MATARAM — Penjabat (Pj) Gubernur NTB yang diwakili oleh Pelaksana Harian (Plh) Sekda NTB, Muhammad Nasir bersama jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov NTB, menggelar exit meeting dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan NTB, di Kantor Gubernur NTB, Jumat (29/9).
Dikatakan Nasir, berdasarkan hasil pertemuan itu, keberadaan Staf Khusus (Stafsus) Gubernur dan Wakil Gubernur NTB (Zul-Rohmi), masuk dalam salah satu temuan BPK. Dimana temuan BPK ini terkait dengan penggajian, dan kinerja puluhan Stafsus tersebut.
“Ini (penggajian) salah satu item yang jadi temuan BPK. Kita sudah lakukan evaluasi, dan saya mau melapor sekarang ke Gubernur (Pj),” ujar Nasir.
Atas temuan itu, maka Pemprov kata Nasir akan menindaklanjuti dengan melakukan sejumlah evaluasi. Mengingat tak sedikit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terkuras, untuk membayar staf khusus yang direkrut Gubernur dan Wakil Gubernur (Zul-Rohmi) itu. “Kan sudah kemarin sekitar Rp 2 miliar lebih (alokasi gaji Staf khusus, red),” ujarnya.
Nasir mengungkapkan, bahwa Pemprov telah menghabiskan anggaran sebesar Rp 2 miliar lebih setiap tahunnya, untuk membayar para Staf Khusus ini. Pasalnya, dari jabatan yang diberikan Gubernur itu, mereka mendapat upah atau honorium beragam.
Lebih rinci disebutkan Nasir, rata-rata gaji Staf Khusus Gubernur dan Wagub itu berkisar antara Rp 4 juta – Rp 5 juta perbulan. Dimana gaji yang diterima staf khusus ini jauh melebihi gaji pegawai non ASN yang ada dilingkup Pemprov NTB.
Sementara ada sekitar 31 orang staf khusus yang direkrut Zul-Rohmi saat menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB. Mereka tersebar di beberapa OPD lingkup provinsi, dan terbanyak adalah di Bappeda NTB. “Tapi di BKD Provinsi tidak ada (Staf khusus, red), karena BKD tidak perlu staf khusus,” tegas Nasir.
Nasir sendiri belum bisa menjelaskan secara pasti, terkait kontribusi para staf khusus besutan Zul-Rohmi ini terhadap pembangunan daerah. Namun yang jelas, saat direkrut tugas mereka hanya ikut membantu kepala daerah untuk menjalankan tugas sehari-hari. Tapi fakta di lapangan, ada staf khusus yang tidak pernah bekerja, alias hanya numpang nama saja di Pemprov, tetapi tetap digaji.
“Kalau ditanyakan bagaimana kontribusinya ke daerah. Namun karena tidak ada (Stafsus) di kantor saya (BKD, red), maka saya tidak tahu. Kalau misalnya ada ditempatkan di BKD, tentu (mereka) bisa laporan. Jadi untuk keberadaan mereka (Stafsus) itu, (kontribusnya) bisa ditanyakan di Bappeda,” ujarnya.
Nasir menjelaskan, bahwa sempat ada rencana dari Kepala Daerah sebelumnya untuk mengangkat para staf khusus ini menjadi pejabat struktural. Karena di beberapa daerah, ada juga yang melakukan hal yang sama. Namun dirinya tegas menolak, karena hal tersebut dapat melanggar ketentuan yang ada.
Menurut Nasir, perekrutan staf khusus oleh Zul-Rohmi ini hanya untuk menampung para pendukung, atau orang-orang yang sudah berjasa kepada mereka pada saat Pilkada 2018 lalu. “Kalau Pj Gubernur kan tidak ada balas jasanya, karena memang tidak pakai tim sukses,” ucap Nasir.
Nasir juga mengaku kaget saat pihaknya diminta BPK untuk melakukan evaluasi terhadap keberadaan para staf khusus ini. Terlebih dirinya juga belum pernah melihat SK dari nama-nama yang diangkat menjadi staf khusus oleh Gubernur dan Wakil Gubernur NTB (Zul-Rohmi) itu.
“Tapi yang jelas mereka ada, dan ada diantara mereka yang tidak masuk, hanya absen saja. Itu salah satu yang disoroti BPK. Kalau BPKP masih internal dan eksternal kita-kita saja (yang diawasi, red). Tapi kalau tadi itu (BPK), semua eksternal kita, dan dia memotret apa adanya,” jelas Nasir.
Terpisah, Inspektur Inspektorat Provinsi NTB, Ibnu Salim juga tidak menampik bahwa keberadaan para staf khusus di lingkup Pemprov NTB saat ini menjadi bahan evaluasi BPK. Hanya saja pihaknya mengaku belum mendapat laporan resmi dari BPK.
“Nanti setelah kita mendapatkan hasil laporan pemeriksaan, baru saya akan pelajari dan tindak lanjuti selama 60 hari kerja. Tapi kalau sekarang belum ada rekomendasinya, dan masih dalam konteks verbal, serta belum dituangkan dalam surat. Jadi belum bisa (ditindaklanjuti Inpesktorat, red),” ujar Ibnu.
Akan tetapi Ibnu memastikan apapun yang menjadi rekomendasi BPK kepada Pemprov NTB, maka Pemprov wajib menindaklanjuti apa yang direkomendasikan BPK. Karena jika tidak, maka itu akan menjadi temuan. “Tapi detail apa yang menjadi rekomendasi, apakah nanti penghapusan, evaluasi, atau pengurangan, pasti nanti akan kita laksanakan,” tegasnya.
Selain BPK, Ibnu juga menyebut Itjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga sedang melaksanakan pemeriksaan akhir masa jabatan kepala daerah periode 2018-2023 di lingkup Pemprov NTB.
Diketahui, Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya di NTB yakni Gubernur dan Wakil Gubernur NTB pada 19 September 2023 lalu. Kemudian Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bima, serta Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur pada 26 September 2023 kemarin.
Pemeriksaan akan berlangsung selama 15 hari kerja, terhitung dari tanggal 25 September 2023 kemarin. “Sejumlah OPD yang menjadi objek pemeriksaan ini yaitu Bappeda, Dinas Pariwisata, Biro Umum, Inspektorat, dan lainnya. Pokoknya ada 14 OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang menjadi sampel (contoh),” jelasnya.
Adapun item-item pemeriksaan yang dilakukan Kemendagri, mulai dari kinerja Kepala Daerah selama memimpin daerah, target pencapaian RPJMD, serta berbagai pencapaian saat menjadi kepala daerah, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan operasional. “Sekarang lagi dipelajari data yang diberikan oleh OPD, baru kemudian di kroscek,” bebernya.
Tujuan pemeriksaan ini lanjutnya, yaitu untuk mengetahui sejauh mana pencapaian dari kepala daeah selama memimpin daerahnya. Apakah sesuai dengan target yang sudah ditetapkan, atau tidak. “Pemeriksaan meliputi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan ke masyarajat seperti apa? Termasuk bagaimana pembiayaan yang sudah dikeluarkan,” pungkasnya. (rat)