AJI dan PWI Sesalkan Tindakan Represif Oknum Anggota Satpol PP NTB

RICUH : Inilah suasana saat terjadi kericuhan aksi demo Aliansi Mahasiswa Peduli Palestina NTB di depan kantor gubernur NTB, Senin (24/8) kemarin. (Faisal Haris/radarlombok.co.id)
RICUH : Inilah suasana saat terjadi kericuhan aksi demo Aliansi Mahasiswa Peduli Palestina NTB di depan kantor gubernur NTB, Senin (24/8) kemarin. (Faisal Haris/radarlombok.co.id)

MATARAM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram sesalkan tindakan represif oknum anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemprov NTB terhadap Arif, wartawan media online radarmandalika.Id saat meliput aksi demonstrasi Aliansi Mahasiswa Peduli Palestina NTB di depan kantor Gubernur NTB, Senin (24/8).

Ketua AJI Mataram Sirtupillaili menyampaikan kronologis kejadian. Saat itu, Arif saat itu sedang menjalankan tugasnya mengambil gambar ketika seorang demonstran diseret oleh sejumlah anggota Satpol PP saat membubarkan para pendemo. Dalam pengambilan gambar Arif tidak sendiri. Ada juga rekan jurnalis lainnya serta staf Biro Humas Pemprov NTB. ”Di situ saya melakukan pengambilan gambar. Ada Bang Edi dari Humas Pemprov NTB. Bang Ical dari Radar Lombok juga di dalam,” kata Arif dalam kronologis yang diterima AJI Mataram.

Seketika oknum anggota Satpol PP datang dan melarang pengambilan gambar. Arif menyebut identitasnya sebagai jurnalis yang bertugas sehari-hari di Pemprov NTB. Tetapi, tidak digubris dan mendapatkan perlakuan kasar. ”Saya ditepis pakai tangannya dan saya didorong. Dia bilang kenapa ambil muka saya, padahal saya fokus ke yang diseret itu,” tambahnya.
Selain itu, oknum tersebut meminta wartawan menghapus gambar yang diambil. Tindakan oknum anggota Satpol PP NTB tersebut tidak bisa dibenarkan.

Upaya menghalang-halangi kerja wartawan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentag Pers. Pada pasal 18 disebutkan, setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat menghambat atau menghalang-halangi kerja jurnalis untuk mencari dan mengolah informasi dapat dipidana kurungan penjara selama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta. ”Kami sangat menyesalkan tindakan oknum anggota Satpol PP yang menghalangi kerja jurnalis dalam memperoleh informasi,” kata Ketua AJI Mataram Sirtupillaili.

Sirtu menegaskan, jurnalis dalam memperoleh informasi dilindungi undang-undang. “Siapa pun tidak boleh menghalangi apalagi melakukan tindakan kekerasaan,” katanya.
Ia mendesak gubernur NTB mengambil sikap tegas terhadap bawahannya. ”Sikap tersebut tidak perlu dilakukan seorang aparat dan ini mencoreng kebebasan pers di NTB,” katanya.
AJI juga mengingatkan kepada para jurnalis tetap bekerja sesuai rambu-rambu yang diatur dalam UU Pers dan kode etik jurnalistik. Sehingga bisa meminimalisir tindakan kekerasan terhadap jurnalis saat menjalankan tugasnya.

Sikap serupa disampaikan Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB. Ketua PWI NTB Nasrudin Zein menyampaikan PWI menyesalkan perilaku oknum Satpol PP. Dikatakan, wartawan adalah mitra dan menjalakan tugasnya dilindungi undang-undang. ”Jangan sampai kejadian tersebut terulang kembali,” tegasnya. Nasrudin juga meminta wartawan dalam menjalankan tugasnya di lapangan juga tetap memperhatikan kode etik.

Terpisah Kasat Pol PP NTB, Tri Budi Prayitno yang dikonfirmasi mengaku belum mendapatkan informasi tersebut. Tri sapaannya mengaku mungkin anggotanya mengira dia salah satu dari masa aksi tersebut. “Coba tanya temannya itu apakah dia pakai Id Card atau tidak,” kata Tri.

Terkait aksi intimidasi dan persekusi menurut Tri sapaannya dalam masalah ini harus melihat dulu kondisinya seperti apa di lapangan. Tri malah menceritakan kronologisnya dimana demonstrasi itu berlangsung setelah sebelumnya melakukan demonstrasi ke Dinas Perdagangan NTB yang menuntut Kadis Perdagangan dicopot dari jabatannya dan meminta agar NTB menghentikan ekspor kerajinan keranjang buah ke Israel. “Mereka dikasih penjelasan terkait dengan ekpsor ke Israel lalu mereka demonstrasi ke kantor gubernur,” jelasnya.

Terkait dengan demo itu seperti prosudur biasanya ketika ingin menyampaikan aspirasi harus perwakilan. Awalnya salah seorang Kabag yang akan menerima mereka namun menolak, begitu pun juga akan diterima oleh Karo Humas masa pun menolak. Mereka hanya mau ditemui oleh gubernur langsung. “Negosiasi sedang berlangsung, seorang demo loncat gerbang masuk ke dalam lalu anggota berupa sehingga dikeluarkan yang loncat itu,” katanya

Tidak hanya itu Tri malah bercerita salah satu dari masa aksi melempari foto gubernur dan wakil gubernur dengan tomat sampai ada narasi tidak etis menyebut pribadi gubernur sendiri dan merobek baliho. “Saat itu petugas hentikan. Sehingga oknum itu diamanakan. Dari potongan video itu sedikit menyudukutkan Pol PP. Seperti itulah kondisinya di lapangan. Ndak bisa kita hitam putih kan (mana salah mana benar),” terangnya. (sal)

Komentar Anda