Warga Sambelia Keluhkan Kenaikan Harga Barang

PASAR DADAKAN: Putusnya opret jembatan yang menghubungkan Sambelia dengan desa sekitar, menyulitkan para pedagang dari luar Desa Sambelia menuju pasar, sehingga dagangan terpaksa digelar dekat jembatan, sebagai pasar dadakan. (JALAL/RADAR LOMBOK)

SELONG—Dampak terputusnya infrastruktur yang menghubungkan Sambelia dengan daerah sekitarnya, mengganggu pasokan logistik bagi masyarakat di 8 dari 10 desa yang ada di Kecamatan Sambelia. Meski bahan pokok tersedia, namun harga melonjak tinggi, lantaran bertambahnya biaya transportasi yang dikeluarkan dalam mengupayakan bahan pokok tersebut dari luar, dengan tambahan biaya untuk menyeberangi infrastruktur yang terputus tersebut.

Seperti gas elpiji 3 kg misalnya, pada saat normal sebelum jalan putus harga per tabung hanya Rp 18 ribu. Namun setelah akses terputus, harga melonjak menjadi Rp 30 ribu lebih. “Meski harganya Rp 30 ribu, pasti kita akan beli. Hanya saja masalahnya, gas yang akan kita beli itu tidak ada,” kata Isah, salah satu warga Dusun Pulur, Desa Labuhan Pandan, Senin (13/2).

[postingan number=3 tag=”sambelia”]

Keluhan sama disampaikan hampir seluruh masyarakat di 8 Desa yang terisolir tersebut. Apalagi diperparah dengan kondisi musim hujan, sehingga mereka kesulitan untuk mencari kayu bakar sebagai pengganti gas. “Semenjak kita dibagikan gas oleh pemerintah, kita tidak agi pakai kayu untuk memasak. Tapi dengan kondisi kami yang terisolir begini, gas tidak ada, dan kayupun juga tidak ada. Kalaupun kayu ada basah, dan tidak bisa dibakar,” kata Murni, warga Dusun Pedamekan Desa Belanting.

Baca Juga :  Begawe Diduga Picu Kenaikan Harga Daging

Demikian pula dengan barang-barang lainnya juga mengalami peningkatan harga seperti beras dan kebutuhan pokok lainnya. “Bahkan bensin telah naik dari  Rp. 8 ribu menjadi Rp. 10 ribu sejak hari sabtu lalu dan kalau kondisi terus begini bisa jadi harga akan naik lagi dan bahkan mungkin tidak akan tersedia,” kata Saleh warga Dusun Sugian, Desa Sugian.

Diperparah dengan matinya aliran listrik akibat tumbangnya tiga tiang yang berada di dekat jembatan yang terputus di Desa Darakunci sehingga tidak ada alat penerang. “Listrik disini mati sejak banjir pertama pada hari kamis itu dan sampai sekarang belum diperbaiki,” kata Ahyar, warga Desa Dadap.

Dikatakan, desanya dan sebagian Desa Labuhan Pandan, khususnya Dusun Pulur dan Peteran, paling parah dalam persoalan listrik. “Saya heran dengan pihak PLN, meski sudah kita laporkan sampai ke Unit Mataram, namun ini sudah empat hari ternyata mereka tidak ada yang datang melakukan perbaikan,” keluh salah satu warga Peteran, Desa Labuhan Pandan.

Baca Juga :  Pengusaha Roti Keluhkan Harga Gula

Ia menuding pihak PLN lalai dalam melaksanakan tugasnya melakukan pemeliharaan dan perbaikan jaringan listrik. Putusnya aliran listrik di desanya, serta Desa Dadap, dipicu oleh sambaran petir pada saat banjir bandang pertama hari Kamis lalu.

Hal tersebut dikatakan langsung dilaporkan ke PLN Rayon Pringgabaya, bahkan Unit Mataram. Namun sampai dengan hari Minggu kemarin belum ada petugas yang datang guna memeriksa gardu atau travo yang ada. Untuk itu pihaknya berharap PLN segera turun ke lapangan dan memeriksa jaringan yang rusak, atau menggantinya sehingga masyarakat yang terkena banjir, tidak bertambah menderita karena tanpa alat penerangan.

“Kita bingung jika sudah malam. Mau pakai lilin tidak ada yang jual, bahkan sampai ke Labuhan Lombok kita terpaksa mencari dengan menggunakan perahu, juga tidak ada. Terutama kasihan anak-anak kita tidak bisa mengaji,” ungkapnya.

Sementara kalau penerangan menggunakan minyak tanah, juga sudah tidak ada lagi yang menjual. Bahkan jika harga minyak tanah mencapai Rp. 25 ribu per liter sekalipun, pasti ada masyarakat yang membeli, jika ada yang menjual. Lantaran kondisi yang sangat darurat dirasakan masyarakat. (lal)

Komentar Anda