Satu Lagi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Dana PNBP Asrama Haji Ditahan

MATARAM-Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB kembali menahan satu tersangka lagi dalam kasus dugaan korupsi dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sewa gedung UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok periode tahun 2017- 2019. Tersangka yang ditahan kali ini yaitu kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok, AAF.

Penahanan dilakukan setelah tersangka menjalani pemeriksaan sejak pukul 10.00 Wita dan baru berakhir pada pukul 15.20 Wita. Selain pemeriksaan oleh jaksa, tersangka juga diperiksa oleh tenaga medis guna memastikan bahwa tersangka tidak terpapar Covid-19.

Usai pemeriksaan, tersangka kemudian dibawa ke rumah tahanan (rutan) Polda NTB. Tersangka ini rencananya ditahan selama 20 hari kedepan. “Tersangka yang satu yaitu IJK selaku bendahara kemarin sudah ditahan. Jadi AAF juga kita tahan mulai hari ini hingga 20 hari kedepan. Jadi disini kita perlakukan sama,” kata Kasi Penkum dan Humas Kejati
NTB, Dedy Irawan, Kamis (26/11). Pertimbangan penahanan, kata Dedy, yaitu karena tersangka dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya lagi. Setelah tersangka ditahan, pihaknya tinggal menyiapkan dakwaan untuk segera melimpahkan kasus ini ke pengadilan. “Sidangnya nanti bersamaan dengan tersangka yang satunya,” ujarnya. Dalam kasus ini, AAF dan IJK ditetapkan tersangka karena diduga bersekongkol menggunakan dana yang seharusnya disetorkan ke negara
untuk kepentingan pribadi. Dana yang seharusnya disetorkan yaitu Rp 1.471.504.279.

Dana tersebut bersumber dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) tahun 2019 seperti penyewaan area manasik, penyewaan penginapan, penyewaan aula, dan sumber lainnya seperti penyewaan area untuk pendirian stand, fotografi, dan peyewaan sarana berdasarkan perjanjian kerja sama. Namun dari dana sebesar Rp 1.471.504.279 tidak semuanya disetorkan ke kas negara. Yang disetorkan hanya Rp 987.476.728. Sisanya kemudian digunakan untuk kepentingan pribadinya. Tersangka AAF untuk kepentingan pribadinya sebesar 209.626.406, kemudian tersangka IJK untuk kepentingan pribadinya sebesar Rp 217.032.454 dan Rp 57.368.591 untuk kepentingan biaya operasional kantor.

Selebihnya dipergunakan dipergunakan untuk kepentingan pribadinya IJK. Akibat perbuatannya, muncul kerugian negara mencapai Rp 400 juta. Penyidik menetapkan nominal tersebut sebagai kerugian negara berdasarkan hasil audit Inspektorat NTB. Karena itu, AAF dan IJK dalam berkasnya ditetapkan sebagai tersangka dengan ancaman pidana Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (der)

Komentar Anda