Gaji Staf Khusus Zul-Rohmi Diusut Kejati, Pejabat Pemprov NTB akan Kooperatif

MATARAM—Pemerintah Provinsi (Peprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) memberikan penjelasan terkait Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB yang melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat dari kalangan Pemprov NTB, imbas dugaan kasus korupsi pembayaran gaji staf khusus (Stafsus) mantan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi).

“Silakan, itu kan merupakan wilayah kerja dari Kejaksaan. Memang sudah terkonfimasi beberapa pejabat maupun mantan pejabat yang diperiksa terkait dengan itu,” kata Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Fathurrahman saat dikonfirmasi di Mataram, Rabu (13/12).

Terhadap pengusutan kasus dugaan korupsi pembayaran gaji Stafsus Zul-Rohmi tersebut, pejabat Pemprov kata mantan Kepala Dinas Perdagangan NTB ini, bakal kooperatif dalam memenuhi panggilan Kejati.

Demikian untuk memudahkan proses penyidikan, Pemprov sambung Fathurrahman, dipastikan akan memberikan dokumen atau informasi yang dibutuhkan oleh tim Penyidik Pidus Kejati NTB. Bahkan ketika dipanggil Kejati pun, beberapa pejabat Pemprov sudah kooperatif dalam memberikan keterangan pada kasus tersebut.

“Kami tentu kooperatif, dalam hal ini melakukan hal-hal terbaik jika memang informasi terkait dengan itu (kasus dugaan korupsi gaji Stafsus) dibutuhkan. Saya kira ini masih dalam rangka memberikan keterangan dari pejabat maupun mantan pejabat yang berkaitan dengan Stafsus ini,” jelasnya.
Fathurrahman mengungkapkan pada tahun 2017, hanya 15 orang Stafsus yang direkrut sesuai dengan BPA untuk membantu pekerjaan Zul-Rohmi. Dia menegaskan pembayaran gaji puluhan Stafsus yang direkrut itu dipastikan sesuai regulasi yang ada.

Baca Juga :  Sejumlah Kampus Ditemukan Sunat Dana Beasiswa

Menurutnya, pengangkatan Stafsus tergantung dari pimpinan pada masanya. Bahkan dibeberapa provinsi lain di Indonesia, juga terdapat pengangkatan Stafsus yang dilakukan kepala daerah. Tetapi begitu jabatan kepala daerah berakhir, maka otomatis Stafsus tersebut juga ikut bubar.

“Memang itu suara kebijakan, dan memang membutuhkan tenaga. Stafsus ini tenaga ahli yang diperuntukkan untuk pendalaman program dan kebijakan yang dijadikan program kegiatan yang lebih efektif dalam pemerintahan,” ujar Fathurrahman.
Sementara itu, Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB mengaku telah meminta keterangan 15 orang, terkait dugaan korupsi pembayaran gaji staf khusus (Stafsus) mantan Gubernur NTB dan Wakil Gubernur NTB tahun 2018-2023, Zul-Rohmi.

Baca Juga :  Wisata Rinjani Dipenuhi Botol Miras

“(Soal) Stafsus itu masih penyelidikan. Kita sudah meminta keterangan sekitar 15 orang,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Ely Rahmawati.
Ely tidak membeberkan secara rinci ke-15 orang yang telah dimintai keterangan itu. Namun dipastikan 15 orang itu ada yang dari kalangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, dan juga dari Stafsus besutan Zul-Rohmi. “Iya, itu ada dari kalangan Pemprov dan Stafsus itu sendiri,” bebernya.

Ely juga enggan membocorkan lebih detail, mengingat penanganannya masih dalam penyelidikan. “Masih kami dalami. Nanti kita sampaikan perkembangannya. Itu dulu ya, masih penyelidikan masalahnya,” ucapnya.

Berdasarkan informasi, jumlah Stafsus era Zul-Rohmi ada sebanyak 50 orang, yang tersebar di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemprov NTB. Rata-rata gaji Stafsus Zul-Rohmi itu berkisar antara Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per bulannya. Sehingga dalam setahun, APBD yang dihabiskan untuk menggaji Stafsus itu sekitar Rp 2 miliar. (rat)

Komentar Anda