Korban Abrasi Pondok Perasi Pilih Mengungsi

MENGUNGSI : Sejumlah korban abrasi pesisir Pantai Ampenan memilih mengungsi karena rumah mereka tidak bisa ditempati lagi. (ALI MA’SHUM/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Warga Lingkungan Bintaro dan Pondok Perasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan yang menjadi korban bencana gelombang pasang memilih mengungsi. Mereka terpaksa meninggalkan rumah yang sudah menjadi puing dan alasan keselamatan mengingat gelombang laut semakin membesar.

Saprudin, warga Lingkungan Pondok Perasi menuturkan, kondisi rumahnya semakin parah. Semua temboknya sudah hancur dan atapnya diterbangkan angin. Ketakutan semakin melandanya saat malam hari karena angin semakin kencang. Karenanya, ia dan istrinya tidak kuat lagi untuk bertahan di rumah itu, terutama ketika mendengar deru gelombang yang semakin tinggi. ‘’Saya berdua sama istri sudah memilih mengungsi ke rumah kerabat di Pelembak. Saya sudah pasrah kondisi rumah semakin rusak parah, belum ada bantuan dari pemerintah,’’ tuturnya kepada Radar Lombok, Jumat (15/3).

Data yang dihimpun Radar Lombok, terdapat 10 rumah hancur di Pondok Perasi, dan 8 rumah di Bintaro. Para korban belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Para nelayan ini hanya hanya bisa menyelamatkan perahunya. Sementara rumahnya sudah rata dengan tanah. Yang tersisa hanya fondasi dan beberapa atap rumah yang berhasil diselamatkan.

Saprudin menambahkan, dari awal puasa sudah mulai rusak rumahnya namun tetap bertahan. Malam kedua salat tarawih gelombang besar seperti tsunami menghantam rumahnya setinggi 5 meter lebih. Disertai dengan angin saat itu membuat atap rumahnya rusak akibat hempasan gelombang. ‘’Sekarang kondisi sudah tidak bisa ditempati lagi. Semua barang berharaga juga tidak bisa diselamatkan. Hanyut dibawa gelombang,’’ tambahnya.

          Dia berharap, ada perhatian dari pemerintah dan sudah lama warga meminta direlokasi ke tempat yang lebih nyaman. Karena adanya rusunawa Bintaro yang sudah dibangun tahun 2022 lalu. Warga sudah meminta diperhartikan dan diberikan tempat, namun sayang tidak semua warga diakomodir saat itu. ‘’Kami sudah minta melalui kelurahan saat itu, karena setiap tahun rumah kami selalu terhempas gelombang pasang,’’ singkatnya.

          Warga lainya, Hamdi menyebutkan, selama ini belum ada perhatian pemerintah. Hanya beberapa kali diberikan karung dan membuat tanggul sederhana, namun tidak berhasil. Karena kondisi gelombang semakin besar. ‘’Kami hanya dikasih karung, disuruh isi pakai pasir. Ini tidak bisa bertahan lama, gelombang air laut semakin besar. Rumah warga sudah banyak rusak,’’ katanya.

Asisten II Setda Kota Mataram, Miftahurrahman mengatakan, penanganan kawasan pesisir akan dilakukan secara bertahap. Pemasangan riprap akan dilakukan di tiga lokasi. Yaitu di kawasan Pantai Ampenan, Pantai Loang Baloq dan Pantai Mapak Indah. “Sekarang terjadi juga di Pondok Perasi. Tetap ini menjadi bagian yang diprogramkan penanganan tanggul penahan pantai dalam bentuk riprap,” ujar Miftahurrahman, Jumat (15/3).

Pembiayaan pemasangan riprap dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2024 di Dinas PUPR. Di tiga lokasi masing-masing dialokasikan Rp 200 juta untuk pemasangan riprap. “Tiga-tiganya ada tahun ini tetap berlanjut. Nanti di APBD perubahan tetap diusahakan juga sesuai kondisi anggaran,” katanya.

Untuk di Pantai Ampenan diharapkan pengerjaannya bisa diselesaikan tahun ini. Kemudian dilanjutkan untuk pengerjaan di lokasi lain. Kondisi ekstrem saat ini ada Loang Baloq yang lokasinya di dekat jetty mengarah ke kolam. “Itu akan diselesaikan tahun ini. Panjangnya hampir sama dengan tahun lalu kalau tidak ada kenaikan harga bahan material. Sebelumnya kan panjangnya 36 meter dengan kedalaman 1,5 meter terus lebar 3 meter,” ungkapnya.

Dampak yang terlihat dengan kerusakan parah terjadi di pesisir Mapak. Sehingga perlu upaya yang masif dari Pemkot Mataram karena di lokasi ini cukup padat penduduknya. Penanganan secara keseluruhan ini, Pemkot Mataram terkendala dengan keterbatasan anggaran. Bantuan pembiayaan penanganan dampak gelombang pasang dan abrasi sudah diusulkan ke Balai Wilayah Sungai (BWS). “Tapi informasi yang kita dapatkan dari BWS konsentrasi anggaran banyak untuk membangun bendungan. Jadi belum ada ada anggaran ke situ karena kalau masif memang butuh anggaran yang besar sehingga kita bertahap untuk penanganan,” terangnya.

Hanya saja pemasangan riprap tidak bisa dilakukan dengan cuaca ekstrem yang masih terjadi. Berkaca pada pengerjaan riprap sebelumnya, pengerjannya dimulai jam 10 malam menunggu gelombang surut. “Kita kerjakan itu sampai jam 5 pagi. Setelah itu tidak bisa kerja lagi. Apalagi dengan gelombang pasang sekarang ini otomatis tidak bisa dikerjakan. Pilihan PUPR untuk pengerjaannya harus malam kalau nunggu gelombang selesai lama penanganannya. Jam 12 malam ke atas itu gelombangnya tenang,” jelasnya.

Meski demikian, Miftah berharap penanganan di tiga lokasi dipercepat oleh Dinas PUPR. Dengan teknis untuk mengurangi perluasan abrasi yaitu dengan pengerjaan di malam hari saat gelombang surut. “Seperti di Ampenan, dulu menunggu gelombang surut jam 12 malam. Kami berharap itu dipercepat pengerjaannya oleh Dinas PUPR agar tidak terjadi perambatan di lokasi abrasi,” terangnya.

Miftah kembali mengingatkan, pemasangan riprap ini dinilai lebih cocok untuk mengantisipasi abrasi dibandingkan dengan baru beronjong. Karena kekuatannya lebih kuat dan lebih mudah. Sementara untuk beronjong pemasangannya cukup terkendala dengan faktor cuaca dan besaran ombak. “Riprap ini efektif. Kalau beronjong tingkat kesulitan kita itu penggalian di lapangan. Waktu menggali itu lama sementara ini tidak bisa kita hindari gelombang terus. Kalau riprap cukup menggali dan lepas batu susun.  Jadi riprap ini yang paling efektif untuk dikerjakan sekarang,” bebernya.

Soal kritikan waktu pengerjaan bisa dipercepat dan pelaksanaannya tidak di masa terjadinya gelombang pasang. Miftah mengatakan persiapan pengerjaan membutuhkan waktu yang cukup lama. Terutama untuk persiapan kelengkapan dokumen adminitrasi. “Di triwulan pertama kan kan dari Januari dan Februari itu persiapan dari sisi administrasi manajemen pelaksanaan. Harapan kita di bulan ketiga sudah bisa dieksekusi,” katanya.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Mataram, Mahfuddin Noor mengatakan, belasan rumah teridentifikasi rusak akibat hantaman gelombang pasang di kawasan pesisir pantai. Upaya evakuasi sudah dilakukan pemerintah untuk meminimalisir dampak yang lebih besar. “Ada warga yang sudah kita evakuasi ke huntara juga sementara waktu,” terang Mahfuddin. (dir/gal)

Komentar Anda