Wisatawan Mulai Terganggu

WISATAWAN: Wasatawan mulai terganggung dengan kondisi tumpukan sampah di Gili Trawangan.( HERY MAHARDIKA/RADAR LOMBOK)

KETIKA Pemerintah Daerah Lombok Utara diamanahkan kepada Najmul-Sarifudin (NASA) dua tahun silam. Pasangan ini memiliki mimpi besar terhadap pengelolaan objek wisata di Lombok Utara sebagai sektor penyumbang pendapatan asli daerah (PAD) terbesar. Untuk menggaet wisatawan luar negeri, mereka pun mengangkat brand (merek) bidang kepariwisataan dengan sebutan ‘Destinasi Wisata Lombok Utara Menuju Dunia’. Lantas, ketika menyebut ‘brand’ ini tentu dalam pikiran masyarakat bahwa pengelolaan pariwisata di Lombok Utara sangat menarik. Dan salah satu objek wisata andalan Lombok Utara ialah Gili Matra (Meno, Air, dan Trawangan).

Namun, pada awal tahun ini bukan ‘brand’ itu yang ramai diperbincangkan. Malah, persoalan sampah di Gili Trawangan seakan-akan menjadi bom waktu. Sebab penanganan sampah di Gili selama ini diserahkan kepada warga setempat, yang terlepas dari kontrol Pemerintah Daerah Lombok Utara. “Sampah di objek wisata merupakan masalah terbesar. Jika sampah dibiarkan di tong sampah tidak pernah dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS) sampah atau TPA. Tentu kami di sini yang menikmati objek wisata merasa terganggu,” ujar salah satu pengunjung asal Inggris Mr. Cris kepada Radar Lombok, Sabtu (18/2).

Baca Juga :  Pemkab Ingkar Janji Pemberian Anggaran Sampah

[postingan number=3 tag=”lapsusKLU”]

Ia bersama rekan-rekannya mengetahui persoalan sampah ini, ketika tiba di gili. Di setiap sudut pasti ada tumpukan sampah yang dibiarkan menumpuk. Ketika ia melintas merasa terganggu sebab mengkhawatirkan terhadap kesehatan. “Kami sangat cinta bersih, karena di negara kami tidak boleh sembarangan membuang sampah dan tidak ada sampah yang menumpuk,” terangnya menggunakan bahasa inggris.

Ia berkunjung ke gili bukan pertama kali. Bahkan, ia telah menanam investasi di gili hampir 17 tahun. Dan persoalan sampah di gili tidak bisa diselesaiakan, agar penanganan sampah mampu diatasi ia pun rela lahan seluas 22 are untuk lokasi pembuangan sampah. “Saya datang ke gili tiga kali dalam setahun. Dan sudah banyak yang mempertanyakan penanganan sampah kepada saya. Gili Bau,” katanya sembari menutup hidungnya dengan tangan.

Baca Juga :  Warga Lobar Buang Sampah di Mataram, Lurah Marah

Ia selaku pengusaha, hanya berharap kepada pemerintah daerah agar segera duduk bersama untuk menuntaskan persoalan sampah tersebut. Hal ini bisa memberikan pehamanan kepada masyarakat dan anak-anak sekolah. “Saya juga ikut pusing, karena ini berpengaruh terhadap usaha kami. Karena ini akan berimbas berkurangnya tamu,” ungkapnya sembari memegang kepalanya.

Ketika para wisatawan datang, sampah menjadi pertanyaan utama mereka. Ia selaku pengusaha dan wisatawan ingin mendapatkan pelayanan yang terbaik. “Para pengusaha pengen baik dan tidak ada sampah numpuk,” harapnya. (flo)

Komentar Anda