Investor Asing Khawatir Berinvestasi di NTB

Kuasa Hukum Investor Prancis, Suparman. (IST FOR RADAR LOMBOK) 

MATARAM–Salah seorang investor asing asal Prancis, merasa khawatir berinvestasi di NTB, khususnya di kawasan Gili Trawangan,  Kabupaten Lombok Utara (KLU).

Kekhawatiran itu muncul karena pada akhir tahun 2021, ia optimistis akan mengembangkan usaha di Gili Trawangan setelah bertemu gubernur saat itu yang menjanjikan kerja sama. Namun, optimisme itu memudar ketika perubahan administratif yang menyebabkan ketidakjelasan hukum dan memengaruhi kepercayaan investasi.

Begitu halnya perubahan peran UPTD Gili Tramena, yang menjadi sorotan karena hak sewa lahan yang kontroversial, dengan tuduhan pembayaran besar untuk sewa lahan tidak sah. Tindakan seperti ini telah mengecilkan hati investor potensial dan mengubah pandangan soal investasi.

“Klien kami merasa pesimis berinvestasi di Gili Trawangan, karena terlalu banyak aturan yang tidak jelas,” kata Suparman, kuasa hukum investor itu, Kamis (14/3).

Belum lagi, klien kata Suparman juga merasa tertipu karena ulah beberapa oknum. Klien sering diintimidasi kaitan penutupan bisnisnya oleh entitas lokal tanpa dasar hukum.

“Situasi ini telah menyebabkan perusahaan mengurangi karyawan hingga 30 persen. Tentu ini juga membuat menurunnya investasi asing akibat dugaan ancaman. Klien saya menekankan perlunya tata kelola yang transparan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan daya tarik investasi Gili Trawangan,” ujarnya.

Hal lain, lanjutnya yakni ulah oknum inisial HB yang membuatnya tidak nyaman. “Klien saya merasa dipermainkan oleh oknum inisial HB, mulai dari persoalan sewa lahan tempat membuka usaha. Oknum tersebut ingin mengambil alih tempat usaha itu padahal berdasarkan kontrak perjanjian  sewa dimulai tahun 2018 dan berakhir tahun 2038,” ungkap dia.

Langkah yang diambil oleh oknum itu tentu diduga melanggar hukum. Mestinya, jika HB ingin menguasai kembali tempat usaha Wildan Kafe, harusnya HB melakukan upaya hukum yakni gugat wanprestasi atau perbuatan melawan hukum (PMH) atas kontrak perjanjian, tidak dengan cara main hakim sendiri dengan cara menutup tempat usaha milik kliennya.

Menurut Parman, ada kesalahan penafsiran oleh HB terhadap putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor: 1/Pdt.P-Kons/2024/PN.Mtr tertanggal 27 Februari 2024, tentang konsinyasi atau permohonan penitipan uang pembayaran sewa-menyewa tanah dan bangunan Kafe Wildan atau Angel Restaurant.

“Putusan PN Mataram itu tidak pernah memutuskan atau membatalkan kontrak perjanjian sewa lahan antara kilen saya dengan HB. Melainkan menolak dititipkan uang (konsinyasi),” bebernya.

Di mana, di dalam perjanjian sewa-menyewa tersebut, HB telah menyewakan lahan dalam jangka 20 tahun dengan proses pembayaran bertahap. “Konteks putusan PN Mataram itu bahwa menolak penitipan (konsinyasi) uang pembayaran sewa-menyewa tanah yang akan dibayarkan kepada inisial HB sebesar Rp 1,25 miliar. Bukan memenangkan HB, karena di sini tidak ada gugat-menggugat atau dikenal penggugat dan tergugat,” tegas dia.

Kalaupun demikian lanjut Parman, pihaknya telah melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk mematahkan tafsiran oknum inisial HB tersebut dan sudah menerima salinan akta pernyataan permohonan kasasi Nomor : 14/akta-Kas/pdt/PN Mtr, tertanggal 7 Maret 2024 dengan nomor register :219/SK.PDT/2024/PN.MTR.

“Yang kami sayangkan, tempat usaha klien kami diduga ditutup oleh HB, kemudian ada beberapa barang dikeluarkan sehingga mengalami kerusakan. Termasuk ada yang dirusak juga sehingga kami telah mengambil langkah hukum dengan melaporkan HB ke Polda NTB pada Rabu kemarin,” kata Parman.

Selain kasasi, pihaknya juga akan melakukan upaya hukum perdata.  Yakni akan menggugat perbuatan melawan hukum dan wanprestasi yang dilakukan oleh HB.

“Kontrak perjanjian antara klien saya dengan HB ini tidak berakhir, hanya pembayaran secara bertahap. Artinya, isu yang dikembangkan oknum HB ini kontrak telah berakhir, tentu ini salah kaprah dan membangun opini bahwa kontrak sudah berakhir,” ujarnya.

Kendati demikian, dirinya telah berupaya membangun komunikasi dengan HB untuk mencari solusi, termasuk dengan kuasa hukum yang bersangkutan. “Kami lakukan cara ini agar jangan sampai Gili Trawangan yang dikenal aman, nyaman oleh investor berubah menjadi buruk akibat ulah oknum tertentu. Akhirnya para investor tidak mau lagi berinvestasi di NTB,” pungkasnya. (sid)

Komentar Anda