NTB Masuk Lima Besar Kemiskinan Ekstrem di Indonesia

KPM: Salah satu Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial di Dusun Padamara, Desa Batuyang, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur.(RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Provinsi NTB masuk lima (5) besar dengan persentase jumlah kemiskinan ekstrem tertinggi di Indonesia. Kalau menilik data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, setidaknya ada 13 provinsi dengan tingkat kemiskinan ekstrem yang berada diatas 1,12 persen.

Pertama, yaitu Provinsi Papua sebesar 7,67 persen, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 6,56 persen, Provinsi Papua Barat 6,43 persen, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2,64 persen. Selanjutnya berturut ada Provinsi Maluku, Gorontalo, Bengkulu, Aceh, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Lampung, Sumatera Selatan dan DI Yogyakarta.

Terkait itu, Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Ibnu Salim mengatakan tahun 2024, Pemerintah Daerah diberi tugas untuk menurunkan angka kemiskinan ektrem sebesar 0 persen di Bumi Gora. “Kita menuju kesana, target kemiskinan ekstrem 0 persen,” kata Ibnu Salim kepada Radar Lombok, kemarin.

Disampaikan, kemiskinan menjadi persoalan klasik yang terus dihadapi NTB. Namun Pemerintah Daerah kata Ibnu, telah melakukan berbagai cara untuk mengatasi persoalan kemiskinan ektrem itu, yang salah satunya dengan memaksimalkan kinerja seluruh perangkat daerah sesuai Tupoksi-nya.

“Misalnya di bidang pemberdayaan masyarakat, melakukan pemberdayaan masyarakat, dan dibidang bantuan sosial dan kesehatan. Itu adalah sektor-sektor (sasaran) untuk menurunkan angka kemiskinan, termasuk juga di bidang pendidikan,” ujar Ibnu.

Dengan sisa waktu yang ada, Ibnu cukup percaya diri NTB bakal berhasil mencapai target kemiskinan ektrem 0 persen di tahun ini. “Insha Allah bisa, kan masih banyak waktu,” yakinnya.

Optimisme ini juga didasari oleh upaya pemerintah yang mengoptimalkan eksekusi berbagai program pengentasan kemiskinan, menyasar pada sektor-sektor yang memang langsung menjadi sumber kemiskinan di NTB. Sehingga itu diyakini bisa berdampak luas bagi kepentingan masyarakat. “Itulah yang akan merubah posisi kita (tingkat kemiskinan ektrem tinggi, red),” ujar Ibnu.

“Nanti kalau sudah eksekusi programnya, tentu berdampak pada masyarakat. Karena sasaran program kan masyarakat, agar memperoleh manfaat, yang pada gilirannya nanti akan berdampak pada penurunan angka kemiskinan,” terangnya.

Diakui Ibnu, persoalan data yang kerap salah sasaran menjadi penghambat upaya dalam menurunkan kemiskinan ekstrem di NTB. Menurutnya, banyak entitas atau perangkat daerah yang harus telibat dalam penanganan kemiskinan ini. Misalnya Bappeda dari aspek perencanaanya, Dinas Sosial dari segi penyaluran bantuannya, kemudian juga Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan lainnya.

“Bahkan saat ini Pemda bersama Pemdes hingga BPJS juga tengah membenahi data sasaran kemiskinan, supaya tepat sasaran,” tegasnya.

Untuk diketahui, Pemda memiliki banyak sumber data dalam upaya intervensi pengentasan kemiskinan yang berisi profil lengkap Keluarga Penerima Manfaat (KPM), mulai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ektrem (P3KE), hingga data Registrasi Sosial dan Ekonomi (Regsosek).

Sejumlah sumber data ini digunakan sebagai rujukan pemberian bantuan sosial dan pemberdayaan. “Makanya nanti kita sinkronkan sumber data ini. Kemarin itu sarannya Pak Direktur Perencanaan, Pengembangan dan Managemen BPJS, harus memastikan dan mendiskusikan dengan Pemdes,” ucapnya.

Terpisah, Kepala Biro Pemerintahan Setda NTB, Lalu Hamdi mengatakan masalah kemiskinan ekstrem di NTB menjadi salah satu dari 10 poin penting yang menjadi bahan evaluasi kinerja Pj Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi dihadapan Kemendagri.

“Data-data sasaran kemiskinan ekstrem dan stunting itu juga jadi atensi. Stunting dan kemiskinan ini disarankan untuk terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan kabupaten/kota. Karena tanpa itu, kita tidak bisa tuntaskan yang namanya kemiskinan maupun stunting,” tandasnya. (rat)

Komentar Anda