Bawaslu Masih Kaji Laporan Calon DPD Sukisman Azmy

Umar Achmad Seth (AHMAD YANI/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi NTB mengaku belum memutuskan apakah laporan dugaan kecurangan pada proses penghitungan suara calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil NTB pada Pemilu 2024, dapat dilanjutkan atau tidak.

Komisioner Bawaslu NTB Divisi Penanganan Pelanggaran, Umar Achmad Seth mengatakan, terhadap laporan dari calon DPD RI, Achmad Sukisman Azmy, pihaknya sedang melakukan kajian terhadap terpenuhi atau tidak syarat formil, agar ditindak lanjuti pada tahap berikutnya. “Masih kita kaji terpenuhinya syarat formil atau tidak,” katanya, Selasa kemarin (5/3).

Menurutnya, kajian yang kini dilakukan belum dalam rangka memutuskan status laporan tersebut. Pasalnya, Bawaslu harus melihat lebih detail dan bukti-bukti yang diserahkan pelapor. Setelah itu, pihaknya akan melakukan penelitian secara cermat, baru kemudian pihaknya akan menyampaikan status laporan kepada pihak yang membuat pelaporan. “Tim kami sedang bekerja,” ucapnya.

Sebelumnya, Calon DPD RI Sukisman Azmy melaporkan adanya dugaan kecurangan dalam proses perhitungan suara calon DPD RI di 5 kabupaten dan kota di NTB. “Kami melaporkan 519 TPS di 195 Desa yang tersebar di 5 kabupaten dan kota di NTB,” kata Ketua Tim Pemenangan Achmad Sukisman Azmy, Muhammad Arif Fatini.

Diungkapkan, upaya penggelembungan ini terjadi mulai dari tingkat TPS (C-Hasil) hingga Pleno Kecamatan (D-Hasil). Hal ini dibuktikan dengan temuan pada C dan D-Hasil dengan kejanggalan atau keanehan yang beragam.

Diantaranya dari form C-Hasil yang di tipe x pada pengisian jumlah suara, perhitungan jumlah perolehan yang tidak benar, bentuk tanda tangan anggota KPPS yang berbeda antara lembar satu dengan lembar yang lainnya.

Selain itu, banyak sekali C-Hasil ditemukan adanya saksi TPS dari calon DPD Ahmad Sukisman, padahal pihaknya tidak pernah melibatkan saksi di TPS-TPS tersebut. “Kami mencurigai apakah ini upaya agar kecurangan yang mereka lakukan tidak terdeteksi,” terangnya.

Kecurangan tidak berhenti di tingkat TPS, namun pada pleno kecamatan yang seharusnya memperbaiki kesalahan C-Hasil, malah melakukan kesalahan yang lebih fatal. Ini dibuktikan dengan adanya perubahan angka suara dari salah satu calon yang signifikan.

Seperti di C-Hasil suara yg didapatkan 0 (kosong), namun pada D-Hasil tertulis 74 suara, di C-Hasil 3 pada D-Hasil 159, di C-Hasil 5 sedangkan D Hasil berubah jadi 246, C-Hasil 5 dan D Hasil jadi 105. “Jelas mudah untuk kita mengetahui calon mana yang melakukan penggelembungan suara tersebut,” lugasnya. (yan)

Komentar Anda