Waspada, 2021 Ekonomi NTB Bisa Makin Terpuruk

illustrasi

MATARAM – Perekonomian NTB sepanjang 2020 minus 0,64 persen dampak dari tekanan pandemi Covid-19. Ekonomi yang minus tersebut pastinya akan berdampak terhadap peningkatan jumlah angka pengangguran hingga kemiskinan. Bahkan jika tidak segera diatasi, bisa saja pada 2021 ekonomi NTB semakin terpuruk.

Menurut pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram (Unram) Dr Firmansyah, yang bisa dilakukan agar di 2021 ekonomi tumbuh adalah kepercayaan masyarakat akan vaksinsasi dan sektor industri yang sangat potensial. Untuk vaksin, sebenarnya mungkin dasar asumsinya bahwa kepercayaan orang terhadap vaksin ini bisa optimis, tapi memang faktanya belum sepenuhnya terjadi optimisme.

“Saya kira belum akan pulih betul perekonomian ini selama masih belum ada keyakinan. Apalagi sekarang masih tinggi-tingginya kasus Covid-19,” kata Firmansyah kepada Radar Lombok, Minggu (7/2).

Dikatakan Firmansyah, NTB tergantung dari vaksin yang sudah beredar ini. Tapi vaksin ini ada dua konsekuensi, pertama mengurangi pandemi, kedua memberi rasa aman dan rasa optimisme kepada pasar bahwa mereka bisa memutuskan berinvestasi di 2021. Sehingga sangat butuh keyakinan dari investor yang memantanpkan keyakinan untuk berinvestasi berdasar pada pandemi ini.

“Jadi kalau saya lihat 2021 ini sangat tergantung dari vaksin yang sudah beredar ini,” ujarnya.

Sepanjang tahun 2020 ekonomi NTB mengalami kontraksi sebesar 0,64 persen ini tentu ada kosekuensi logis dari turunnya nilai tambah ekonomi. Hal ini akan larinya ke pengangguran dan kemiskinan. Tetapi jika mencoba untuk dilihat ke bagaimana porsi kontribusi beberapa sektor potensial, misalnya perindustrian.  Seperti, sektor industri itu tumbuh 4,4 persen yang bisa menggerakan beberapa sektor dan termasuk konstruksi. Jika dua sektor ini aman di 2021, maka NTB masih bisa berharap. Begitu juga dengan sektor perdagangan, tetapi kondisi sekarang ini (2021, red) tidak jauh berbeda dengan kondisi 2020 lalu, bahkan bisa saja semakin tepuruk, karena kasu Covid-19 semakin tinggi.

Berdasarkan data BPS NTB, bahwa sektor  perdagangan dan transportasi tercatat mengalami kontraksi paling dalam yakni minus 28,72 persen. Melihat perdagangan ini sektor yang paling dinamis dan paling leading (berfungsi) untuk perekonomian.  Karena beberapa kebutuhan namanya sehari-hari dilihat dari ada banyak perdagangan, tetapi tertunda akibat pandemi Covid-19. Begitu juga dengan transportasi, karena pembatasan-pembatasan bepergian.

“Kalau bisa pemerintah bisa mengamankan dan fokus menggerakan sektor industri, karena melibatkan banyak tenaga kerja dan nilai tambah ekonominya luas,” kata Firmansyah.

Selain itu yang penting juga diamati oleh pemerintah daerah di NTB adalah sektor konstruksi. Ketika terjadi proyek pembangunan fisik tentu akan banyak menyerap lapangan kerja. Karena itu, anggaran pemerintah bisa dimanfaatkan untuk mengairahkan ekonomi daerah. Untuk pembelanjaanya bisa fokus dari sumber daerah, serta ada sektor konsumsi masih menjadi penting sebenarnya. Jika konsumsi lesu bisa dibilang akan macet dan lumpuh ekonomi.

“Ciri-ciri konsumsi yang lemah itu terjadi deflasi dan sekarang NTB juga mengalami deflasi. Harga anjlok ini boleh jadi karena minimnya masyarakat berbelanja,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala BPS NTB, Suntono menerangkan, sepanjang 2020 ekonomi NTB minus 0,64 persen. Kondisi tersebut disebabkan adanya pandemi global Covid-19 pada tahun 2020 yang membuat ekonomi global, nasional, dan regional tertekan. Pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan IV tahun 2020 adalah minus 3,03 persen dibandingkan kondisi periode triwulan IV-2019 (y-on-y).

“Ekonomi NTB pada triwulan IV-2020 dibanding triwulan III-2020 (q-to-q) mengalami kontraksi sebesar 1,25 persen, dengan kontraksi terdalam terjadi pada kategori industri pengolahan sebesar 20,02 persen,” ujarnya. (dev)

Komentar Anda