Bripka MN Tembak Mati Briptu KT di Lotim dari Sudut Psikologi Forensik

Polisi saat berjaga di kediaman korban di Blok X A 14 Griya BTN Pesona Madani Kelurahan Denggen, Kecamatan Selong, Kabupaten Lombok Timur, Senin (25/10)

Oleh Reza Indragiri Amriel (Psikolog Forensik)

Bripka MN menembak mati Briptu KT. Dugaan penyebabnya, KT berselingkuh dengan istri MN. Polisi akan menggunakan pasal 340 (pembunuhan berencana). Ancaman pidananya bisa mencapai hukuman mati.

Psikologi mempelajari perilaku dan proses mental manusia.

Kalau sebatas meninjau perilakunya, maka MN boleh jadi memenuhi unsur pidana pembunuhan berencana.

Tapi karena psikologi mengharuskan adanya cermatan terhadap proses mental, maka kondisi mental MN juga harus dibaca. Agar pertanyaan ‘mengapa’ bisa terjawab.

Bayangkan MN menembak dengan amarah hebat. Amarah memang sepintas mempertontonkan kekuatan, penguasaan atas diri sasaran. Jadi, ketika MN menembak KT dengan kemurkaan menyala-nyala, tergambarlah MN sebagai sosok yang superior, perkasa.

Tapi Kübler-Ross Model mengingatkan bahwa amarah hanya satu dari satu rangkaian episode perasaan manusia. Alhasil, perlu dipahami episode-episode sebelum dan setelah amarahnya MN.

Amarah, sebagai episode kesekian, pasti didahului episode pertama yakni kesedihan mendalam sekaligus keterkejutan luar biasa yang MN rasakan pasca mengetahui adanya hubungan terlarang antara istrinya dan TK. Berlanjut ke episode kedua yakni pengingkaran. Pada episode ini, MN mencoba mengatasi kedukaannya dengan setumpuk pertanyaan atau pemikiran yang menolak kenyataan.

Baca Juga :  Briptu Hairul Asal Narmada Ditembak Mati Bripka MN di Lotim

Jika pengingkaran tidak berhasil meredakan kesedihannya, masuklah MN ke episode ketiga: amarah hebat. Boleh jadi penembakan terhadap TK dilakukan MN ketika ia berada pada episode ketiga tersebut.

Andai amarah juga gagal menenangkan batin MN, maka sangat mungkin ia bergeser ke episode keempat: depresi. Dan satu ujung depresi adalah–maaf–bunuh diri.

Jika demikian gambaran kondisi batin MN, maka betapa pun ia hari ini duduk di kursi pelaku, tapi peristiwa nahas ini bermula dari posisi MN sebagai korban. Letusan senjata adalah satu tarikan napas dengan duka nestapa. Kemarahan yang bersumbu pada kesedihan. “Kemenangan” mencabut nyawa korban tak lain pancaran kemalangan seorang korban.

Baca Juga :  Bripka MN Tembak Mati Briptu Hairul dengan Senjata Laras Panjang

Lalu, bagaimana hukuman dikenakan terhadap orang yang membunuh pasangan maupun teman selingkuh pasangan?

Unik bahwa Filipina, di dalam KUHP-nya, sampai memuat pasal tersendiri tentang pembunuhan terkait perselingkuhan. Bahwa, korban perselingkuhan yang kemudian menghabisi pasangan maupun teman selingkuhannya cuma dihukum pembatasan jarak. Yakni, dia tidak boleh mendekati pasangan maupun teman selingkuhannya itu dalam radius sekian mil (misalnya). Bukan hukuman mati, bahkan penjara sekali pun.

Di New South Wales juga, dalam kasus serupa, menurunkan dakwaan dari pembunuhan (first atau second degree murder) ke penganiayaan yang mengakibatkan orang tewas (third degree murder, manslaughter). Di Inggris juga ada infidelity plus sebagai bentuk pertimbangan khusus.

Tentu, gambaran kondisi guncangan jiwa MN seperti atas perlu ditelaah lebih dalam. Polisi yang menanganinya secara tuntas. (*)

Komentar Anda