PRAYA – Ratusan warga Desa Menemeng Kecamatan Pringgarata mendatangi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah, Senin (10/4). Kedatangan mereka untuk mengadukan persoalan tanah pecatu milik kadus, pekaseh, dan penghulu di desa tersebut yang diklaim oleh masyarakat yang mengaku sebagai ahli waris.
Perwakilan Warga Desa Menemeng, Hamzanwadi menegaskan, kedatangan ratusan warga ini untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kades Menemeng dengan adanya surat pernyataan penyerahan atas tanah pecatu terhadap warga yang mengklaim. Warga menduga keluarnya surat pernyataan penyerahan hak atas tanah ini cacat hukum atau ada nuansa menguntungkan pihak lain. “Apalagi surat pernyataan pelepasan hak ini tidak melibatkan partisipasi semua masyarakat atau para tokoh. Di satu sisi pelepasan tanah pecatu ini tidak melalui aturan yang ada, camat tidak mengetahui, termasuk BPD hingga bupati tidak mengetahui. Kades secara sepihak mengeluarkan surat pelepasan tanah pecatu itu kepada pengkelaim,” ungkap Hamzanwadi di Kejari Lombok Tengah, Senin (10/4).
Akibat dari adanya surat pernyataan pelepasan tanah pecatu oleh kades membuat adanya dugaan kerugian yang ditumbulkan yang diperkirakan dari luas lahan yang dikuasai oleh yang mengaku ahli waris yakni 62 are kemudian dijual Rp 75.000.000/are, maka kerugian mencapai Rp 4,6 miliar lebih. “Karena itu tanah pecatu maka itulah yang kami laporkan kepada Kejari. Yang kami laporkan ini adalah kades, pihak yang mengaku ahli waris atau yang mengklaim, termasuk oknum yang menjual tanah pecatu ini,” terangnya.
Setelah melaporkan permasalahan tersebut ke Kejari, kemudian perwakilan dari masyarakat menuju ke Kantor DPRD Lombok Tengah untuk melakukan rapat koordinasi atau klarifikasi untuk menyelesaikan permasalahan tanah pecatu ini. Kelarifikasi ini dihadiri oleh Kades, Sekdes, BPD Menemeng, termasuk ketua FKD Lombok Tengah dan berbagai pihak lainnya.
Dalam pertemuan tersebut disimpulkan bahwa pelepasan tanah pecatu ini tidak sah sehingga tanah pecatu Desa Menemeng dalam status quo dan memberikan kesempatan bagi para pengklaim melakukan gugatan. Sebelum memiliki kekuatan hukum tetap maka lahan tersebut dikembalikan di posisi semula yakni menjadi tanah pecatu.
Kades Menemeng, H M Mujahidin yang dikonfirmasi menerangkan, dengan adanya permasalahan tanah pecatu ini membuat pihaknya sudah beberapa kali dipanggil penyidik Polres Lombok Tengah. Bahkan ia mendapatkan informasi juga bahwa dirinya ditetapkan menjadi tersangka, sehingga menyerahkan tanah pecatu itu kepada ahli waris dengan pertimbangan bukti kepemilikan alas hak letter C tahun 1961. “Sebenarnya tanah hasil tukar guling sudah memiliki sertifikat atas nama pemdes, dimana sertifikat tersebut sudah diserahkan kepada pengacara pengklaim. Penyerahan tanah pecatu ini juga karena adanya informasi terkait dengan penetapan tersangka ini,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Lombok Tengah, H Ahmad Supli menegaskan, terkait dengan persoalan tanah pecatu Desa Menemeng sudah ada titik temu, karena pelepasan tanah pecatu ini tidak ada dasar dan murni karena adanya informasi yang didapatkan oleh Kades kalau dirinya akan jadi tersangka. “Padahal prosedur untuk melakukan pelepasan hak atas tanah ini harus ada musyawarah hingga persetujuan bupati, dan itu tidak dilakukan. Termasuk sertifikat lahan atas nama Pemdes hasil tukar guling tanah pecatu dikuasai oleh orang lain. Makanya kita sudah meminta agar sertifikat tanah segera dikembalikan ke Desa dan tanah yang menjadi objek sengketa ini untuk sementara menjadi posisi semula yakni tanah pecatu,” terangnya.
Sehingga pihaknya meminta kepada para pengkelaim untuk melakukan gugatan ke Pengadilan, karena tidak boleh tanah pecatu ini serta merta dikuasai hingga dijual. Terlebih untuk membuktikan pengkelaim punya hak ditanah pecatu ini harus melalui pengadilan. “Makanya kesimpulannya tanah pecatu untuk sementara status Quo. Kita minta pengkelaim keluar dulu dari situ (lahan, red) karena sudah banyak lahan yang dikuasai pengkelaim,” tegasnya. (met)