PRAYA-Lahan Bandara Internasional Lombok (BIL) ternyata masih menyisakan persoalan sampai hari ini.
Kemarin (7/12), puluhan warga lingkar BIL asal Desa Penujak, Tanak Awu, Ketare, Batujai, dan Kelurahan Sesake, kembali mendatangi Kantor DPRD Lombok Tengah. Mereka meminta agar dewan mendesak legislatif membentuk tim penyelesaian masalah tersebut. Desakan ini disampaikan warga menyusul surat yang dilayangkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tanggal 18 November 2016 lalu.
Surat ini menginstruksikan agar segera dibentuk tim penyelesaian masalah ini. Sehingga persoalanya klir tanpa ada hak-hak masyarakat yang dilucuti elemen masyarakat tertentu. Pasalnya, hingga sekarang masih banyak persoalan yang disisakan bandara tersebut.
Di balik kemegahannya, masih banyak hak-hak masyarakat yang dirampok dan dikorbankan selama ini. Seperti, pembayaran lahan yang masih tersisa. Kemudian ukuran lahan yang dimanipulasi penguasa melalui tim 9 selaku tim pembebasan lahan waktu itu. ‘’Ini yang kami tuntut sekarang. Masih banyak sisa pembayaran lahan yang diutang dan lahan yang dimanipulasi luasnya,’’ ungkap salah satu warga, HM Ramli.
Ramli lantas mencotohkan, seperti luas lahannya 3,96 hektare. Yang dibayarkan hanya 3 hektare saja, sementara 96 are belum dibayarkan sampai sekarang. Kemudian masalah sisa pembayaran, di mana tahun 1994/1995 nilai jual objek pajak (NJOP) Rp 350 ribu per are. Tetapi, yang dibayarkan hanya Rp 200 ribu per are.
Jadi, pembayaran lahannya masih tersisa Rp 15 juta berdasarkan NJOP tahun 1994/1995 disesuaikan dengan kurs Dolar hari ini. ‘’Jadi kami bukannya tak mendukung pembangunan bandara. Kami justru sangat mendukung, di sini kami hanya meminta keadilan dengan menagih hak kami selaku pemilik yang menjadi korban,’’ tegasnya.
Jika membongkar perkara di balik pembayaran lahan ini, sambung Ramli, maka ceritanya sangat variatif dan panjang. Salah seorang warganya menjadi contoh, dia tidak mau kembali lagi ke kampung halamannya lantaran lahannya tidak dibayarkan dan sudah tidak memiliki lahan. Kemudian masih banyak penderitaan warga di lingkar bandara yang terkena imbas pembangunan bandara tersebut.
Terbukti, luas lahan BIL terlalu luas dan paling luas saat ini. ‘’Semua ini membuktikan banyak ketimpangan di balik semua itu. Salah satu hak kami yang dirampas dengan penipuan dan pemaksaan,’’ sesalnya.
Ditambahkan HL Khaerudin, pemda harus serius mengurus masalah ini. Sehingga hak-hak masyarakat tal dilucuti seperti sekarang ini. Harus penegasan yang diambil pemda menyikapi masalah masyarakat ini. ‘’Ini masalah serius, jangan anggap enteng. Kami minta dewan dan eksekutif serius menangani masalah ini,’’ pintanya.
Senada juga diungkapkan HL Ranggalawe, bahwa masalah ini harus segera disikapi. Terlebih, sudah ada surat dari Komnas HAM yang menekankan agar masalah ini segera diselesaikan pihak-pihak terkait. Terutama dalam hal ini Pemkab Lombok Tengah dan PT Angkasa Pura I. ‘’Kami minta masalah ini segera diselesaikan,’’ timpalnya.
Anggota Komisi I DPRD Lombok Tengah, Suhaimi menanggapi, sejak awal dirinya sudah ditunjuk pimpinan dewan untuk menjadi tim penyelesaikan masalah lahan BIL ini. Tapi, sebelum pembentukan ini harus dikaji dulu suat Komnas HAM tersebut. Bahwa, dalam isi surat itu belum jelas siapa tim mediasi ini, tugas dan fungsi serta konsekuensi kewenangannya dalam perkara ini.
Maksudnya, jelas Suhaimi, jangan sampai kemudian tim dibentuk tanpa legalitas formal yang konsuensi kewenangannya tidak befungsi. ‘’Ini yang harus diklirkan dulu, karena eksekutif juga tidak pernah merespon soal rencana pembentukan tim ini,’’ jelasnya.
Mantan aktivis ini mengaku, masalah BIL sudah diketahuinya sejak menjadi mahasiswa. Bahkan, dia sempat mengadvokasi masyarakat ketika terjadi kegaduhan penolakan waktu pembebasan lahan. Jelasnya lagi, masalah itu sudah dituangkannya dalam bentuk karya ilmiah. ‘’Jadi siapa yang belum dibayar lahannya, berapa yang sudah dibayar, berapa yang dirampas dan dipaksakan saya sudah tahu. Karena skripsi saya dulu masalah pembebasan lahan BIL ini,’’ tandasnya.
Karenanya, pihaknya meminta kejelasan surat Komnas HAM tersebut. ‘’Sehingga pembentukan tim ini kemudian tidak sia-sia,’’ pungkasnya.
Ditimpali Ketua DPRD Lombok Tengah, H Burhanudin Yusuf, bahwa kesepakatan akan mendesak eksekutif untuk membuat tim penyelesaian masalah lahan itu. (cr-ap/dal)