
GIRI MENANG–Intimidasi dialami oleh wartawan Inside Lombok Yudina Nujumul Quraini saat liputan dikantor salah satu Pengembang Perumahan, Selasa (11/2).
Jurnalis perempuan itu bahkan menerima perlakuan tidak menyenangkan hingga fisik.
Kejadian itu bermula ketika Jurnalis tersebut, bersama tiga teman wartawan yang bertugas di Lombok Barat (Lobar), mencoba mengonfirmasi pihak pengembang perumahan tersebut.
Pasca warga perumahan Lavida mendatagi kantor Developer itu di Mataram untuk meminta pertanggung jawaban pihak pengembang atas kondisi perumahan yang banjir.
Namun saat akan mengkonfirmasi, pihak pengembang yang mengetahui jurnalis tersebut dari Inside Lombok langsung menolaknya. Karena alasan menilai media tersebut tidak berimbang dalam memposting informasi.
Bahkan pengembang merasa dirugikan atas postingan Inside Lombok melalui akun Media Sosialnya yang memperlihatkan kondisi banjir salah satu perumahannya itu.
Meski rekan wartawan dari Yudina yang saat itu coba menjelaskan dan memberikan pemahaman terkait itu. Namun pihak pengembang tetap menolak untuk diwawancarai Insede Lombok. Bahkan ada bahasa yang menyinggung personal dari yudina sebagai awak media Inside Lombok.
Merasa tidak nyaman Yudina pun keluar dari kantor pengembang tersebut, ditambah ada kata yang menyuruhnya juga untuk keluar.
“Jadi kan setelah disuruh keluar tadi, saya keluar dalam keadaan masih menangis karena shock diintimidasi seperti itu,” terang Yudina saat dikonfirmasi.
Saat keluar itu, oknum Staf Kantor Pengembang itu mengejar Yudina ke parkiran. Justru diduga oknum itu menarik tangan Yudina.
“Nah E (staf) itu datang nyusulin ke parkiran. Liat saya nangis keluar, dia tarik paksa saya ke pojokan, dia paksa masuk lagi tapi saya gamau. Dan karna saya nangis terus, dia akhirnya mencoba meremas mulut saya sambil tarik tarik dan pencet tangan saya,” ceritanya.
Pasca itu, Yudina mengaku tetep memaksa pergi karna udah jelas diusir dari sana. Kejadian itu disaksikan oleh salah seorang warga. Bahkan ada satpam juga yang melihat.
“Dan di parkiran ketemu bang fahmi( salah seorang wartawan) yang baru dateng, dia liat kok saya masih nangis dan si egas itu masih maksa saya masuk sama ada bapak bapak yang pake baju dinas itu,” bebernya.
“Sampe satpam dan beberapa orang lain yang liat saya digituin nanya ada apa. Sampe salah seorang saksi yang liat saya ditarik tarik itu ngikutin saya keluar karna khawatir, apalagi saya dalam kondisi masih nangis. Dan mbak itu bilang siap jadi saksi kalo dibutuhin karna dia liat saya ditarik tarik,” lanjutnya.
Tindakan kekerasan yang dialaminya itu sudah dilaporkan kepada Komisi Keselamatan Jurnalis (KKP).
Menangapi itu, Ketua Forum Wartawan Lobar (FORTA Lobar) M. Haeruzzubaidi mengecam tindakan yang mengarah pada dugaan intimidasi fisik yang diduga dilakukan oknum pihak Pengembang Perumahan terhadap wartawan Inside Lombok saat bertugas melaksanakan liputan hendak mewawancarai pihak pengembang.
“Karena semua pihak harus menyadari dan memahami bahwa, seorang jurnalis ketika turun meliput telah dilindungi UU pers nomor 40 tahun 1999. Dimana dalam UU itu mengatur, beberapa hal diantaranya kemerdekaan pers merupakan hak asasi warga negara. Pers nasional tidak boleh disensor, dilarang, atau dibredel,” jelasnya.
Kemudian dalam UU itu juga ditegaskan ada ketentuan pidana bagi orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalis.
Seharusnya, menurut hematnya kalau ada keberatan terkait pemberitaan yang perlu diklarifikasi maka sesuai ketentuan UU pers bisa ditempuh melalui hak jawab kepada media terkait.
Wartawan Suara NTB ini mendorong agar dugaan tindakan Intimidasi ini diproses atau ditindaklanjuti oleh pihak berwenang agar tidak berulang kasus serupa menimpa wartawan saat liputan melaksanakan tugasnya. “ Forta pun memberikan support kepada wartawan inside Lombok,” pungkasnya. (ami)