Warga Ingin Kelola Pintu Pendakian Rinjani Secara Mandiri 

Bahas : Masyarakat Sembalun dan para pelaku wisata di Kecamatan Sembalun, Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun (SMPS)  ingin mengelola pintu pendakian Rinjani secara mandiri. 

SELONG — Sebagian warga bersama pelaku wisata di Kecamatan Sembalun meminta pemerintah daerah menerbitkan regulasi yang memungkinkan pengelolaan mandiri pintu pendakian Gunung Rinjani oleh masyarakat Sembalun. Tuntutan ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan terhadap praktek pengelolaan yang dinilai tidak adil dan menghambat pembangunan pariwisata berkelanjutan di wilayah Sembalun.

Ketua SMPS (Solidaritas Masyarakat Peduli Sembalun), Handanil, mengungkapkan bahwa keputusan untuk keinginan mengelola sendiri pintu pendakian Sembalun muncul akibat adanya dominasi kelompok tertentu yang bersikap eksklusif dan tidak mendukung visi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.
“Jadi teman-teman Sembalun itu memutuskan untuk pisah wilayah atau mengelola sendiri pintu pendakian Sembalun,” ungkap Handanil.

Lebih lanjut, Handanil menjelaskan bahwa keinginan untuk mengelola mandiri pendakian juga didorong oleh harapan untuk meningkatkan kualitas wisata di Sembalun, yang merupakan jalur utama pintu masuk pendakian ke Gunung Rinjani. “Selama ini teman-teman di Senaru hanya masih menjual Rinjani dengan harga yang sangat murah dengan fokus pada kuantitas sehingga tidak pernah merasa cukup terkait dengan kuota pendakian,” ungkapnya.

Selama ini Sembalun itu memang paling ramai pendakinya, namun kalau dilihat banyak dikuasai oleh pelaku wisata di Senaru sehingga tidak memberikan dampak apapun terhadap Sembalun bahkan hanya mengakibatkan pencemaran lingkungan. Handanil menyayangkan bahwa Forum Wisata Lingkar Rinjani (FWLR) yang seharusnya menjadi wadah pemersatu kelompok-kelompok wisata lintas kabupaten, justru kerap diwarnai kericuhan yang dipicu oleh kelompok yang sama. Pengelolaan mandiri diyakini menjadi solusi untuk mewujudkan Sembalun dan Gunung Rinjani sebagai destinasi wisata premium dengan harga yang layak, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.” Artinya, kami mengharapkan pemerintah daerah Lombok Timur mengeluarkan regulasi. nanti tentunya yang dapat melindungi masyarakat yaitu selaku pelaku usaha wisata di Sembalun sendiri. Dengan demikian tujuannya nanti beberapa tahun ke depan akan berdampak kepada semua pelaku wisata mulai dari penginapan, restoran, sopir, ojek, porter dan guide kemudian bertumbuhnya pengusaha baru baik itu di jasa tour dan jasa wisata lainnya,” papar Handanil.

Ia juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah daerah terhadap konsep pariwisata berkelanjutan di Rinjani. Menurut Handanil, wisata murah meriah cenderung lebih banyak menimbulkan dampak negatif dibandingkan manfaatnya, terutama terkait dengan lingkungan, sosial, dan ekonomi.” Kenapa misalnya kita mendukung wisata berkelanjutan karena biasanya wisata murah meriah itu lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Nah, artinya kenapa yang namanya konsep berkelanjutan itu kan berdampak kepada lingkungan kemudian sosial dan ekonomi ini harus berjalan beriringan sehingga apa yang kita harapkan kesetaraan itu bisa terwujud,” tutupnya.

Sementara itu Ketua Asosiasi Pengusaha Pendaki Rinjani (APPR), Hamka Abdul Malik, turut menyampaikan dukungannya terhadap penegakan aturan yang tegas oleh pihak Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Ia meminta TNGR untuk menindak tegas para pelaku usaha yang memaksa pendakian ilegal dan tidak patuh terhadap regulasi yang berlaku.” Kami minta pihak Taman Nasional tegas untuk menindak tegas para pelaku usaha yang memaksa pendakian ilegal.

Jadi jangan sampai ada tumpang tindih, jangan sampai ada tekanan dari kelompok-kelompok tertentu. Itu harus tegas menegakkan aturan karena ini akan menjadi preseden buruk untuk penegakan aturan ke depan dan mewujudkan Rinjani menjadi wisata premium yang berkelanjutan,” tutup Hamka.(lie)