyarakat, sehingga persoalan sampah limbah rumah tangga, secara pelan tapi pasti bisa tertangani dengan baik, menjadi produk bernilai ekonomi dan mensejahterakan masyarakat.

Julmansyah juga berterima kasih kepada PT Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus yang telah membantu pemerintah daerah dalam penanganan sampah melalui program TJSL bermitra dengan Bank Sampah Al Haqiqi, Dusun Reak Satu, Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah untuk mengolah sampah limbah rumah tangga menjadi pupuk organik, pakan ternak dan pakan ikan berbasis budidaya maggot.

“Kami pastinya berterima kasih kepada Pertamina dalam mendukung lingkungan hijau melalui program CSR untuk pengolahan sampah rumah tangga. Kami berharap Pertamina bisa memperluas cakupannya dalam program TJSL, sehingga persoalan sampah bisa tertangani dengan baik kedepannya,” harapnya. (luk)

Komentar Anda