54,04 Persen Pemilih Milenial Jadi Penentu Pemenangan Pemilu

DR Agus (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Mayoritas segmen pemilih di NTB adalah pemilih milenial  (kelahiran 1980-1995) yang mencapai 2,1 juta atau 54,04 persen. Itu sebagaimana data yang disampaikan oleh KPU NTB. Artinya, Arah dukungan pemilih milenial akan menjadi penentu kemenangan peserta Pemilu 2024.

Terkait hal tersebut, Peneliti Pusdek UIN Mataram Dr Agus menilai pemilih milenial relatif memiliki karakter khas dan unik. Di antaranya, bersikap kritis, cuek dan tidak terikat dengan ideologi parpol manapun.

Dengan kondisi itu, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu tidak boleh lagi menggunakan cara-cara konvensional maupun trandisional dalam melakukan sosialisasi.

Sosialisasi dengan pendekatan informasi teknologi (IT) harus dikedepankan dengan berbagai konten kreatif memanfaatkan platform media sosial.

Baca Juga :  PKS dan PPP Serap Aspirasi Publik Soal Penjabat Gubernur

Dengan begitu, sosialisasi di platform media sosial akan bisa menyentuh pemilih milenial tersebut. “Karakter khas dan unik para pemilih milenial ini harus diketahui. Sehingga cara lama maupun konvensional harus ditinggalkan,” terang mantan Komisioner KPU NTB itu, kemarin.

Ia berpandangan, memperbaiki dan meningkatkan kualitas demokrasi elektoral, termasuk dengan meningkatkan tingkat partisipasi pemilih atau publik. Dimulai dengan memperbaiki dan mendorong partisipasi pemilih milenial yang cenderung kritis dan visioner.

Di antaranya, pemilih generasi milenial tidak bisa diberikan janji integritas dan iming-iming uang untuk mengajak memilih parpol dan caleg. Sebab itu, KPU perlu memiliki anggaran sosialisasi yang cukup dan memadai. “Pemilu ini bukan hanya persoalan coblos mencoblos. Melainkan bagaimana menciptakan perbaikan dan kualitas demokrasi, baik dan bermartabat,” ujar Dosen UIN Mataram ini.

Baca Juga :  Provinsi NTB Masuk Kategori Rawan Sedang Politik Uang

Sementara itu, Peneliti Pusdek UIN lainnya, Dr. Ihsan Hamid mengatakan, pendekatan sosialisasi IT tidak hanya dimaknai oleh KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu. Namun parpol juga harus bisa melakukan transfer politik, tidak lagi eksklusif namun harus inklusif.

“Dengan begitu, dinamika politik bisa dipahami dengan baik oleh pemilih milenial. Sehingga mendorong mereka untuk bisa berpartisipasi memberikan hak pilih,” lugasnya. (yan)

Komentar Anda