Soal Rencana Kenaikan Biaya Haji, Ketua DPD RI: Perbaiki Dahulu Pelayanan bagi Jemaah

SOLO – Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2024 dari Rp90,05 juta menjadi Rp105 juta.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan, sebelum bicara terkait kenaikan biaya, Kemenag diminta untuk lebih dahulu memastikan pelayanan terbaik bagi jemaah haji. Mengingat pelaksanaan haji di tahun 2023 ini, banyak terjadi permasalahan.

‘’Jangan dulu bicara soal biaya naik, tetapi yang utama adalah pastikan perbaikan pelayanan dan jaminan tidak terjadi lagi keamburadulan pelaksanaan ibadah haji seperti di musim haji 2023 kemarin,’’ kata LaNyalla, Kamis (16/11/2023).

Senator asal Jawa Timur itu meminta Kemenag menyosialisasikan lebih detail perbaikan apa saja yang sudah dilakukan, sehingga kekurangan yang sempat terjadi saat ibadah haji sebelumnya tidak terulang kembali.

Baca Juga :  Prihatin Keterwakilan OAP Minim, Filep Berhasil Perjuangkan Penambahan Kursi DPRK dalam Otsus Perubahan

‘’Para jemaah tentu masih dihantui kekhawatiran terjadi lagi persoalan serupa. Makanya, kita semua harus mendorong supaya pelayanan jemaah dan fasilitas untuk haji jauh lebih baik. Sehingga, jemaah haji dapat menjalankan ibadah dengan khusyuk. Poin ini seharusnya yang dikedepankan oleh Kemenag,’’ ujarnya.

Persoalan haji adalah persoalan pemenuhan hak warga negara untuk beribadah. Negara dalam hal ini Kemenag sebagai otoritas penyelenggara, seharusnya memberikan kemudahan dan tidak membebani warganya.

‘’Di dalam Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, sudah tegas dan jelas, urusan haji ini bukan hanya semata-mata soal ekonomi, tetapi menyangkut hak warga negara dalam beribadah, di mana negara wajib hadir,’’ jelasnya.

Baca Juga :  LaNyalla: Kekacauan Tata Negara Indonesia Bermula saat Amandemen Konstitusi Tahun 1999-2002

Seperti diketahui, pelaksanaan ibadah haji tahun 2023 mendapat sorotan luas, karena banyak permasalahan dan kesulitan yang dialami oleh jemaah Indonesia. Terutama pelayanan bagi jemaah selama puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Misalnya, banyak jemaah haji Indonesia yang terlambat dibawa bus-bus dari Muzdalifah menuju ke Mina, sehingga banyak yang telantar. Bahkan, sebelumnya itu juga ada penundaan pemberangkatan beberapa kloter (kelompok terbang) jemaah haji.

Tak hanya itu, ada juga permasalahan kapasitas kursi pesawat yang digunakan untuk mengangkut jemaah haji Indonesia yang diubah secara sepihak tanpa persetujuan. (RL)

Komentar Anda