
MATARAM – Sidang perdana kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek Lombok City Center (LCC), dengan terdakwa utama Zaini Aroni, digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Selasa (10/6).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Mataram, Ema Mulyawati, mengungkap bahwa perbuatan para terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp39,4 miliar. “Kerugian negara sebesar Rp39,4 miliar,” ujar Ema dalam dakwaannya, kemarin.
Jumlah itu lanjutnya, berdasarkan hasil audit Kantor Akuntan Publik terkait kerja sama operasi (KSO) atas lahan seluas 84.000 meter persegi di Desa Gerimax, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Kerugian negara timbul dari hilangnya potensi pendapatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), tidak disetorkannya kontribusi tetap, dan tidak dibagikannya hasil usaha sesuai kesepakatan. Negara juga kehilangan hak penguasaan fisik atas tanah yang merupakan eks penyertaan modal daerah.
Terdakwa Zaini Aroni didakwa melanggar Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, karena menyalahgunakan jabatan untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain. Ancaman hukuman bagi pelanggaran ini adalah pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda maksimal Rp200 juta.
Kasus ini juga menyeret terdakwa Isabel Tanihaha bersama Lalu Azril. Isabel diketahui menjalin kerja sama melalui perusahaan PT Skylight Asia, yang disebut memiliki keterkaitan dengan proyek-proyek lain seperti Ambon City Center dan Ponorogo City Center.
Berdasarkan dokumen yang dipaparkan di persidangan, pembangunan LCC dimulai sejak adanya surat minat dari Direktur PT Bliss Pembangunan Sejahtera pada 19 Juni 2013. Setelah serangkaian rapat dan korespondensi, Bupati Lombok Barat saat itu, Zaini Aroni, menerbitkan surat persetujuan kerja sama dengan Isabel Tanihaha pada 21 Oktober 2013. “Perjanjian kerja sama resmi ditandatangani pada 8 November 2013,” katanya.
Isi perjanjian antara pihak pertama (pemilik lahan) dan pihak kedua (investor) antara lain, Pembangunan pusat perniagaan, fasilitas kesehatan, dan residensial dilakukan dengan biaya pihak kedua.
Pihak kedua diberikan hak menjual unit dan kapling, serta menerima kuasa atas pengurusan sertifikat. Pihak kedua diberikan tenggat 24 bulan untuk menyelesaikan pembangunan mal. Pembagian hasil usaha diatur dari berbagai komponen pendapatan proyek.
“Tapi, implementasi perjanjian tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya dan mengakibatkan kerugian negara. Hak pengelolaan lahan berpindah tanpa ada kontribusi nyata bagi BUMD maupun pemerintah daerah,” tandasnya.
Sementara itu, Kuasa hukum Zaini Aroni, Hijrat Prayitno, mengatakan akan mengajukan eksepsi pada Kamis, 19 Juni, karena menilai dakwaan JPU belum lengkap secara formil. “Permohonan penangguhan penahanan akan kami ajukan, namun belum hari ini. Klien kami kooperatif dan akan mengikuti proses hukum,” kata Hijrat.
Persidangan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa. (rie)