Tak Serahkan Diri, Terpidana Asrama Haji akan Dijemput Paksa

Dyah Estu Kurniawati (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram belum mengeksekusi Dyah Estu Kurniawati, terpidana korupsi dana rehabilitasi dan pemeliharaan gedung Unit Pelaksana Teknis (UPT) Asrama Haji Embarkasi Lombok, tahun anggaran 2019. Pihak Kejari masih menunggu niat baik Direktur CV Kerta Agung tersebut, untuk menyerahkan diri.

“Kami masih menunggu iktikad baiknya dulu untuk menyerahkan diri,” sebut Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejari Mataram, Muhammad Harun Al Rasyid, Rabu kemarin (13/12).

Jika terpidana tidak menyerahkan diri dalam waktu dekat, maka pihaknya akan mengambil tindakan tegas. Terpidana akan dijemput paksa. “Jika tidak memenuhi panggilan, kita jemput paksa. Kita panggil secara patut dulu,” ujarnya.

Dyah adalah salah satu nama yang terjerat dalam korupsi tersebut. Dyah melakukan tindak pidana korupsi bersama mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok Abdurrazak Al Fakhir, yang juga sudah berstatus terpidana. Serta Wishnu Selamet Basuki yang kini berstatus daftar Pencarian orang (DPO).

Dyah Estu Kurniawati dinyatakan terbukti bersalah setelah jaksa penuntut memenangkan upaya hukum kasasi pada Mahkamah Agung (MA). Majelis hakim mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum dan membatalkan vonis bebas yang dijatuhi majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram.

“Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa Dyah Estu Kurniawati terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” vonis Dr. Sinintha Yuliansih Sibarani selaku ketua majelis hakim, dengan hakim ad hoc Tipikor MA Yohanes Priyana beberapa waktu lalu.

Baca Juga :  Tiket Harian WSBK Mulai Dijual

Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada Dyah selama 4 tahun dan pidana denda  Rp 300 juta. Dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram yang diketuai Mukhlassuddin menyatakan terdakwa tidak terbukti dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider penuntut umum.

“Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata Mukhlassudin membacakan amar putusan, Kamis (29/12/2022) lalu.

Dengan dinyatakan tidak terbukti bersalah, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut membebaskan terdakwa dari segala tuntutan dan meminta kepada jaksa penuntut umum untuk memulihkan harkat dan martabat terdakwa sebagai warga negara.

Hakim menjatuhkan vonis demikian dengan melihat fakta-fakta persidangan. Hakim tidak menemukan adanya fakta yang menyatakan terdakwa memperkaya diri atau orang lain, atau melakukan suatu korporasi sesuai dakwaan primer. Yaitu Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Begitu juga dengan penyalahgunaan kewenangan yang diatur dalam dakwaan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Baca Juga :  Lombok Masuk Zona Merah Penularan PMK

Dalam kasus ini, tiga orang yang terseret. Selain Dyah, ada nama mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok Abdurrazak Al Fakhir, dan Wisnu Selamet Basuki (DPO).

Abdurrazak membuat persetujuan dengan saksi Wisnu dalam pencairan uang muka proyek sebesar 30 persen atau senilai Rp791 juta dari total anggaran. Uang muka tersebut ditransfer langsung ke rekening pribadi saksi Wisnu tanpa melalui rekening CV Kerta Agung.

Kemudian, Dyah sebagai direktur perusahaan pelaksana proyek dari CV Kerta Agung dinyatakan bersama Wishnu Selamat Basuki dan Abdurrazak Al Fakhir sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam munculnya kerugian negara tersebut. Wishnu dalam perkara ini berperan sebagai pihak yang melaksanakan proyek dari penunjukkan langsung Direktur CV Kerta Agung.

Untuk diketahui, dalam kasus yang menjerat tiga orang ini nilai kerugian negara yang keluar sebesar Rp2,65 miliar. Kerugian negara ini keluar setelah dilakukan perhitungan oleh BPKP Provinsi NTB. Nilai ini muncul dari kelebihan pembayaran atas kurangnya volume pekerjaan. Rinciannya, rehabilitasi gedung di UPT asrama haji sebesar Rp 1,17 miliar, rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta, rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta, rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta, rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi gedung PIH sebesar Rp28,6 juta. (sid)

Komentar Anda