Debat Terakhir Aktratif tetapi Kurang Gereget

DEBAT: Debat putaran ketiga Pasangan Calon Wali Kota Wakil Wali Kota Mataram, Pilkada 2020, Senin (30/11) malam. (SUDIRMAN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Mataram (UIN), Ihsan Hamid, MA menilai debat putaran ketiga atau terakhir Pilkada Kota Mataram jauh lebih baik dan atraktif bila dibandingkan debat putaran kedua. Pasalnya, ada satu segmen saling melontarkan pernyataan dan tanggapan di antara paslon. “Ini membuat debat putaran terakhir lebih aktratif,” katanya, Selasa (1/12) kemarin.

Namun demikian, ia menyayangkan panggung debat dengan paslon duduk. Terkesan santai dan tak serius. Sehingga tak mencerminkan konsep panggung debat sebenarnya. Lebih nampak panggung dialog. “Di mana-mana suasana panggung debat calon pemimpin itu berdiri. Karena konsep panggung paslon duduk, sehingga tidak keluar aura debat seorang calon pemimpin kepala daerah. Sehingga kurang gereget,” kritiknya.

Lebih lanjut, siapa di antara empat paslon yang dinilai punya performa unggul di debat putaran terakhir tersebut. Ada empat indikator yang jadi acuan. Yakni, kolaborasi dan kekompakan paslon, efektivitas penggunaan waktu, kemampuan komunikasi politik atau pesan politik kepada publik, dan program kerja. Dengan mengacu empat indikator itu, ia menilai penampilan paslon nomor urut 3, Makmur-Ahda (MUDA) paling unggul. “Juara debat pilkada ketiga ini adalah milik paslon MUDA,” ucap alumni UIN Mataram Jakarta tersebut.

Dalam penampilan MUDA, ada kolaborasi dan kekompakan untuk bisa berbicara secara adil dan proporsional. Tidak ada mendominasi bicara satu dengan lainnya. Paslon ini mampu memanfaatkan waktu yang diberikan secara efektif dan optimal. Hampir tidak ada waktu terbuang percuma. Sisi komunikasi politik atau penyampaian pesan politik MUDA juga lebih meyakinkan dengan memberikan kejutan terkait program Lombok Handicraft.

Selain itu, MUDA lebih bisa menjelaskan detail program yang dimiliki soal program kesejahteraan (Prokes) yang bisa mengakomodir banyak aspek. Seperti pendidikan, kesehatan, sosial, dan lainnya. “Pesan program Prokes ini cukup tersampaikan kepada publik,” paparnya.

Kemudian, Putu Selly Andayani-TGH Abdul Manan (Salam) tidak terlihat ada kolaborasi dan kekompakan. Selly terlihat lebih mendominasi di panggung debat. Sementara TGH Manan lebih banyak diparkir dan tidak diberikan kesempatan berbicara.

TGH Manan dalam penampilan pun lebih menegaskan diri berceramah sebagai tokoh agama ketimbang sebagai kandidat paslon. Sehingga Selly lebih banyak mendominasi dan tidak memberikan kesempatan TGH Manan berbicara. Namun demikian, dari sisi penyampaian pesan politik, Salam mampu menjelaskan detail dan runut berbagai program unggulannya. Ihsan menilai, pesan politik yang disampaikan Salam cukup tersampaikan dengan baik ke publik. “Di sini keunggulan dimiliki oleh paslon Salam,” bebernya.

Selanjutnya Mohan Roliskana-TGH Mujiburrahman (Harum) sebagai calon petahana terlihat kurang mampu mengeksplorasi lebih mendalam program-program yang ditawarkan. Sebagai petahana, Harum semestinya lebih banyak menyuguhkan data-data riil. Tetapi dalam debat putaran terakhir itu, tidak mampu dilakukan Harum. Akibatnya pesan politik tidak tersampaikan optimal kepada publik. Relatif penampilan Harum terkesan datar dan tidak ada kejutan-kejutan politik. “Sebagai petahana tentu Mohan dianggap lebih mengusai masalah. Tetapi ini tidak terlihat di debat putaran terakhir,” imbuhnya.

Untuk kolaborasi dan kekompakan cukup baik, TGH Mujiburrahman diberikan porsi cukup memadai untuk berbicara.

Sementara Baihaqi-Baiq Diyah Ratu Ganefi (BARU), tidak ada kolaborasi. Baihaqi terlalu mendominasi. Baiq Diyah terkesan dijadikan aksesoris pelengkap. Dari sisi retorika dan penyampaian pesan politik cukup baik. Meski dalam pesan politik itu tidak ada kejutan politik berarti. Lebih kepada pengulangan-pengulangan dari debat sebelumnya. “Tapi pesan politik cukup diterima publik,” ucapnya.

Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Mataram Dr. Saipul Hamdi meyakini performa para paslon pada tiga kali debat, cukup berpengaruh terhadap elektabilitas paslon. Mengingat politik tidak terlepas dari asumsi dan perspektif. Namun, sejauh mana pemilih menentukan pilihan dari hasil debat, harus diuji dengan survei. “Debat ini cukup jadi tambahan perspektif bagi pemilih dalam menentukan pilihan,” pungkasnya. (yan)

Komentar Anda