Waspadai Lonjakan Inflasi Dua Digit Bisa Lemahkan Ekonomi NTB

BAPOK : Bahan pokok hasil pertanian harganya terus menanjak naik, karena produksi berkurang di tingkat petani. (RATNA / RADAR LOMBOK)

MATARAM – Badan Pusat Statistik (BPS) NTB mewanti-wanti inflasi NTB bisa tembus di angka dua digit pada akhir tahun 2022 mendatang. Pasalnya, angka inflasi di NTB belum dapat ditekan.  Hal tersebut ditandai dengan inflasi NTB “tahun ke tahun” pada bulan Juli 2022 sebesar 6,58 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju inflasi “tahun ke tahun” pada bulan Juli 2021 sebesar 1,83 persen.

“Kita patut mewaspadai angka inflasi dapat mencapai dua digit, karena dapat melemahkan pertumbuhan ekonomi dalam daerah. Sekarang ini angka inflasi NTB year on year (tahun ke tahun) bulan Juli 2022 mencapai 6,58 persen,” ungkap Kepala BPS NTB Wahyudin, kemarin.

Melihat potensi kenaikan inflasi yang terjadi di NTB, Wahyudin mengimbau agar Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) NTB lebih meningkatkan upaya intervensi terhadap komoditas-komoditas penyumbang inflasi. Sebab jika tidak cepat dilakukan intervensi, maka inflasi dua digit diakhir tahun tidak akan terhindarkan. Pasalnya, kalau sudah sampai dua digit inflasi tinggi, maka melemahkan ekonomi. Inflasi tinggi, maka orang-orang tidak mampu membeli barang-barang, produksi pun akhirnya tidak jalan karena banyak yang sisa.

Pada inflasi bulan Juli ini, sebut Wahyudi, komoditas penyumbang inflasi masih didominasi oleh sektor transportasi angkutan udara, yakni sebesar 4,19 persen. Namun sektor ini dianggap tidak terlalu mempengaruhi ekonomi, lantaran pengguna transportasi angkutan udara digunakan masyarakat menengah ke atas. Lain halnya dengan komoditas penyumbang inflasi dari bahan makanan minuman dan tembakau. Di mana angka inflasi bahan konsumsi pokok di bulan Juli ini mencapai 1,89 persen. Komoditas ini harus dijaga angka inflasinya, jangan terlalu tinggi dan jangan pula terlalu rendah, karena dapat menyebabkan deflasi.

Baca Juga :  Meski Lamban, Ekonomi NTB 2023 Diperkirakan Tumbuh Positif

“Karena ini menyangkut kehidupan para petani juga kalau deflasi. Dua hal ini yang mesti dipikirkan. Satu sisi kita ingin petani sejahtera dari kenaikan komoditas, sisi lain jangan sampai berpengaruh pada kelompok pengeluaran lain,” imbaunya.

Sebagai contoh, pada komoditas makanan minuman dan tembakau terdapat bawang merah, tomat, ikan bandeng, cabai merah dan ikan tongkol yang diawetkan menyumbang inflasi sebesar 1,83 persen. Bawang merah ini di Pulau Sumbawa harganya Rp 30 ribu – Rp 35 ribu per kilogram. Sedangkan di Kota Mataram bisa mencapai Rp 75 ribu – Rp 80 ribu per Kg di pasar. Adapun bentuk intervensi yang bisa dilakukan Pemerintah daerah , Wahyuddin menyarankan kalau bisa hasil panen bawang merah di Pulau Sumbawa tidak dikirim atau dijual semua ke luar daerah. Kendati memang harga beli yang ditawarkan daerah lain jauh lebih menguntungkan. Namun itu justru memberatkan masyarakat dalam daerah, karena berdampak pada harga jual bawang merah yang mahal.

“Bawalah ke Pulau Lombok supaya harganya bisa dikendalikan, umumnyakan kebanyakan di bawa keluar daerah, karena dinilai sangat menguntungkan,” ujarnya.

Baca Juga :  PPKM Turun Level Okupansi Hotel Mataram Meningkat

Menyinggung soal komoditas beras dan minyak goreng yang mengalami deflasi pada bulan Juli ini, Wahyuddin menyebutkan angkanya masih aman. Hanya saja perlu disorot adalah harga gabah petani yang mencapai Rp 3.500 per kg – Rp 4.000 per kilogram.

“Ini yang pengaruhi turunnya harga beras, hingga deflasi bulan ini,” tandasnya.

Sebelumnya, Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unram Dr Firmansyah mengingatkan agar Pemerintah Provinsi NTB bisa mengendalilan angka inflasi dengan baik. Caranya untuk tetap menjaga stabilitas belanja dari masyarakat, khususnya masyarakat miskin. Terlebih angka inflasi NTB sudah melebihi angka inflasi nasional.

“Pemerintah harus segera temukan pola atau rantai yang menjadi penyebab tertinggi terjadinya inflasi dalam daerah,“ ungkapnya.

Sebagai bentuk upaya Pemerintah dalam menstabilkan belanja masyarakat, terutama demi menekan angka inflasi daerah. caranya melalui pemberian program, seperti bantuan langsung atau subsidi. Sehingga masyarakat menengah ke bawah masih mampu menghadapi dampak dari inflasi tersebut. Dalam artian mereka masih bisa membeli produk dengan harga yang dapat dijangkau. Di tengah tingginya arus inflasi yang terjadi.

“Secara global negara-negara di dunia sedang menghadapi ancaman dari animal spirit inflasi. Sebuah  penomena dimana pertumbuhan ekonomi rendah atau lesu berbarengan dengan inflasi,” terangnya. (cr-rat)

Komentar Anda